Sebulan sudah, usia pernikahan Lili dan Dylan. Mereka menjalani rutinitas seperti biasanya. Mereka berusaha untuk saling menjaga menghormati satu sama lain, mereka hanya saling memandang dan menunduk bila bertatapan muka, Lili masih meletakkan bantal di antara mereka bila tidur. Walaupun, setiap pagi Lili selalu mendapati dirinya sudah berada di dalam pelukan Dylan. Ia mulai memiliki kebiasaan tidur bila bersentuhan dengan Dylan. Akan tetapi, hatinya masih saja selalu merasa bersalah kepada Defri.
Malam sudah semangkin larut, Dylan membawa secangkir jamu untuk Lili.
Ia melihat Lili kesulitan menyisir rambut panjangnya.
"Lili ... Minumlah dulu, obatmu!" Dylan memberikan secangkir jamu.
"Terima kasih, Cok." Lili meminum jamunya dan melanjutkan menyisir rambut panjangnya. Ia ingin memotong rambutnya tetapi, karena Dylan menyukainya ia tidak memotongnya.
"Sini .... " Dylan meminta sisir kepada Lili dan menyisir rambut indah istrinya.
"Rambutmu, wangi sekali dan cantik seperti Rapunzel!" ucap Dylan ia sangat menyukai kartun animasi itu.
"Kamu tahu Rapunzel?" Lili heran seorang cowok mengerti akan animasi tontonan anak cewek.
Dylan menganggukkan kepalanya.
"Ya tahulah Lili ... Akukan seorang gamer!" batin Dylan.
"Aku mengganti shamponya! Kamu suka, ya? Tapi di sini tidak ada jual, di kota adanya." ujar Lili sambil meminum jamunya sedikit demi sedikit..
"Akh, hatiku ini selalu saja berdebar .... " batin Dylan. Sesuatu di bawah sana mulai bangkit, ia berusah meredamnya.
"Apa nama shamponya?" tanya Dylan terus bermain-main dengan rambut Lili.
"M*kariz* shampo." Jawab Lili.
"Oooo .... " ucap Dylan. Namun, jauh di hatinya ia menyimpan nama merk shampo itu.
"Tidurlah ... Apakah masih sakit?" Tanya Dylan.
"Hanya sedikit." Jawab Lili sedikit manja tanpa disadarinya.
"Akh, Lili ... kenapa sih harus bersuara seperti itu? kamu ga tahu apa, gimana rasanya dedek kecilku?." Batin Dylan, pikirannya mulai ngeres.
"Memang ... setiap bulan seperti itu ya, yank?" Tanya Dylan yang masih terus menyisir rambut Lili. Terkadang Dylan menciumi rambut Lili atau sekedar memilin-milinnya di jemari tangannya, saat mereka berbicara hal pekerjaan ataupun murid sekolah. Lili sangat menyukai keintiman yang tercipta. Dylan mulai punya kebiasaan memanggil kata "Sayang" ataupun "Yank" biarpun Lili masih memanggilnya dengan sebutan "Cok".
Benar adanya cinta hadir karena terbiasa tanpa disadari si pemilik.
"Iya ... memang begitu,Cok. Kamu menyisir rambutku atau menciumnya sih?" Lili memutar tubuhnya, menghadap Dylan.
"Memang ... ada larangan, seorang suami mencium rambut istrinya? kamu istriku ... dan aku berhak Lili sayang. Mau atau tidaknya dirimu!" Ucap Dylan.
"Seharusnya kita membuat perjanjian. Bahwa kamu tidak boleh menyentuhku. kecuali aku menyetujuinya. Hargailah itu, Cok." Ucap Lili sengit. Dylan hanya memandang Lili dan mengangkat kedua bahunya.
"Aku akan membuat dirimu jatuh cinta kepadaku, walaupun, kamu ga cinta kepadaku." Batin Dylan mengutip sepenggal lirik lagu.
