Dylan sulit memejamkan matanya, ia teringat kejadian empat tahun silam.
"Apa kabarmu, Kak?" Dylan memeluk Defri, "Alhamdulilah baik! Apa kabarmu Cok?" Defri memeluk Dylan.
"Alhamdulillah, masih napas!" jawab Dylan sekenanya.
Defri Harianza, sosok pemuda tampan, lulusan S-1 ekonomi. Seorang CEO di perusahaan keluarganya. Defri merupakan anak ke-2 dari Edi Susanto yang tak lain adalah abang kandung Azizah, mama Dylan.
Dylan berbanding terbalik dengan Defri, bila Defri selesai kuliah hanya tiga tahun, Dylan malah mahasiswa abadi di kampus.
Walaupun sebenarnya Dylan pemuda yang pintar, hanya saja ia selalu berganti-ganti hobby.
Bila Defri seorang CEO muda di Perusahaan ayahnya. Dylan hanya menghabiskan uang papanya, akan tetapi tanpa keluarganya sadari, Dylan seorang gamer, penghasilanya di atas rata-rata.
Bila Defri anak yang penurut, Dylan pemberontank, berandalan dan sesuka hatinya menjalani hidup.
Semuanya berbanding terbalik dengan Defri.
Defri selalu berpenampilan rapi, beda dengan Dylan yang urakan, jeans sobek-sobek dan rambut selalu berantakan. Defri selalu menggunakan mobil Dylan menggunakan sepeda motor.
"Minggu depan ... aku akan menikah, aku harap kamu datang Cok." Defri duduk di tempat tidur Dylan.
"Beres ... Aku pasti datang!" jawab Dylan yang terus memainkan gamenya di komputer.
"Ngomong-ngomong ... Kapan wisudamu?" tanya Defri mengamati permainan game Dylan.
"Hm, belum tahu!" jawab Dylan sekenanya.
"Kamu itu, terlalu banyak maunya. Coba kamu fokus pada satu hal, kamu pasti sudah mapan melebihi aku." Balas Defri.
"Rezeki ... sudah ada yang atur, Kak." balas Dylan anteng pandangan matanya tetap fokus pada layar komputernya.
Aku dengar kamu sudah jadi salah satu gamer hebat? Selamat Cok! Akhirnya ... Impianmu terwujud." Defri meninju lembut lengan adik sepupunya.
"Hahaha ... Gosip cepat menyebar. belumlah ... Aku hanya coba-coba mengirimkan game yang kubuat, ternyata berhasil. Tolong Kak, jangan beritahukan pada Papa." Rengek Dylan.
"Iya ... tapi aku harap dengan otak encermu itu, kamu jadi CEO saja kasihan Paman menghandle semuanya sendiri." Ucap Defri.
Memperhatikan semua deretan piala yang terpampang di lemari hias kamar Dylan
Juara lomba berenang, juara lomba matematika, juara otomotif dan berbagai hal yang pernah Dylan ikutin.
Tapi sayangnya, ia mudah bosan akan sesuatu hal bila ia sudah menguasainya dan papanya selalu marah akan hobby Dylan yang berubah-ubah menuruti moodnya.
"Bagaimana rasanya menikah, Kak?" Tanya Dylan menghentikan permainannya, memutar kursi putarnya menghadap Defri.
"Aku belum menikah, masih mau ... menikah." Ralat Defri.
"Hehehe ... Iya. Perasaanmu gimana?" ujar Dylan, jarak usia mereka hanya terpaut Jam saja. Defri lima jam lebih tua dari Dylan saat lahir. Keluarga mereka selalu menjuluki mereka anak kembar beda rahim.
"Ya, senanglah! Apa lagi kita menikah dengan wanita yang kita cintai." Balas Defri.
"Pastinya ... Dia wanita yang cantik, dia beruntung mendapatkanmu, Kak." Dylan terus saja berputar-putar di kursinya, sambil tangannya memainkan pulpen.
"Aku yang beruntung! Mendapatkan wanita cantik, baik, dan bersahaja seperti dia. Makanya ... kamu datang ke pernikahanku, biar aku kenalin sama iparmu." Defri mencomot cookies di toples.
"Iya, percayalah! Kali ini ... aku ga akan mangkir." Jawab Dylan.
"Ngomong-ngomong, pacar kamu bawa sekalian!" ucap Defri sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Aku belum punya." Balas Dylan.
