"Mereka berbuat mesum! Kita harus menghakimi mereka." Suara-suara bergema
"Mereka telah mengotori kampung kita!." Suara lainnya.
"Ayoo, arak mereka! Mereka pantas dirajam!." Suara seseorang lainnya.
Lili dan Dylan terbangun, entah sejak kapan mereka tidur dengan posisi saling berpelukan.
Tangan-tangan menarik-narik tubuh mereka. Kepala Dylan berdenyut, saat seseorang memukul sisi kepalanya.
"Tolong ... jangan sakiti Ucok!" Lili menggapai-gapai tubuh Dylan, saat beberapa orang memukulnya Lili menangis.
"Tolong ... tidak ada yang terjadi! Kami tidak melakukan apa pun. Percayalah Pak?" Lili terus memohon, dengan posisi duduk dengan rambut hampir menutupi sekujur tubuhnya yang mungil, seorang wanita datang menjambak rambutnya.
Kesadaran Dylan muncul, saat Lili mulai menangis, seorang wanita menjambak rambut panjangnya.
"Aw! aduhh, sakitt ... Hentikann, kumohon... " Lili berusaha memegang rambutnya, merasakan sakit di kepala dan sekujur tubuhnya.
"Hentikan! Apa yang kalian lakukan kepadanya?" bentak Dylan. Ia berusaha melepaskan diri dan menggapai Lili. Ada perih di hatinya melihat teriakan dan kesakitan Lili. Namun, tubuhnya sendiri pun terbelenggu oleh tangan orang-orang yang ingin menghakiminya.
"Dasar sialan! Kalian berbuat zina di rumahku! " hardik seorang pria sangar brewokan, memukulkan tinjunya berulang-ulang ke perut Dylan juga wajahnya.
"Berbuat zina? Kami tidak melakukannya? Kami hanya berteduh." Jawab Dylan berusaha melindungi tubuhnya.
" Mana ada maling ngaku! Kalau ngaku penjara tidak akan penuh." Bentak wanita yang yang menjambak rambut Lili.
"Percayalah! Kami tidak melakukannya? Aduh, tolong ... Le-lepaskan Bu sakiitt?" cicit Lili.
" Dasar sund*l!" ucap wanita yang bertubuh kurus. Plakk plak! Telapak tangan wanita itu menampar wajah Lili.
"Tolong ... Lepaskan dia! Kalian boleh memukulku tapi, kumohon ... Ja-jangan Lili. Aku yang bersalah .... " mohon Dylan mengiba, kedua tangan Dylan dibekuk ke belakang pinggangnya, separuh wajahnya mencium lantai dan sebuah kaki tepat di atas wajahnya yang lain.
"Lihatlah ... Pria ini mengakuinya! Rajam saja mereka! Sesuai adat dan aturan kita." Balas pria si pemilik rumah.
"Kami tidak berzina! Bagaimana mungkin aku dan dia berzina, dia istriku." Jawab Dylan berbohong, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan mereka.
Keheningan terjadi sesaat.
"Aku tidak percaya! Itu pasti alasan mereka saja! Ayo, kita lihat KTP-nya" seseorang datang ingin menggeledah saku celana Dylan. "Bagaimana ini? Habislah sudah ... Tamatlah riwayat kami. Mama ... Tolonglah anakmu!" batin Dylan semangkin kacau.
"Kami masih menikah adat, Pak" ucap Lili tiba-tiba di sela tangisnya.
"Halahh ... Alasan mereka saja! " si pemilik rumah tetap tidak percaya.
"Bagaimana kalau yang dia katakan benar?" Seseorang yang sudah tua mulai ragu.
"Apa buktinya, kalau kalian sudah menikah? " tanya pria tua itu. Lili dan Dylan saling pandang mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Tolong ... Tanyakanlah kepada Mak Upik, kami tinggal bersamanya." Jawab Dylan akhirnya.
"Maafkan Ucok, Mak! Aku telah berbohong dan menyeret Emak" batin Dylan sedih.
"Halah ... itu alasan mereka saja! Bukankah ... ini Ibu Guru dari kota itu? ternyata kelakuannya sangat bejat!" Ucap seseorang lagi.
"Tunggu dulu, jangan main hakim dulu, sebaiknya ..., kamu Awin ... jemputlah Mak Upik dari kampung sebelah. Mereka biar kita bawa ke rumah Kepala Dusun." Ujar seseorang yang cukup bijaksana.
