Setiap pagi, Lili dan Ucok harus pergi bersama. Karena mereka harus menaiki satu-satunya kendaraan yang ada.
"Hari ini ... Hari pertama pria mesum itu bekerja. Apa ia bisa bekerja melihat tampangnya, rasanya tidak meyakinkan." Batin Lili.
Seperti biasa Ucok menggonceng Lili, berpisah di gerbang sekolah, dan sepulang kerja Lili melihat Ucok sudah menunggu di bawah pohon jalutung.
Deg deg deg
Entah mengapa hati Lili sedikit bergetar, memandang Ucok.
Tubuh Ucok jangkung, berkulit putih mulus, dengan bulu-bulu lebat bertebaran di sepanjang tangan, janggut, jambang dan kumisnya.
Bibirnya merah seperti wanita, namun memiliki garis tegas.
Bibirnya jarang tersenyum ataupun berbicara, Ucok kebanyakan memperhatikan segala hal, kemudian melakukannya.
Matanya setajam mata elang, bila menatap sesuatu.
Ia sangat serius di dalam memperhatikan sesuatu. Garis rahangnya sangat bagus, bak pejuang-pejuang perang zaman dulu.
Ucok memiliki rambut hitam yang ikal, yang selalu berantakan, jari -jari tangannya yang panjang lukisan sempurna Sang Pencipta.
Lili memperhatikan setiap detail, di setiap lekuk di wajah Ucok hanya saja ada yang mengganjal di hati Lili.
"Mengapa pria setampan dia bernama, Ucok?! Bukankah itu biasanya hanya nama panggilan untuk pria, di suku Batak. Apakah si Ucok suku Batak? Apakah Ucok memiliki nama lain? Siapakah sebenarnya pria dingin ini?" ribuan pertanyaan menggelitik sanubarinya.
"Apakah ia seorang penjahat? tapi dari sikapnya selama ini, ia sangat baik. Walaupun ia sangat pendiam. Mungkin Ia memiliki masalah." Batin Lili terus bicara. Seperti biasa, Ucok mengambil alih sepeda ontel tanpa sengaja ekor mata Lili melihat luka di kedua belah tangan Ucok.
Pria mesum bin dingin bin arogan ini menggigit bibirnya, sedikit meringis kesakitan. Mungkin harga diri sebagai lelakinyalah yang membuat ia malu untuk menangis.
"Lagi-lagi kami diam." Batin Lili.
Lili melihat kedua belah tangannya melepuh rasa kasihan muncul di hati Lili. Ia tersentuh ... Sesampainya di rumah, Lili seperti biasa mandi menunaikan sholat Magrib dan memasak makanan malam. Lili mengambil alih pekerjaan rumah, karena ia tidak ingin Mak Upik sakit atau sampai terjatuh karena samar-samarnya cahaya lampu dan pandangan Mak Upik juga sudah sedikit menurun. Akan tetapi Mak Upik selalu tidak ingin berkaca mata.
Lili tidak ingin kehilangan lagi orang yang ia kasihi. Ia sudah mendapatkan cinta dari Mak Upik, para murid dan penduduk lokal dan itu suatu Keberkahan dari_Nya.
Suara burung hantu tertawa melingking, saat Lili ingin membeli anti nyamuk dan salep untuk luka Ucok juga pembalutnya, karena persediaanya habis di kotak obat.
Bbrrukkk!
"Pria mesum ini, lari terbirit-birit ketakutan hingga menabrakku.
Ga nyangka ... di balik wajah dinginnya dia penakut, dasar manja." Umpat batin Lili.
"Kamu tahu itu suara apa? Itu suara hantu perempuan, ia melihat seorang pemuda di depan rumah. Makanya ia memanggilmu .... " Lili sengaja menakutinya karena ia kesal.
Dan ia melihat wajah dingin itu sedikit memucat.
"Hahahaha, rasaain !! Mang enaak?Papale papale." Lili menari-nari di dalam hatinya. Lili tidak menyangka pria dingin itu mengikutinya, pria ini penuh pengertian.
Sepulang dari warung, Lili masuk ke kamarnya. Memeriksa semua PR siswanya. Saat Lili ingin merebahkan tubuhnya, ia teringat akan obat yang akan ia berikan kepada Ucok, Lili melihat Ucok sedang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Berikan tanganmu!" pinta Lili Ucok kebingungan terlihat dari ekspresi wajahnya.
Deg deg deg
Jantung Lili berdegub lagi karena debaran semangkin kencang, Lili Langsung mengambil salah satu telapak tangan Ucok, mengolesinya dengan obat. Debarannya terus saja bernyanyi, Lili takut Ucok mampu mendengar debaran jantungnya.
Lili terus mengolesi kedua belah tangan Ucok. Saat mata mereka saling pandang, Ucok memandang wajah Lili dengan tajam. Mata elang Ucok seakan menembus ke relung hatinya yang paling dalam.
