Malam hari telah tiba, Echa dan teman-temannya sudah puas mencari makanan untuk mengisi perutnya itu.
"Kak Caca, Aira mau sama Kak Shiren ya." Ucap Aira yang sedang duduk di pangkuan Echa.
Saat ini mereka sedang berada di salah satu restoran yang lumayan mewah, memilih tempat duduk untuk 12 orang.
"Aira sama Kak Caca aja ya, nanti masuk angin, Kak Shiren kan naik motor Aira gak pake jaket." Ujar Echa sambil menyuapkan makanan kepada Aira.
"Tapi Aira mau sama Kak Shiren." Rengek Aira.
"Coba bilang sama Kak Bara, boleh gak?" Tanya Echa lembut.
"Kak Bara, Aira mau sama Kak Shiren Kak Avin ya.." ucap Aira sambil melihat Bara yang berada di samping Echa.
"Enggak. Nanti masuk angin Ra." Ujar Bara.
"Kak.. Boleh ya.." ucap Aira yang terus merengek kepada Bara.
"Iya," ujar Bara.
"Yey!!" Teriak Aira antusias.
"Kak, apaan si, nanti masuk angin gimana?" Tanya Echa.
"Nanti biar Gavin bawa mobil, kakak bawa motor Gavin." Jawab Bara. Echa yang mendapat jawaban itu agak tenang, dia kembali menyuapi Aira.
...----------------...
30 menit berlalu, pesanan mereka sudah habis dan saat ini mereka sudah berada di parkiran.
"Ayo," ajak Gavin yang sudah memegang kunci mobil Bara sambil melangkahkan kakinya menuju mobil Bara.
"Ayo Ra," ajak Shiren sambil menuntun Aira menuju mobil yang akan mereka tumpangi.
Satu persatu motor dan mobil sudah keluar dari parkiran.
"Pake jaket nya." Ucap Nathan yang melihat Hanin tidak memakai jaket miliknya.
"Nanti aja di jalan kak." Ujar Hanin.
"Sekarang, nanti bakalan susah." Ucap Nathan.
"Ya udah iya, ni Hanin pake." Ujar Hanin sambil memakai jaket milik Nathan. Sedangkan Nathan yang melihat wajah cemberut Hanin hanya bisa tersenyum tipis, menggemaskan.
"Ayo." Ajak Bara sambil memakai helm milik Gavin. Echa yang mendapat ajakan seperti itu langsung naik keatas motor Gavin yang di kendarai oleh Bara.
"Masukin tangannya ke saku Hoodie kakak." Ucap Bara yang melihat Echa tidak memakai jaket.
"Enggak." Ujar Echa.
"Dingin Ca," ucap Bara sambil menarik tangan Echa, dan memasukkannya ke saku Hoodie Bara.
"Ish Kak.." ucap Echa sambil menarik tangannya, namun tetap saja Bara tidak memperbolehkan tangannya keluar dari saku Hoodie miliknya.
"Udah malem, gak paket jaket nanti sakit." ujar Bara.
"Nasib jomblo emang kayak gini ya?" Tanya Devan yang nasib jok motornya belum terisi siapapun.
Meskipun Devan banyak di dekati wanita kampus tapi katanya dia ingin mendapatkan wanita yang seperti Mira, kakaknya.
"Makannya cepet cari." Ucap Alvero yang sedang memakai jaket miliknya.
"Gak ada yang pas." Ujar Devan.
"Siapa tau nanti di acara Kakak Nemu yang pas ya." Ucap Mutiara.
"Semoga aja tapi kayaknya gak bakalan deh," Ujar Devan.
"Pasti ada Dev." Ucap Alvero.
Saat Devan ingin membalas perkataan Alvero, tiba-tiba saja ada satu mobil yang membunyikan klakson yang sangat nyaring.
Tin..
"Azka!" Teriak Bara, Nathan, Devan dan Alvero sambil menatap kearah Azka yang berada di belakang motornya.
Siapa lagi kalau bukan Azka? orang paling petakilan diantara yang lainnya, namun dia juga bisa menjadi orang yang paling peduli terhadap teman-temannya.
"Buruan, udah malem, pengen tidur." Ucap Azka yang membuka jendela mobil.
"Iya, gak usah pake klakson juga Ka." Ujar Alvero.
"Yaudah maaf, buruan." Ucap Azka.
Mereka semua menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan standar.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang melihat kepergian mereka dengan tatapan tajam, dendam dan amarah.
"Aku kembali." ucap orang tersebut sambil mengepalkan tangannya dan tersenyum tipis menatap kepergian Echa dan teman-temannya yang lain.
"Kapan masuk kampus Ca?" tanya Bara memecah keheningan di kotor mereka.
"Tanggal 12 Agustus." jawab Echa yang merasakan perutnya sakit.
Bara yang melihat raut wajah kesakitan Echa lewat pantulan spion itu langsung memberhentikan motornya ke tepi.
"Kenapa berhenti Kak?" tanya Echa sambil melihat sekeliling jalanan sepi. Bara tidak menjawab pertanyaan Echa, dia langsung melepaskan helm untuk melepaskan Hoodie miliknya dan di berikan kepada Echa.
"Pake." ucap Bara sambil memberikan Hoodie miliknya
"Pake aja sama Kakak, Nanti masuk angin, Caca kan kehalangan sama kakak." ujar Echa.
"Pake." ucap Bara dengan nada yang mulai tidak bersahabat. Echa yang mendapat perkataan seperti itu mau tidak mau harus memakai Hoodie milik Bara.
Echa mengambil Hoodie tersebut dari tangan Bara dan memakainya meskipun agak kebesaran di tubuhnya yang mungil.