Dylan tidak peduli lagi, apa pun yang ingin mereka lakukan dan yang akan terjadi kemudian. Ia hanya ingin menghampiri Lili. Ia melepaskan cengkraman tangan seseorang dari rambut Lili.
"Lili ... mana yang sakit?"Dylan memeriksa tangan dan wajah Lili.
"Ucok ... hik hiks." Lili memeluk tubuh Dylan ia begitu ketakutan.
Tidak sedikit pun Lili melepaskan diri dari Dylan. Ia takut kekerasan terjadi lagi padanya maupun Dylan.
Para penduduk dari dusun sebelah mengarak Lili dan Dylan ke rumah Kepala Dusun. Seperti penjahat, ada yang melempari dengan batu kecil atau sayuran maupun buah apa pun yang mereka pegang.
Dylan melindungi Lili, ia terus mendekap Lili di dalam pelukannya. Tubuhnya sebagai tameng untuk Lili.
"Ya Allah, ... Aku banyak salah di dalam hidupku, aku mohon ... Jangan hukum Lili untuk semua kesalahanku. Dan kami tidak melakukan zina. Tunjukkanlah! Kebenarannya Ya ... Allah" sepanjang jalan Dylan terus berdoa.
Keduanya duduk di sebuah bangku panjang, Lili terus menggenggam tangan Dylan.
Dua jam kemudian, Mak Upik datang bersama Kepala Dusun Puak.
"Apa yang kalian lakukan pada anak dan menantuku?" tanya Mak Upik. Suara Mak Upik menggema di ruangan, semua penduduk diam. Lili berlari memeluk Mak Upik.
"Mak, kami tidak melakukan apa-apa!Mak ... Kami hanya berteduh! Karena hujan, banjir dan angin, Mak" Lili dengan berlinang air mata menjelaskan semuanya. Mak Upik memeluknya sekejab dan duduk di depan Kadus Panipah.
"Jadi ... Mereka benaran suami istri Mak?" tanya Kepala Dusun Panipah.
"Iya, mereka masih menikah adat. Surat-suratnya masih diurus karena mereka bukan pendududk dusun." Jawab Pak Kepala Dusun Puak.
"Kalau begitu, maafkanlah kami Mak, Pak Sanjaya." Ucap Pak Kepala Dusun
"Minta Maaflah ... kepada anak dan menantuku." Jawab Mak Upik dingin.
"Maafkan kami, Nak! Atas semua kesalahpahaman ini." Ucap Pak Kadus Panipah.
Lili hanya mengangguk begitu juga Dylan. Akhirnya semua penduduk meminta maaf kepada Lili dan Dylan.
Mak Upik, Pak Sanjaya, Dylan dan Lili pulang ke Dusun Puak. Sepanjang perjalanan pulang, Dylan dan Lili hanya diam mereka masih trauma dengan apa yang barusan mereka alami.
Sesampainya di rumah Mak Upik, Mereka berempat duduk.
"Ucok ... Lili, emak percaya kalian tidak pernah berbuat kurang ajar. Akan tetapi, penduduk Dusun Panipah tahu kalian sudah menikah. Jadi malam ini, kalian harus menikah secara adat dahulu." Ucap Mak Upik dengan tegas.
"Iya, Nak. bapak juga sependapat dengan Mak Upik. Bila kalian tidak menikah, mereka akan menghina dan menjuluki Mak upik pembohong. Karena menutupi kejahatan yang kalian tidak pernah lakukan." Jawab Pak Sanjaya.
Lili dan Dylan hanya mematung, tidak tahu harus berkata apa lagi. Mereka juga tidak ingin para penduduk menghujat wanita tua yang mereka sayangi.
Akhirnya, keduanya saling pandang dan menganggukkan kepala setuju.
Malam itu juga Mak Upik menikahkan Lili dan Dylan dengan saksi Pak sanjaya, Pak Kepsek Abdul dan para warga yang berduyun-duyun datang.
Karena Lili anak yatim piatu maka pernikahan langsung Bapak Penghulu yang menikahkan.
"Saudara, Ucok!" Tanya Pak Penghulu.
"Aku harus mengatakan namaku yang sebenarnya, walaupun ini pernikahan dadakan tapi ini sah di Mata Allah dan agama." Batin Dylan.
