Empat tahun silam
Cut Lili Hairani seorang gadis manis bertubuh mungil, menyelesaikan S-1 hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Saat ia berumur dua puluh dua tahun.
Hari ini hari bahagia Lili juga hari kepedihan di hati Lili. Kenangan pedih dan bahagia yang tidak akan terlupakan, sepanjang hidupnya.
Lili bahagia diapit ayahnya Tuan Teuku Azis dan ibunya Nyonya Li Hwang Hua.
Mereka bertiga tersenyum bahagia, saat jepretan foto mengabadikannya.
"Selamat, buat wanita yang paling cantik hari ini." Ucap seorang pemuda tampan
bernama Defri.
"Terima kasih, Def. Bunganya cantik!" Lili sumringah menerima sebuket mawar merah muda.
"Secantik, dirimu sayangku." Balas Defri mencium kening Lili.
Defri pemuda yang sangat Lili kasihi. Mereka sudah berpacaran semenjak Lili Duduk di bangku SMU.
Defri seorang pemuda sukses, yang merupakan putra dari Tuan Edi Susanto yang tidak lain adalah teman Tuan Aziz
Tuan Teuku Aziz seorang pengusaha yang sukses, Lili adalah satu-satunya putri yang ia miliki. Semua orang menyayangi Lili, karena kepribadiannya yang ramah, baik, rendah hati tidak sombong dan suka menabung.
"Mari kita berfoto bersama, sebagai kenang-kenangan." Ajak Defri.
Mereka berempat berfoto dengan posisi Lili berdampingan dengan Defri Tuan dan Nyonya Aziz mengapit keduanya, putri dan calon menantunya.
"Ayo, kita harus segera pulang! Pak Penghulu mungkin sudah sampai di rumah." Ajak Tuan Aziz.
"Sebaiknya, Mami dan papi ikut denganku saja." Ajak Defri.
"Baiklah!" Nyonya Li Hwang menyetujui usul Defri.
"Mang Kardi, antarkan Lili ke salon. Ia akan di make-up, setelah selesai langsung ke Hotel Hilton saja." Perintah Tuan Aziz.
"Baik, Pak" Jawab Mang Kardi.
Tuan Aziz memeluk dan mencium putrinya, begitu juga dengan Ny. Li Hwang Hua.
"Mami .... " Rengek Lili merasa sedikit malu, karena semua teman kampusnya pasti melihatnya.
"Entahlah, sayang. Rasanya ... mami berat ninggalin kamu, hati-hatilah, Nak!" Ucap Li Hwang Hua tetap mencium putrinya.
"Sayang ... Selalulah menjadi diri sendiri." Pesan Papinya.
"Papi ... aku hanya akan menikah, bukan akan pergi jauh." Balas Lili.
Defri menggenggam dan mencium kedua belah tangan Lili.
"Berbahagialah selalu sayangku,
yang cantik." Ucapnya.
Defri selalu penuh kasih sayang juga romantis. Hingga sepanjang hidup Lili ia hanya pernah jatuh hati hanya kepada Defri. Lili hanya tersenyum bahagia meresponnya. Andaikan Lili tahu itulah terakhir kalinya Lili melihat ketiganya, mungkin sikapnya akan berbeda.
Akhirnya kedua orang tuanya pulang bersama Defri.
"Hati-hati, Cinta!" Lili memberikan ciuman jarak jauh yang langsung ditangkap Defri, yang segera di simpan ke dalam hatinya.
Hari ini selain wisuda Lili, juga hari pernikahannya.
Lili tersenyum memandang pujaan hatinya, dan kedua orang tuanya meninggalkan Kampus.
"Ayo Mang!." Ajak Lili.
"Baik, Non." Balas Mang Kardi, membukakan pintu mobil.
Mengantarkan Lili ke salon kecantikan.
Lili dihias sedemikiam rupa, wajah blasteran Indo-Tionghoanya menambah kecantikannya.
Lili menggunakan baju pengantin berwarna putih yang sangat mewah, rancangan salah satu desainer ternama di Indonesia dan Lili membawa sebuket mawar putih dan kuning.
Ddrrtt drrtt drrtt
"Hallo, ap-apaa?!" Pijakan Lili seakan goyah. Seseorang di seberang sana, membawa kabar yang mengejutkan.
"Mang Kardi ... ayo, ke RS Citra Medika." Lili mengangkat gaun pengantinnya memasuki mobil.
Mang Kardi melesat secepatnya ke RS.
"Ada apa sebenarnya, Non?" Mang Kardi kebingungan.
"Papi, Mami dan Defri, mereka kecelakaan, Mang." Air mata mulai bergulir.
"Andaikan aku tahu, aku akan melarang mereka pulang." Sesal batin Lili. Setibanya di RS, Lili berlari ke resepsionis
"Maaf, Suster. bagaimana keadaan orang tua dan Calon Suami saya?" tanya Lili.
"Atas nama siapa, Non." Tanya Suster.
"Atas nama Teuku aziz syahputra, Li Hwang Hua dan Defri Harianza" jawab Lili.
"Mereka sedang di UGD, silakan lewat sini." Seorang dokter menuntun Lili, dan Mang Kardi.