"Tidurlah .... " Hanya itu yang terucap dari bibir Dylan.
Lili berbaring di sisi Dylan, dengan memejamkan matanya ia mendekap perutnya. Dylan memberanikan diri mengelus-elus perut Lili Karena, ia merasa kasihan. Karena tidak ada penolakan dari Lili ia terus mengelusnya, hingga ia sendiri tertidur menghadap Lili.
Karena elusan tangan Dylan terhenti Lili membuka matanya, ia merasakan kenyamanan dan kehangatan saat telapak tangan Dylan yang kasar membelai lembut perutnya dan ajaibnya rasa sakit itu hilang, akan tetapi saat tangan itu berhenti rasa sakit itu kembali muncul.
Lili memandang wajah Dylan wajahnya sangat lembut dan tampan, hidungnya sedikit mirip dengan Defri.
"Mengapa, Ucok bisa mengenal Defri? Aduh ... perut ini. Ga mungkinkan aku membangunkannya, hanya untuk mengelus perutku lagi?" batin Lili menggigit bibirnya.
Tangan Dylan tiba-tiba memeluknya, membuat jantung Lili semangkin tidak karuan tidak ada jarak di antara mereka, hanya selembar pakaian masing-masing. Lili menyurukkan kepalanya di bahu Dylan. Hembusan lembut nafas Dylan menyentuh wajahnya.
Deg deg deg
"Defri ... maafkan, aku! Bagaimanapun Dylan suamiku." Batin Lili merasa bersalah.
Dylan semangkin erat memeluk Lili seperti memeluk bantal, tubuh Lili yang mungil membuat Dylan dengan mudah merengkuhnya.
"Ap-apa ... yang harus aku lakukan?" Lili tidak bisa bergerak di dalam kungkungan tangan Dylan
Kepala Lili sudah berada di atas dada Dylan, Lili mampu mendengar detak jantungnya yang teratur. Dylan tertidur dengan nyenyaknya dan sakit di perutnya pun sudah lenyap entah ke mana?, akhirnya Lili pun tertidur dengan pulasnya di pelukan Dylan.
Deg ... deg ... deg ....
Dylan terbangun saat ia mendengar sesuatu, bagaikan detak jam beker yang bergema tepat di telinganya. Ia merasakan suatu kehangatan dan perasaan nyaman di jiwa dan raganya, berlahan ia membuka matanya dan terkejut mendapati dirinya sedang memeluk Lili dan kepalanya tepat berada di kedua belah d*da Lili.
"Mati aku! Bagaimana bila Lili bangun? Ia pasti marah denganku." Batin Dylan mengangkat sedikit kepalanya. Ia melihat Lili tertidur pulas, lehernya yang putih mulus juga bibirnya ....
"Ya, Allah ... Aku bisa gila jika terus begini .... " Dylan menyadari adik kecil kesayangannya mulai bangkit di bawah sana.
Dylan mencoba untuk bangkit akan tetapi, tangan Lili menariknya hingga Dylan kembali keposisi awal ia bangun tidur.
Dug dag dug dag
Jantungnya mulai tidak karuan, semua hal menyiksanya pagi ini.
"Waduh ... tolong ... dedek kecil jangan siksa aku? Aku sudah ga kuaatt??!Aduh ... Lili kenapa kamu juga ikutan menyiksaku?" batin Dylan kalang kabut tak menentu.
"Mama ... Bagaimana Ini? Ada hidangan yang bisa dimakan tapi tidak bisa dimakan! Ampun ... Dj!" omel batin Dylan.
Dylan memandangi wajah cantik Lili, sebagian rambut Lili sudah menyelimuti perut Dylan seperti selimut hitam. Adik kecilnya terus-terusan meronta-ronta ingin meloncat ke luar menyiksa jiwa raga Dylan.
"Kalau sekedar cup cup ajinomoto? Lili marah ga, ya?" tanya hati Dylan, akhirnya dengan memberanikan diri Dylan melakukannya. Cup ....