"Seriuslah sedikit di dalam hidupmu. Jangan bermain terus .... " Defri mengambil satu cookies lagi.
"Jodoh sudah ada yang atur, ga mungkin Allah lupa." Kelakar Dylan.
"Kalau ga usaha dan berdo'a, gimana mau dapat?" nasihat Defri.
"Aku percaya ... Jodohku ada di suatu tempat, entar juga ketemu kalau sudah waktunya." Balas Dylan.
"Tumben ... Bijak kamu Cok! Makan apa tadi pagi?" ucap Defri meninju lengan Dylan lagi.
"Makan batu! Hahaha" balas Dylan meninju lengan Defri, akhirnya keduanya saling bergumul seperti waktu masih TK. Keduanya saling tertawa dan berangkulan.
"Cok .... "
"Ada apa, Kak?"
"Hm ... Andaikan umurku ga panjang, kamu maukan nolong aku?" Defri kembali duduk di sisi tempat tidur.
"Kenapa ngomong begitu? Bentar lagi ... mau belah duren, malah ngomongnya aneh."
"Entahlah ... Apa pun yang terjadi! aku ingin kamu ... tolong jagain Lili ya? Kamu harus janji."
"Maksud kamu apa sih, Kak?" Dylan menatap lekat retina Defri.
"Gapapa ... Janjilah, Cok?" Defri memberikan janji jari kelingking kepada Dylan.
"Kamu seriusan?" Dylan tidak percaya.
"Iya, apa pernah aku main-main?"
"Baiklah! Aku janji .... " Dylan menautkan jari kelingkingnya kepada Defri. Sebagaimana sering mereka lakukan bila mereka ingin mengikat suatu janji, dan masing-masing dari mereka pasti menepatinya. Tidak pernah salah satu dari mereka melanggar janji yang telah disepakati.
Kenangan berganti ....
Saat Dylan pergi ke Jepang untuk peluncuran gamenya.
Rencananya selesai dari Jepang, langsung ke pernikahan Defri.
Tapi malangnya, di hari pernikahan Defri. Defri kecelakaan bersama calon mertuanya.
Pernikahan yang seharusnya bahagia, berganti duka.
Dylan tiba di Indonesia, yang ada hanya sambutan tangis keluarga.
Dylan menangis pilu, teman sekaligus kembaran beda rahimnya telah tiada.
Dylan mengunjungi makamnya, dan kedua mertua Defri.
Siapa sangka? makam yang ia kunjungi di sebelah sepupunya, kini jadi mertuanya.
Dylan memutar tubuhnya, memandang sosok wanita di sisinya, yang seharusnya menjadi kakak iparnya. Kini menjadi istrinya.
Lili membalikan tubuhnya menghadap kearah Dylan. Mereka saling berhadapan.
Dylan memandangi wajah cantik istrinya. Ia mengangkat tangannya, jemarinya sudah ingin membelai wajah cantik istrinya, namun ia urungkan.
"Aku akan membahagiakanmu melebihi Kak Defri, dan aku ... Juga akan menjagamu melebihi Kak Defri." Janji Dylan di dalam hatinya.
"Kak Defri ... Seperti janjiku dulu, aku akan menjaga cintamu, kekasihmu, dan calon istrimu dengan baik. Tapi aku juga tidak bisa berjanji padamu Bagaimana bila suatu saat aku mencintainya?" batin Dylan dilema.
Suara burung malam menghantarkan tidur, bagaikan nyanyian.
Saat azan subuh berkumandang, Lili membuka matanya. Ia terkejut saat melihat tangannya berada di dada Dylan.
"Ya Allah ... apa yang telah aku lakukan?" batin Lili, pelan- pelan ia beringsut turun dari pembaringan.
Saat ia hendak menurunkan kakinya, ia tersandung kaki Dylan yang panjang. Ia hampir terjatuh.
Namun sebuah tangan kokoh menyelamatkannya.
"Hati-hatilah!" ucap Dylan, Ia membantu Lili bangkit.
Keduanya turun dari pembaringan, Mak Upik juga bangun. Ketiganya menunaikan kewajiban sholat Subuh.
Seperti biasa Lili menyiapkan semua bekal Dylan, menghidangkan sarapan. Dylan melakukan pekerjaannya sehari-hari, "Apa yang harus aku lakukan?" batin Lili sepanjang pagi ini.