"Pak, Ucok itu nama panggilan orang tua saya, Pak. Nama saya, Dylan Andrian Munthe, Pak." Jawab Dylan.
Semua terdiam, " Baiklah." Ucap Pak Penghulu.
"Saudara Dylan Andrian Munthe, saya nikahkan dan kawinkan saudara dengan Cut Lili Hairani binti AlmarhumTeuku Aziz Syahputra dengan mahar uang tunai dua ratus tiga puluh ribu tunai." Ucap Penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Cut Lili Hairani binti AlmarhumTeuku Aziz Syahputra dengan mahar dua ratus tiga puluh ribu tunai." Jawab Dylan lantang walaupun, keringat dingin menetes di sekujur tubuhnya
"Sah?" tanya Pak Penghulu
"Saahhh!!" Jawab tamu yang hadir serempak.
Akhirnya malam itu juga, Lili dan Dylan sah menjadi suami istri.
Para tamu mengucapkan selamat dan do'a yang baik-baik kepada keduanya.
Lili dan Dylan duduk bersimpuh di hadapan Mak Upik. Lili menangis, "Mak .... " hanya itu yang terucap dari bibirnya.
"Berbahagialah ... Allah Maha Mengetahui segala_Nya dan pasti ... ada hikmah di balik sesuatu, Nak. Saling mengasihilah satu sama lain." Jawab Mak Upik membelai kepala Lili.
Pernikahan mereka sangat sederhana, Lili hanya menggunakan baju Syar'i tapi tidak mengurangi kecantikannya.
"Ucok ... emak titip Lili, bahagiakanlah ia. Jangan pernah sakiti hatinya. Penuhilah tanggung jawabmu sebagai seorang suami." Ucap Mak Upik memeluk Dylan.
Dylan hanya mengenakan kemeja kotak-kotak bergaris biru dan celana jeans. Untung saja ia masih membawa satu celana yang tidak sobek-sobek modelnya.
Pernikahan mereka sangat sederhana, tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya akan seperti ini.
"Aku ... Tidak pernah membayangkan pernikahanku akan seperti ini" batin Lili sedih, " Dulu ... aku membayangkan pernikahanku bak putri-putri raja tapi ... Mengapa begini? " sesak tangis di hati Lili.
Semua hidangan jamuan pernikahan, para warga yang menyiapkannya Dylan dan Lili terharu. Setelah semua penduduk dusun pulang.
Dylan dan Lili memasuki kamar masing-masing. Mak Upik melihat mereka, "Lili ... Ucok ... Kemarilah!" pinta Mak Upik sambil mengunyah sirihnya.
Keduanya duduk di hadapan Mak Upik,
"Kalian sudah suami istri, kalian tidak boleh tidur terpisah lagi. Ucok ... tidurlah di kamar Lili dan Lili ... sekarang Ucok suamimu, hormatilah dia dan saling berbagilah." Ucap Mak Upik.
Keduanya saling pandang cemas,
"Mengapa jadi begini ... ? Aku tidak mencintai Dylan, aku mencintai Defri!" batin Lili.
"Aku tidak pernah membayangkan seperti ini jadinya? Seharusnya pernikahan itu, bila keduanya saling mencintai? Akan tetapi ... Aku akan bertanggung jawab!. " Batin Dylan bingung.
"Baik, Mak!" keduanya menjawab serempak dan menuju ke kamar Lili. Saat keduanya memasuki kamar, keduanya bersisian hingga kesulitan masuk. Keduanya saling pandang, dan membuang wajah masing-masing. Akhirnya Dylan mengalah dan membiarkan Lili masuk duluan. Dylan memperhatikan kamar Lili yang lebih luas dari kamarnya. Tempat tidur sedikit lebih besar, lemari juga lebih besar dan di atas nakas ada foto bahagia tiga orang yang tersenyum mesra Ia seperti mengenal seseorang di sana. Ia meraih foto, memperhatikannya. Lili mengambil bingkai foto dari tangan Dylan, "Defri .... " lirih Dylan.
Lili tertegun, " Mengapa Dylan atau Ucok mengenal Defri" batin Lili.
"Kamu kenal Defri?" tanya Lili.
"Iya .... " sedikit rasa penasaran dan sakit di hati dylan. "Apakah Lili calon istri Defri?" batin Dylan tercenung.