Sekilas Dylan mengecup lembut bibi* Lili, akan tetapi Lili meraih tengkuk Dylan mereka terus berci*man hingga ....
"Def .... " sebuah nama meluncur dari bibir Lili, menghujam tepat ke jantungnya.
"Sakiiiitt ... Maaak!! " jerit hatinya.
Dylan menghentikan perbuatannya, melihat ke arah Lili, tanpa rasa berdosa ataupun bersalah Lili kembali terlelap dan tersenyum.
Ingin rasanya Dylan mencabik-cabik bantal menjadi kepingan-kepingan debu, " Apakah aku cemburu? Kalau benar ini yang dinamakan perasaan cemburu. Cemburu benar-benar menguras lautan ... aduh!" Umpatnya.
Dylan termenung, "Ya Allah, sakitnya ... Di dalam tidur pun Lili masih menyebut Kak Defri. Bersalahkah aku? Ya Allah, semua ini adalah takdir yang Engkau Berikan kepadaku. Berilah kemudahan untukku, mendapatkan cinta dari istriku sendiri. Ya Allah, buatlah ... Istriku, mencintaiku." Do'a kecil Dylan mengharap suatu keajaiban.
Berlahan Dylan bergerak, mengangkat pelan tangan Lili agar ia tidak terbangun, merapikan rambut Lili yang menempel di tubuhnya.
Dylan menunaikan sholat Subuh bersama Mak upik
"Lili belum bangun, Cok?" tanya Mak Upik
"Belum Mak, perutnya tadi malam sakit. Lagian hari ini, hari Minggu ... biarlah Lili tidur sebentar lagi Mak. Lagian ia lagi cuti sholat." ucap Dylan mulai memasak sarapan.
"Cok ...." Ucap Mak Upik mengupas ubi jalar, "Iya, Mak" Dylan menoleh sekejap.
"Sabarlah ... menghadapi Lili. emak rasa, ia pernah mengalami trauma. Berusahalah agar cinta tumbuh di antara kalian, jangan lupa berdo'a karena segala sesuatu terjadi karena Kehendak-Nya." Ucap Mak Upik.
"Iya, Mak. Ucok akan berusaha, Mak." Jawab Dylan. Ia terus mengaduk nasi goreng di penggorengan.
"Aku sendiri tidak tahu, apakah aku mampu menggantikan Kak Defri di hatinya?" Batin Dylan
Sarapan telah dihidangkan di atas tikar. Lili masih dengan nyenyaknya tidur. Mak Upik dan Dylan menyantap sarapan. Setelah itu, Dylan mengantarkan Mak Upik ke rumah Kepala Dusun.
"Assalamualaikum." Mak Upik memberikan salam.
"Waalaikumsalam, Mak." Sapa istri Kadus.
"Cok, pulanglah! Nanti ... biar anak ibu yang mengantar Mak Upik." Ucap Bu Kadus.
Mak Upik menganggukkan kepala.
"Baik, Bu! Mak ... Ucok pulang dulu." Ucap Dylan.
Sesampainya di rumah Dylan menuju kamar.
Kriiiet
"Aw ... " jerit Lili sedang memakai baju, ia baru selesai mandi. Lili kebingungan harus menutup bagian mana dulu di tubuhnya.
"Kamu kebiasaan, Cok. Tidak pernah mengetuk pintu." Omel Lili, mencari handuk.
"Apa yang kamu, lakukan Cok?" tanya Lili sedikit ketakutan. Dylan mengambil selimut dan menutup tubuh Lili.
"Lili, aku suamimu. Walaupun, aku tahu ... di hatimu ada seseorang tapi sampai kapan? Aku berhak akan tubuh ini." Ucap Dylan membelai wajah, leher dan saat tangan Dylan ingin menyentuh bagian d*danya.
"Tolong, Cok. Aku belum siap." Ucap Lili Dylan menghentikan aksinya melihat kedua retina Lili berkaca-kaca.