Seorang dokter ke luar dari ruangan UGD.
"Siapakah keluarga dari pasien." Tanya si dokter.
"Saya putri dan tunangan si pasien, Dok ...." jawab Lili.
"Maaf, kami sudah berusaha semampu kami. Allah yang memiliki Kuasa atas Segala_Nya." Jelas dokter.
Brrrukkk!
Seketika Lili ambruk tidak sadarkan diri, Lili membuka perlahan matanya ia berharap semuanya hanya sebuah mimpi buruk.
"Non .... " Sapa Mang Kardi.
"Mang, semua ini tidak benarkan? katakan ... Mang! hiks hiks Mami, papi dan Defri mereka baik-baik sajakan, Mang?" Lili terus terisak menangis.
"Yang sabar, Non. Semua sudah ada jalannya masing-masing, Non." Mang Kardi juga menangis ia sudah puluhan tahun mengabdi pada keluarga Tuan Aziz yang baik, juga dermawan.
"Mang ... hari ini, Aku dan Defri akan menikah, Mang ... hiks hiks." Tangisan Lili menggema.
"Mang , aku ingin melihat Papi ,Mami, juga Defri." Pinta Lili di antara isak tangisnya.
"Ayo, Non ...." Mang Kardi tidak mampu membendung kesedihannya.
Lili melihat ketiga jenazah orang yang ia sayangi dan cintai terbujur kaku.
"Papi, Mami, Defri, mengapa kalian meninggalkan aku sendiri. Hiks hiks hiks" tangisan pilu Lili, sekujur tubuhnya rasanya tidak berdaya.
"Tidak ada lagi orang yang menyayangiku. Papi ... Hiks, hiks. Aku ... Sendirian, Pa" Lili memeluk jasad papinya.
"Mami siapa lagi tempatku mengadu hiks hiks, pada siapa aku harus bermanja, aku hanya punya Mami ...." Lili terus memeluk maminya menciuminya.
"Defri ... Mengapa? Mengapa? Kamu meninggalkanku? Aku salah apa? Bukankah kita akan menikah, dan memiliki anak-anak yang banyak. Kamu bilang ... Kamu sangat mencintaiku, tapi ... Kamu meninggalkanku." Lili memeluk jasad Defri, menangis dan mengguncang-guncang tubuhnya.
"Papi telah pergi, Mami juga, kenapa kamu juga ikut-ikutan Def." Lili histeris dan Lili kembali pingsan Mang Kardi menangis terisak.
Acara pemakaman begitu mengharu biru berulang kali Lili pingsan.
Sepanjang pemakaman yang ada hanya isak pilu Lili.
Hujan membasahi tubuh Lili, yang masih berjongkok di sisi ketiga pusara orang yang paling ia cintai.
Mang Kardi masih setia menemani Lili ia mengenal Lili sejak Lili di lahirkan Nyonya Li Hwang Hua.
"Non, ayo pulang! Sabar Non ... Istighfar. Do'akan Tuan, Nyonya dan Tuan Defri semoga di terima di Sisi_Nya." Hibur Mang Kardi.
"Non Lili, harus kuat. Setiap cobaan ada hikmahnya, Non." Mang Kardi terus menghibur Lili.
Lili meninggalkan pusara dengan berat hati.
"Mami, Papi, Def, aku pulang. Besok aku datang lagi." Ucap Lili.
Lili menaiki mobil namun, ia masih terus memandang ke arah pemakaman. Mang Kardi hanya melihat Majikan mudanya begitu rapuh.
Lili memasuki rumah bagaikan istana megah ia melihat keseluruhan ruangan di dalam rumah. Sebagai saksi betapa bahagianya mereka dulu. Kini Lili seorang diri.
"Hiks hiks, Mami, Papi, apa yang harus aku lakukan tanpa kalian."
Lili memasuki kamarnya yang indah di nakas tempat tidurnya ia melihat figura foto Ia dan Defri, tersenyum bahagia. Lili tersenyum di pelukan Defri.
"Def, mengapa cepat engkau pergi hiks hiks pernikahan kita pun belum terjadi. Kamu tega ... Ninggalin aku. Kamu bilang selalu cinta dan sayang ga akan ninggalin aku. Tapi ... Kini kamu pergi" Lili memeluk figura foto, menumpahkan segala tangisnya.
Hingga ia pun tertidur sambil memeluk foto tunangannya.
Sinar matahari menembus di sela-sela jelusi kamar. Lili membuka matanya perlahan. Berharap semua kejadian, hanya mimpi belaka.
Akan tetapi, semua bukanlah mimpi.
Lili melangkahkan kakinya ke dapur.
"Non, makanlah!" Bik Minah, menyendokkan nasi kepiring.
"Aku tidak lapar Bik. Aku hanya butuh Mami, Papi, juga Defri." Lili mulai menangis lagi.
"Sabar Non, kita semua juga kehilangan Tuan dan Nyonya." Bik Minah menangis
Tiga bulan kemudian
Beragam bela sungkawa datang silih berganti Lili berusaha tegar menjalani semua ini.