Ia berusaha menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak perlu sebenarnya. Lili berusaha untuk menghindari Dylan. Secepat mungkin melakukan semua aktivitasnya agar tidak bersentuhan dengan Dylan.
"Apa yang harus aku lakukan?" batin Dylan setiap berpapasan dengan Lili.
Setiap keduanya saling bertatap muka, keduanya saling menunduk.
"Oooh, maaf! Aku tidak tahu kamu lagi di kamar." Ucap Dylan, ia ke luar kamar menunggu Lili yang sedang berganti baju setelah Lili selesai giliran Dylan yang memakai kamar.
"Apa sebaiknya aku pindah saja, ya?" batin Lili, " Tapi ... Tidak mungkin! Aku sangat menyayangi Emak. Warga dusun juga tahu, aku dan Ucok sudah menikah. Aaakkhh ... Pusingg! " batinnya memegang keningnya.
"Kamu sakit, Lili?." Tanya Dylan.
"Oo, ti-tidak aku hanya ... Lupa sesuatu" Lili bergegas kembali ke kamarnya.
Setelah sarapan Dylan dan Lili berpamitan pergi kerja.
Seperti biasa, dylan mengendarai sepeda motor dan Lili sepeda ontel mereka beriringan. Mereka saling diam,tanpa bicara, berpisah di gerbang sekolah.
"Wah! yang pengantin baru, malah masuk kerja. Kenapa nggak ambil cuti saja, Bu?" Ucap Pak Abdul selaku Kepsek
"Tidak usah, Pak! Sebentar lagi akan ujian, Pak." Jawab Lili.
"Suami Ibu, sangat tampan ya? Dia teman kerja suami saya. Kata suami saya. 'Ucok itu pria yang baik, bertanggung jawab, juga serba bisa', beruntungnya ... Bu Lili." Ucap Bu Afni.
Lili hanya tersenyum, dia tidak tahu harus menjawab apa, "Dylan atau Ucok, siapa pun dia ... Sekarang dia sudah jadi suamiku." batin Lili termenung.
Pelajaran sekolah dimulai, Lili dan semua guru menunaikan tugas mulia mereka. Akan tetapi hati Lili selalu kebingungan ada rasa sedih dan kesal di hatinya.
"Andaikan ... Malam itu, aku mengajak Ucok untuk pulang saja. Mungkin ... ceritanya tidak seperti ini. Tapi ... Sudah terjadi, aku harus bagaimana?" Lili terus bertanya-tanya di hatinya.
Sementara Dylan, dan kelompoknya di bagian divisi penggalian.
Akan tetapi, alat berat sejenis beko sedang rusak hingga pekerjaan terhenti.
"Ada apa , Ndor?" Tanya Parmin pada Iwan selaku Mandor lapangan.
"Bekonya rusak, jadi ya ... terhentilah semua kegiatan." Jawab Parmin.
"Panggil teknisi dong, Ndor." Saran Ari.
"Sudah, tapi lusa baru datang." Jawab Iwan.
" Boleh, aku lihat Ndor?" Izin Dylan.
" Ya, lihatlah .... " Jawab Iwan sekenanya.
Dylan menghampiri beko, naik ke kursi kemudi mencoba menstaternya mengotak-atiknya. Ia turun kebagian mesin mengotak-atik di situ, ia kembali naik ke kursi pengemudi menghidupkannya.
Brummbrrrmm
Iwan dan yang lainnya tercengang memandang Dylan.
"Wah, hebat kamu Cok! Ya ... udah sekalian gali saja sesuai kepanjangan yang diminta, di prosedur yang tertera." Perintah Iwan.
Dylan menjalankan beko dan menggali, membuat parit- parit. Di belakang beko, kelompoknya memulai penggalian lubang untuk penanaman bibit sawit hingga jam istirahat tiba, mereka berkelompok makan dan bercengkrama.
"Wah, yang lagi bulan madu bagaimana?" Tanya Sofian.
"Apanya .... ?" Dylan bingung.
"Ya ... belah durennyalah Cok, atau jangan-jangan kamu belum belah duren?" tanya Ari bocor.
"Akh, kalian ini .... " wajah Dylan memerah, pikiran mesumnya mulai berselancar ke dunia maya Dylan bukan orang suci, walaupun belum pernah merasakanya, tapi ia pernah menonton film haram itu.
Tiba-tiba bayangan wajah Lili muncul di benaknya.