Setelah selesai, Lili meninggalkannya, ia terburu-buru masuk ke kamarnya. Menutup pintu kamar, menguncinya dan berdiri di balik pintu kamar.
Menyilangkan kedua tangannya ke dadanya, ingin rasanya Lili menghentikan debaran jantungnya yang ingin meloncat ke luar,
"Apa yang terjadi denganku?" tanpa sadar Lili berbicara sendiri.
Malam semangkin larut, Lili gelisah di dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan kedua orang tuanya.
Lili terbangun saat azan subuh berkumandang. Seperti biasa Lili mengerjakan aktivitasnya. Sejak kehadiran Ucok sedikit banyaknya, pekerjaan rumah berkurang si pria mesum turut membantu tanpa di minta.
"Pria dingin ini, selalu memiliki kejutan yang tidak terduga.
Terkadang ia pulang dengan juntaian ikan, ia juga memperbaiki sepeda motor Abah, memperbaiki kandang ayam, memasakkan obat untukku." Batin Lili sambil memperhatikan Ucok dari jendela kamarnya.
Suatu senja sesuatu terjadi di pantai ada kesedihan mengganjal di hati Lili,
tanpa sengaja Ucok menarik tubuh Lili hingga ia terjatuh di atas tubuhnya.
Deg deg deg
Kembali desiran itu melanda hati Lili, apa lagi saat tangan Ucok menyentuh pipinya dan menci*um bibirnya. Kala tersadar ada rasa penyesalan di hatinya, ia metasa bersalah kepada Defri.
"Def ... maafkan, aku. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu." Batin Lili.
Lili melakukan kebiasaannya seperti biasa setelah makan malam, Lili memasuki kamarnya. Ia berusaha menghindari Ucok karena akhir-akhir ini wajah Ucoklah selalu datang di dalam mimpinya.
*******
Sejak kejadian sore hari di pantai itu, Lili selalu mengindari Dylan. Lili mengendarai sepeda ontel menuju ke sekolah.
Dylan mengendarai sepeda motornya, pergi bekerja.
"Lili, pergi bersamaku saja. Hari sudah siang, nanti kamu terlambat!" ajak Dylan menstater sepeda motor Abah.
"Tidak usah! Hari ini aku memang sengaja agak sedikit siang." Ucap Lili.
"Jangan memandangku ... kumohon .... " batin Lili. Ia menunduk getar di hatinya selalu saja terus mengganggu hari-hari terakhinya.
Dylan terus menatap Lili, "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi." Batin Dylan bertanya-tanya.
"Lili ... bila selama ini, aku telah menyakitimu. Maafkan aku! Tapi tolong katakan di mana salahku?" pinta Dylan. Ia tidak menyadari kesalahannya, ia telah menci*um Lili.
"Tidak … kamu tidak ada salah Cok! Sudah berangkatlah, sudah mulai siang. Kamu juga nanti terlambat. Jangan lupa bekalmu." Lili menyibukkan tangannya dengan hal yang ia sendiri tidak tahu, apakah penting dengan memilin ujung bajunya?
"Baiklah, berhati-hatilah sayang!" ucap Dylan sembari menancap gas.
"Aapaa?" Lili mematung tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
Lili menyentuh kedua pipinya, ada desiran hangat naik dari jantung ke wajahnya.
"Aaakh, ada apa denganku? Pria dingin ini ... Selalu saja membuatku tersipu." Batin Lili.
Mak Upik tersenyum memandang keduanya dari dalam rumah. Dylan menancap gas sepeda motornya menjauhi Lili, ia menutup rapat kedua bibirnya.
"Sialan … mengapa mulut ini selalu saja keceplosan. Aduh, Lili ... Wajahmu selalu saja menggodaku. Hush! Hush ....." Dylan berusaha mengusir bayangan Lili.
Ia mulai membayangkan, "Andaikan Lili seperti Sponge Bob berambut panjang ... Akh, dia tetap manis, andaikan dia seperti Sinchan dalam bentuk perempuan ... Waduh, dia juga tetap manis." benak Dylan berputar-putar mencadi sesuatu yang membuat ia bisa melupakan Lili.
Akan tetapi, tetap ada bayangan Lili hingga tanpa sadar ia kecebur parit.
"Aaaaa ... Ya Allah, aku tahu aku banyak salah tapi kenapa Engkau menghukumku dengan menaruh wajah Lili di mana-mana." Dylan berucap tanpa sadar.
Lili melihat Dylan dan sepeda motornya terjun bebas ke parit. Padahal tidak ada sesuatu yang menghalanginya.