Ia mulai bangkit, menata harinya. Ia tidak ingin Mami, Papi juga Defri bersedih melihatnya dari surga.
Walaupun sudah tiga bulan berlalu, semenjak kematian orang-orang yang ia sayangi.
Ia mulai mengurus perusahaan papinya.
Memajukannya sesuai keinginan papinya.
Dengan bantuan sahabat karib papinya dan juga Mang Kardi.
Namun, panggilan jiwa Lili bukanlah menjadi seorang pebisnis. Panggilan jiwanya adalah seorang guru.
Sesuai dengan gelar sarjana yang ia kantongi.
Saat ia melihat daerah terisolir, yang membutuhkan tenaga pengajar. Lili dengan suka rela mendaftarkan dirinya.
Lili meninggalkan semua atribut kekayaan, juga kesenangan hidup di kota.
Ia menyerahkan semuanya kepada teman papinya, Om Andrian munthe. Selain itu, Lili ingin menjauh dari bayang-bayang masa lalunya. Ia selalu mengingat dan mencintai Defri.
Mang kardi bekerja sebagai supir selama ini, ia angkat menjadi Wakil CEO di perusahaannya. Karena ia yakin Mang Kardi yang selama ini di sisi papinya di saat papinya merintis semua perusahaan semenjak dari nol, Mang Kardi tidak akan pernah menghianatinya.
Semua urusan perusahaan dikelola Mang Kardi sebagai wakil Lili, setiap tiga bulan sekali Lili pulang ke kota. Untuk melihat perkembangan perusahaan, semua itu juga atas bantuan Om Andrian.
"Lili putriku, kamu yakin akan pergi ke daerah pedalaman?" Tanya Andrian suatu pagi di bulan Juni, di kantor Lili.
"Iya, Om. Ajaran baru dimulai bulan Juli dan aku ingin, sudah di sana untuk mengajar." Tegas Lili.
"Kalau hanya untuk mengajar, kamu bisa mengajar di sini. Om kenal semua pemilik ataupun orang-orang berpengaruh di Dinas P&K." Bujuk Om Andrian.
"Tidak, Om. Bila semua mengajar di kota. Lalu bagaimana dengan anak-anak di pedalaman yang butuh pendidikan juga?." Terang Lili.
Andrian mengagumi sikap dan sifat Lili, selain cantik juga berhati mulia.
Berbeda dengan putranya Dylan.
Andrian termenung.
"Tempat itu ... Terlalu jauh Lili, jauh dari kata modern. Apakah kamu akan betah di sana nantinya?" Andrian masih enggan melepaskan Lili.
Ia tidak ingin kehilangan putri satu-satunya dari temannya yang sudah meninggal dunia.
"Aku tidak tahu Om! tapi aku percaya, aku pasti betah, Om." Lili berusaha untuk meyakinkan Andrian.
"Baiklah, tapi Lili pikirkanlah sekali lagi!" Pinta Andrian.
"Aku sudah memikirkannya, matang-matang Om." Lili berusaha terus untuk meyakinkan Andrian.
"Begini saja, kita lihat satu semester dulu. Bila kamu betah di sana, kamu bisa melanjutkannya. Tapi bila tidak ... Kamu pulang Lili." Andrian berusaha mencari solusi.
"Baiklah Om, aku menepatinya." Janji Lili.
"Sebelum kamu pergi, temuilah dulu Tantemu. Ia pasti akan sangat merindukanmu, bila engkau jauh dari kami." Pesan Andrian.
Ia sangat berharap Lili mengurungkan kepergiannya. Tapi melihat tekad Lili, Andrian sudah tidak memiliki harapan untuk membujuk Lili.
"Om, berharap kamu mengubah kepergianmu. Tapi apa pun keputusanmu, Om dan Tante akan selalu mendukungmu." Ucap Andrian, mengelus kepala Lili.
"Terima kasih, Om." Jawab Lili
"Sama-sama, Nak." Balas Andrian.
Mereka saling memeluk, Lili mencium punggung tangan Andrian.
"Kabari Om dan Tante, kapan keberangkatanmu? Kami akan mengantarkan kepergianmu." Pinta Andrian.
"Iya, Om. Pasti! salam sama Tante. Sampaikan peluk dan cium dari Lili, Om" Ucap Lili.
"Baiklah, Nak. Jaga diri baik-baik." Pesan Andrian menepuk punggung tangan Lili.
Andrian sudah menganggap Lili sebagai putrinya, Azizah istrinya juga sudah berulang kali mengajak Lili tinggal bersama mereka.
Namun Lili tidak ingin merepotkan orang lain, ia gadis pemberani dan sangat mandiri.
Bersambung...
Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat membutuhkan komentar, like dan vote. Untuk penyemangat dan membuat karya lebih baik lagi author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
𝔸𝕝𝕖𝕖𝕟𝕒 𝕄𝕒𝕣𝕊
like
2021-10-19
0
Titik pujiningdyah
like
2021-10-03
0
SyaSyi
mampir aku di karyamu Thor
mampir juga di karyaku
kisah Aluna
My Kids My Hero
aku dan mantan kekasih suamiku
2021-09-22
1