"Apa yang akan aku lakukan? bila hal itu terjadi, aduh ... mengapa pikiranku jadi mesum begini, sih?" benak Dylan malu.
Teman-temannya menertawakan wajah malu Dylan.
"Apa lagi, Cok. Kejarlah si Parmin, sudah mau jadi Bapak, dia." Kata Sukardi.
"Jangan kasih kendor, Cok! Tancap gas teruss .... " Tama menimpali
"Hahahaha .... " semua temannya tertawa.
Dylan hanya menggaruk-garuk rambutnya yang tidak terasa gatal, "Tancap gas dari mananya? Pegang aja belum, mau tancap. Hadeh .... !!" batin Dylan semrawut akibat adegan panas di film haram yang bermain di otaknya.
"Jangan-jangan aku mulai omes?" batinnya terus saja bicara ga karuan.
Jam istirahat telah usai, mereka kembali bekerja.
Dylan menyelesaikan semua penggalian parit dengan cepat.
"Cok, besok kamu lanjutkan saja, bagian penggalian parit. Agar kelompokmu secepatnya, pindah ke afdeling-3. " Ujar Iwan.
"Alhamdulillah, Cok. Lumayan bonus kita bulan ini." Ujar Ari.
"Rezeki Pernikahan itu." Ucap Sofian.
"Kalian juga paling semangat, jadi aku semangat galinya. Coba ... kalau kalian malas-malasan, aku pasti uring-uringan." Jawab Dylan.
Dylan bersyukur sekarang mereka bersepuluh sudah berkeluarga semuanya. Dylan beruntung kelompoknya orang-orang yang baik dan bertanggung jawab.
Mereka pulang dengan senyuman, Dylan tetap menunggu Lili di bawah pohon jalutung.
Lili ke luar gerbang, "Akh ... Ucok sudah tiba?" Lili tersenyum bahagia tanpa ia sadari.
"Sudah lama, Cok?" Tanya Lili.
"Belum, aku baru saja tiba. Ayo, pulang sayang." Ajak Ucok. Entah keberanian dari mana datangnya kata itu.
Lili tersipu malu mengayuh sepedanya beriringan dengan suaminya. Seperti biasa, mereka singgah sebentar di ladang, sekadar mengambil sayur-mayur.
Saat memetik buah tomat tangan mereka bersentuhan, mereka sama-sama melepaskannya dan tersipu malu.
Deg deg deg
"Ada apa sebenarnya dengan jantungku?" batin Lili dan Dylan bersamaan. Mereka saling pandang dan membuang wajah.
"Bagaimana keadaan anak-anak?" Dylan memulai percakapan.
"Baik, anak-anak antusias belajar komputer. Sayangnya ... Di sini tidak ada komputer dan PLN." jawab Lili antusias. Mereka berbicara banyak hal tentang murid Lili.
Dylan dengan sabar menghadapi semua celoteh istrinya, namun terkadang Lili diam melamun.
"Lili ... apa yang sebenarnya engkau pikirkan, mengapa tidak engkau bagi denganku," batin Dylan sedih memandang istrinya.
"Lili, aku tahu, pernikahan kita karena kesalahan. Tapi aku minta ... tetaplah bahagia. Percayalah padaku! Aku menghormati keputusan dan keinginanmu, tetaplah seperti Lili yang kukenal dulu." Ucap Dylan.
Lili memandang Dylan penuh haru.
"Terima kasih!" Balas Lili.
Mereka pulang ke rumah Mak Upik dengan sayur-mayur.
Di tengah jalan mereka bertemu Ayu.
Lili tersenyum pada Ayu namun, Ayu membuang wajahnya.
"Iiih ... Najis! Belagu sok suci, ga taunya buat mesum. Jebak cowok lagi! Biar laku, ga tau malu." umpat Lili.
Lili dan Dylan tidak mendengar umpatan Ayu, karena suara sepeda motor Abah dan Ayu.
"Aku, akan merebut Ucok dari kamu cewek mur*han!" batin Ayu memandang sepasang pengantin baru yang semangkin jauh meninggalkannya.
Bersambung ....
Terima kasih jangan lupa like, comet dan votenya yang sangay author harapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
delissaa
lanjutkan
2021-09-13
0
💠🥀 Ami 🥀💠
Like 💜💜💜
2021-08-21
0
Reina
nyimak saja
2021-08-21
0