Dylan memberikan bingkai foto kepada Lili. Dylan melihat ada kesedihan di wajah Lili, memandang ke arah foto itu. Ujung jemarinya yang lentik membelai mesra wajah-wajah di situ.
"Cok, ada yang mau aku bicarakan." Ucap Lili dengan suara kecil.
"Katakanlah, Lili" jawab Dylan. Ia tahu ada sesuatu di antara Lili dan Defri.
"Kamu tahukan ... pernikahan kita hanya karena kesalahan. Aku tidak bisa menerimamu, karena aku mencintai pria ini. Aku ingin pernikahan ini ... hanyalah sandiwara saja. Karena aku tidak bisa mencintaimu," ucapan Lili mengiris sesuatu di hatinya, hingga meninggalkan luka.
"Akh, perasaan apa ini? Mengapa hatiku rasanya sakit?" batin Dylan.
"Lalu .... " hanya satu kata yang terucap di bibir Dylan. Ia menunggu apa yang ingin Lili sampaikan. Namun, ia berusaha untuk tegar. Apa pun nantinya keinginan Lili, akan ia penuhi. Karena ia sadar pernikahan adalah sesuatu yang di jalani dengan dua hati yang saling mencintai dan mengasihi. Ia tidak boleh mengeluh.
"Aku, hanyanya ingin ... Bila di depan Emak dan semua orang dusun. Berpura-puralah! Kita menjadi suami istri yang baik. Bila kelak kamu menemukan seorang wanita yang mengasihimu, menikahlah ... Kamu bisa menceraikanku!"
Bagaikan petir menghantam ulu hati Dylan, ia tidak pernah menyangka pernikahan yang baru beberapa jam yang lalu harus segera kandas. "Ya Allah ... Cobaan apa lagi ini? Tidak puaskah Engkau menyakitiku? " batin Dylan marah pada diri sendiri atau pada Ilahi. Ia pun sudah tak tahu lagi.
"Jadi ... maumu? Sampai kapankah kita ... kita menjalani pernikahan ini?." Tanya Dylan.
"Kapan pun engkau mau mengakhirinya ... Aku siap, Cok! "
Dylan memandang Lili ada perasaan kesal, marah dan kesedihan di hatinya tapi ia berusaha tidak memperlihatkannya.
"Baiklah ... Apa pun yang kamu inginkan akan kupenuhi." Ucap Dylan akhirnya. Dylan tercenung, "Wajar ... setiap orang memiliki sebuah kisah masa lalu tapi aku ... kan suaminya? Seharusnya ia melupakan Defri .... " jiwa Dylan terbakar cemburu.
Dylan membaringkan tubuhnya ia mencoba untuk tidur, ia berpura-pura tidur memejamkan matanya, menajamkan semua indera pendengarannya tidak berapa lama, Lili menyusun bantal di antara mereka berdua. Dylan mengintip dari ekor matanya, "Apa yang Lili lakukan?" batin Dylan penasaran.
Lili merebahkan tubuhnya, memunggunginya, memeluk pigura foto dan, "Hiks hiks.." bahunya berguncang.
"Lili ... menangis, ia begitu mencintai Defri. Sainganku ... seseorang yang sudah meninggal. Bagaimana aku bisa meluluhkan hati Lili?" suara-suara hatinya terus bergema, "Aku tidak pernah bercita-cita mengganti istriku berulang-ulang. Bagiku ... Pernikahan sekali seumur hidupku."
Lili memunggungi Dylan, sesak di dadanya ia memeluk erat bingkai foto. Bayangan Defri di pelupuk matanya. Lili merasa bersalah dan berdosa, "Def ... Maafkan aku! Aku tidak menyangka jadi begini, aku mencintaimu ... Sangat mencintaimu tapi kehidupan mempermainkan cinta kita" isak tangis Lili menemaninya melewati malam pertama pernikahannya, serasa panjang malam berlalu.
Bersambung..
Terima kasih jangan lupa like, comen dan vote ya pembaca tersayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
delissaa
semangat
2021-09-13
0
Hiat
lah dia enak tiba2 nikah,,,lah gua pacara bertahun2 kagak nikah2🤣🤣🤣
canda✌️
2021-08-31
0
Reina
menikah tiba tiba
wah.
2021-08-21
0