"Hahaha ... Ucok pasti melamun lagi. apa sih yang sedang dipikirkannya?" Lili tertawa tanpa sadar. Lili mendekati Dylan yang sedang menaikkan sepeda motornya. Tubuh dan pakaian yang dikenakan basah kuyup, membuat jelas lekuk tubuh Dylan. Lili menelan salivanya, "Aduh, mataku sudah ternoda." Lili menutup kedua matanya.
Dylan melihat kedatangan Lili, dan merasa heran, " Mengapa Lili menutup kedua matanya dengan tangan? Apa ada yang salah?" batin Dylan, "Lili … apa yang terjadi dengan kedua matamu?" Dylan mendekati Lili. Ia tidak perduli dengan tubuhnya yang basah kuyup ataupun sepeda motornya.
Hanya satu di dalam hatinya. Ia tidak ingin melihat Lili terluka. Dylan menyentuh lembut kedua tangan Lili, berusaha melihat kedua belah mata Lili.
"Ap-apa yang kamu lakukan, Cok?" Lili kebingungan. Wajah Dylan hanya sejengkal dari wajahnya, Dylan sedikit membungkuk memperhatikan ke dua mata Lili.
"Apakah kedua matamu baik-baik saja Lili?" tanya Dylan memegang dagu Lili, memiringkan wajah Lili ke kanan maupun ke kiri.
"Aku … aku baik-baik saja! Hanya saja, menjauhlah dariku." Pinta Lili tubuhnya sedikit gemetar, entah mengapa tiba-tiba Lili sedikit meriang.
"Lili kamu sakit?" tanya Dylan, ia merasa tubuh Lili gemetar.
"Ti-tidak a-aku, hanya … mengapa kamu sampai bisa terjun bebas ke parit sih?" Lili menutupi sedikit kegugupannya.
"Aku … aku ... tiba-tiba remku blong!" Alasan Dylan, "Andaikan kamu tahu yang blong itu hatiku, bukan remku!" batin Dylan meringis.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Lili.
"Iya, Lagian hari ini adalah gajian pertamaku. Aku ingin ke kota. Selama sebulan di sini aku tidak pernah tahu kotanya seperti apa?" ucap Dylan.
"Ooo ...." Lili bingung harus menjawab apa.
"Kamu maukan nemani aku?" tanya Dylan penuh harap.
"Baiklah besok kita pergi." Jawab Lili.
Akhirnya Lili melanjutkan ke sekolah walaupun, sedikit telat begitu juga dengan Dylan. Dengan senyuman menghias di sudut bibir kedua insan yang telah jatuh cinta.
Tin tin tin!
Suara klakson sepeda motor berulang-ulang berbunyi di belakang sepeda motor Abah. Dylan menoleh ke belakang, ia melihat Ayu yang sedang melakukannya.
"Cok, berhentilah sebentar!" teriak Ayu. Dylan menghentikan laju sepeda motornya, ia melihat Ayu berdandan tetap seksi, dengan baju yang tetap terbuka di sana sini. Akan tetapi bagi Dylan ia merasa risih memandangnya beda sebelum ia mengenal Lili retinanya pasti sudah meloncat ke luar seperti kartun animasinya,
"Ada apa,Yu?" tanya Dylan akhirnya.
"Kamu mau ke mana?" Ayu bertanya matanya terus saja memperhatikan Dylan.
"Aku mau pergi kerja, maaf ya ... aku buru-buru! Lain kali saja ya kita sambung." Ucap Dylan.
"Kenapa harus buru-buru sih? Ayahku ... Temannya Bang Jo, nanti Ayahku akan mempermisikan kalau kamu telat, karena menemani aku." Bujuk Ayu.
"Memang … aku jongosnya kamu? Enak, aja!" batin Dylan, tidak begitu suka akan pribadi Ayu yang egois.
"Maaf, Yu! Cari orang lain saja. Aku buru-buru." Dylan langsung melanjutkan perjalanannya ke perkebunan.
"Sialan … berani sekali kau menolakku! Kamu belum tahu siapa aku? Aku akan membuatmu bertekuk lutut di kakiku. Kalau bukan karena wajah tampanmu, tak sudi aku mengemis kepadamu. Cih …. !!" ucap Ayu kasar.
"Semua ini pasti ulah wanita sialan itu ... Awas kau Lili!"
Bersambung...
Terima kasih buat pembaca yang sudah sudi, meluangkan waktunya. Author sangat membutuhkan komentar, like dan vote. Untuk penyemangat dan membuat karya lebih baik lagi author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Rini Sarmilah
Hadir kembali thor ❤❤👍👍 jangan lupa saling mendukung ya 🥰❤👍🙏🏻
2021-09-10
0
My_ChA
di desa terpencil kyk gtu ada jg ya bibit pekakor, ckckck
2021-08-28
0
Reina
udah mulai ya
berdebar debar
semangat kakak 😁
2021-08-10
0