"Udah?" tanya Bara dengan nada yang mulai lembut.
"Udah." jawab Echa.
Bara yang melihat Echa sudah selesai memakai Hoodie miliknya itu langsung melajukan kembali motornya.
Echa mengeratkan pelukannya kepada Bara ketika banyak sekali sosok yang berseliweran di jalanan sepi seperti ini, apalagi motor Bara adalah satu-satunya kotor yang menerangi jalanan tersebut.
Bara yang merasakan Echa mengeratkan pelukannya itu, langsung mengelus punggung tangan Echa dengan lembut untuk sedikit menenangkannya dari rasa takut.
"Gak apa-apa, ada kakak." ucap Bara. Echa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, namun disaat itu juga Echa merasakan sakit di perutnya yang sangat hebat.
Echa menundukkan kepala sambil memegang perutnya yang sakit.
Kenapa sakit banget? tanya Echa dalam hati yang merasakan sakit di perutnya.
"Ada yang sakit?" tanya Bara yang melihat Echa menundukkan kepalanya.
"Perut Caca sakit banget." jawab Echa sambil memejamkan matanya mencoba untuk tidak merasakan sakit di perutnya.
"Bentar lagi nyampe." ucap Bara. Echa tidak menjawab perkataan Bara, sakit di perutnya semakin menjadi-jadi.
"Sakit kak.." ucap Echa sambil memegang perutnya.
"Mau berhenti dulu?" tanya Bara. Echa yang mendapat pertanyaan seperti itu hanya menggelengkan kepalanya.
...----------------...
10 menit telah berlalu, Bara dan Echa sudah sampai di parkiran apartemen. Echa langsung turun dari motor Bara sambil memegang perutnya yang masih sakit.
Bara melihat kearah Echa yang sedang memegang perutnya dengan bibir pucat. Bara yang melihat itu langsung mengendong tubuh Echa, sedangkan Echa yang mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu langsung mengalungkan tangannya ke leher Bara.
"Kak! turunin. Caca bisa jalan sendiri." ucap Echa sambil melihat sekeliling, untungnya tidak ada orang sama sekali.
"Enggak." ujar Bara yang masih menggendong Echa.
"Kakak malu!" ucap Echa yang melihat meja resepsionis sedang tersenyum kearahnya. Namun Bara tidak mengindahkan ucapan Echa, dia tetap melangkahkan kakinya menuju lift.
"Kak turunin Caca, malu. Caca bisa sendiri." ucap Echa yang sudah masuk kedalam lift, untung saja tidak ada orang lagi yang masuk kedalam lift.
Bara yang mendengar perkataan seperti itu langsung menurunkan tubuh Echa pelan-pelan.
Di saat Echa sudah turun, dia kembali merasakan sakit yang begitu hebat di perutnya.
"Sakit lagi kan?" tanya Bara yang melihat Echa kembali memegang perutnya.
"Engga.." Jawab Echa yang berpura-pura kuat.
Ting.
Lift sudah sampai di lantai 5, Echa dan Bara langsung keluar dari lift itu sambil merasakan perutnya yang sakit di setiap melangkahkan kakinya. Perutnya seperti di cabik-cabik oleh sesuatu.
"Kak.. sakit.." ucap Echa yang memberhentikan langkahnya dan menatap kearah Bara.
Bara yang melihat bibir Echa semakin pucat itu langsung mengendong lagi tubuh Echa menuju apartemen milik Echa.
Bara yang sudah sampai di apartemen Echa langsung membuka kunci dan pintunya, membawa Echa kedalam kamar.
Bara langsung menidurkan tubuh Echa di kasurnya, setelah itu, dia turun kebawah untuk mengambil air hangat untuk Echa.
"Minum dulu." ucap Bara sambil memberikan gelas berisi air hangat.
Echa bangun dari tidurnya dan menerima air minum tersebut dan meminumnya hingga habis, perutnya sudah membaik meskipun masih ada rasa sakit.
"Masih sakit?" tanya Bara sambil melihat wajah Echa yang masih pucat dan memberikan minyak kayu putih. kepada Echa.
"Masih." jawab Echa sambil mengoleskan minyak kayu putih itu keperutnya yang sakit.
"Kak Caca!! Kak Bara!!" Teriak seseorang dari lantai bawah.
"Kak Caca di atas Ra." ucap Echa yang mendengar suara teriakan itu milik Aira.
Tidak ada sahutan lagi dari bawah, namun Echa melihat Aira yang datang ke kamarnya.
"Kak Caca kenapa?" tanya Aira yang melihat wajah pucat Echa.
"Gak apa-apa, cuman masuk angin aja." jawab Echa sambil mengelus kepala Aira yang duduk di sampingnya.
"Maafin Aira ya, kalau Aira gak sama Kak Shiren, Kak Caca gak bakalan sakit." ucap Aira sambil menatap Echa.
"Ini bukan salah Aira, Kak Caca emang udah gak enak badan dari waktu berangkat juga." ujar Echa. Aira tidak membalas perkataan Echa, Aira malah memeluk tubuh Echa dari samping.
"Sama siapa kesini Ra?" tanya Bara.
"Dianterin sama Kak Gavin." jawab Aira.
"Terus sekarang kemana?" tanya Bara.
"Udah pergi, katanya mau ngerjain tugas buat besok ada kelas." jawab Aira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
someone
entah kenapa gw mikirnya namira? 😭
2024-05-14
0
lady daisy
riana ke ratu thorr
2022-10-18
0
Suzieqaisara Nazarudin
pasti Riana yg kembali,kalo Namira udah dlm peti mati di rantai ama kuasa milik Gavin udah gak bisa kluar lagi...
2022-05-11
0