"Sarapanlah ... aku ingin mengajakmu ke pantai." Ucap Dylan.
"Um, Cok. Kita ... sebaiknya ke ladang, aku ingin menanam sayuran kamu maukan?" pinta Lili.
"Baiklah, bersiaplah!" Ucap Dylan.
Sesampai di ladang Dylan bingung harus bagaimana?
"Lili ... bagaimana cara menanamnya?" Ucap Dylan.
"Akh, sepertinya ... Ucok benar-benar tidak pernah bekerja. Siapakah sebenarnya dia?" batin Lili.
"Seperti ini .... " Lili menggali lubang kecil, menaruh bibit jagung dan menutupnya. Lili menggali lubang kecil, memberi jarak di antaranya, membuat barisan lubang kecil yang memanjang.
"Lili, berikanlah cangkulmu kepadaku, kalau soal lubang melubangi aku jagonya! dan kamu yang menanam benihnya." Ujar Dylan
Lili tersenyum memberikan cangkul.
"Apakah semua sayuran ini, engkau yang menanamnya sayang?" Tanya Dylan
"Sayang ... sayang, entar kepala peyang bin melayang-layang!" Ucap Lili sambil tersenyum.
"Iya, kalau kamu menciumku seperti tadi pagi ... aku pastinya melayang-layang." ucap Dylan keceplosan.
"Apaa?" Lili menghentikan menanam benih
"Bukankah ... tadi pagi, aku hanya bermimpi! Apakah itu nyata? dan yang menciumku tadi pagi Ucok Bukan Defri?" batin Lili mengingat setiap detail mimpinya.
Dylan melihat wajah Lili berubah-ubah dari berwarna merah menjadi merah padam.
"Kamu pasti mengambil kesempatan." Ujar Lili sengit.
"Sayangnya, tidak ada ponsel ... kalau ada, aku sudah membuat vidionya. Kamu ... begitu bersemangatnya menarik tengkukku dan mencium bibirku. Kamu telah mencuri ciuman pertamaku, Lili sa ... yang." Goda Dylan sambil memonyongkan bibirnya.
"Ucokkk ... gerrr" Lili melempar Dylan dengan gumpalan tanah kecil.
"Hahaha ... Apakah kamu ingin mengulanginya Lili?" Dylan menghindari lemparan demi lemparan yang dilontarkan Lili. Akhirnya keduanya saling mengejar.
Dylan menangkap pinggang Lili dan mengangkatnya tinggi, Lili memegang kedua belah pundak Dylan. Mereka saling tertawa bahagia. "Aku senang melihatmu tertawa " batin Dylan.
"Cok ... aku ... aku tidak tahu, aku harus bagaimana denganmu?" batin Lili.
Berlahan Dylan menurunkan tubuh Lili.
"Ayo kita lanjutkan lagi .... " Ajak Dylan
"Apanya?" tanya Lili bingung.
"Menanam bibitnya! memang ... Kamu sedang mikirin apa? Hayoo ... Kamu ingin berci*man denganku?" Goda Dylan.
"Ucok ... " Lili memukul dada Dylan dengan manja.
Cup ....
Dylan mendaratkan ciuman singkat di bibir Lili, sebelum berlari. Lili hanya mengepalkan kedua tangannya. Mereka melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda, berbicara, bercanda berbagi air minum dari botol yang sama.
Terkadang dengan sengaja dylan memukul pantat Lili ataupun, menarik rambutnya, Lili lupa sejenak akan Defri dan orang tuanya.
Bersambung...
Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat membutuhkan komentar, like dan vote. Untuk penyemangat dan membuat karya lebih baik lagi author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
delissaa
like
2021-09-13
0
Aninda Peto
Dosa tahu kalau gak layanin suami Lili itu kan sangat wajib. pasti Dylan horang kaya kan Thor
2021-08-09
0
👑Meylani Putri Putti
nyicil ya
2021-08-03
0