Netra sipit itu membulat sempurna, menyoroti lengan jas berwarna abu-abu yang dipakainya tersentuh oleh sarung tangan karet yang basah berbau amis dengan beberapa sisik ikan yang menempel di sana.
Gadis itu pun ternganga, menyadari kecerobohannya dengan tidak melepas sarung tangan terlebih dulu sebelum menahan lengan sang atasan. Gegas ia lepaskan cengkraman tangannya, tetapi hal itu tak membuat bau amis dan noda di lengan jas mahal milik Yang Pou Han menghilang.
"Kau!"
"Maaf, Tuan. Saya ... tidak sengaja."
Gurat ketakutan terlihat jelas di wajah Nindy. Ia tahu bahwa dirinya bersalah, tetapi andai Yang Pou Han bisa diajak bicara dengan baik-baik, maka kejadian itu tidak akan terjadi. Nindy hanya takut kehilangan kesempatan untuk berbicara dengan lelaki itu.
Di saat Yang ingin membentak dan memarahi gadis itu, suara asisten Lie Am membuat Yang menghentikan amarahnya.
"Tuan Sean Paderson." Nampaklah lelaki itu menyapa dengan menundukkan wajahnya hormat kepada seseorang yang baru saja datang, berdiri di belakang Yang Pou Han.
Lelaki itu menoleh, mendengar nama "Sean Paderson" disebut oleh asistennya.
Hari ini adalah hari pertemuan dengan beberapa pemegang saham untuk rapat penting terkait pengembangan dan pemasaran tempat wisata The Miracle Ocean Garden.
Sebagai pemilik saham tertinggi, Yang Pou Han akan menjadi pemimpin dalam rapat penting kali ini. Beberapa orang sudah menunggu di dalam ruangan, sementara tamu penting mereka yaitu Sean Paderson nampak baru datang dan melihat insiden memalukan itu dengan mata kepalanya sendiri.
"Apa kau akan melakukan rapat dengan kondisimu yang seperti itu? Ouuwhh, sepertinya kau harus mandi dan membersihkan diri dengan benar. Baumu tak jauh seperti pedagang ikan saja." Lelaki itu menutup hidungnya dengan beberapa kali mengibas-ngibaskan tangan demi menghalau bau yang sebenarnya tidak terlalu tajam.
Ya, lelaki itu sudah terbiasa membuat Yang Pou Han kesal. Dia adalah teman masa kecil, musuh bebuyutan sekaligus rekan bisnisnya.
"Aku cukup mengganti pakaianku. Kau tidak perlu berlebihan seperti itu."
Dia terkekeh, mengabaikan raut kesal di wajah Yang Pou Han.
"Tunda satu jam lagi. Bereskan kekacauan yang kaubuat. Aku akan kembali setelah satu jam itu terlewat." Lelaki itu berbalik, melangkah meninggalkan Yang Pou Han. Namun, dengan wajah geram, Yang bergegas menahannya.
"Sean, berhenti! Kau jangan berbuat seenaknya dengan menunda rapat satu jam ke depan. Aku akan cepat bersiap diri. Jangan ke mana-mana!"
Lelaki yang bernama Sean itu menghentikan langkahnya, sedikit memutar badan. Menatap tajam ke arah Yang Pou Han. "Aku tidak suka menunggu. Satu jam atau tidak sama sekali. Lagi pula istriku sudah terlalu lama menunggu, dia sudah pasti merindukanku. Aku akan kembali setelah menemui istriku." Lelaki itu sengaja mengucapkan hal itu, membuat jiwa kesendirian Yang Pou Han terhantam seketika.
"Cih, kau baru saja tiba. Dia tidak mungkin merindukanmu." Nampak kesal Yang Pou Han mengatakannya.
Tersenyum sinis, Sean melanjutkan perkatannya. "Kau berkata seperti itu karena tidak ada yang merindukanmu. Sudahlah, bereskan kekacauan yang kaubuat. Dan berhenti menggangguku. Aku kembali satu jam lagi."
Lelaki itu berlalu, meninggalkan Yang Pou Han dengan wajah masamnya. Merutuki sikap menyebalkan seorang Sean Paderson yang sengaja mengumbar kemesraan di depan jiwa kesendiriannya.
Tatapannya beralih ke arah Nindy. Gadis berhijab yang masih mengenakan apron dan sarung tangan karet itu menunduk, takut.
"Suruh dia pergi!" perintahnya kepada asisten Lie Am yang segera dikerjakan dengan cepat.
Yang berlalu, pergi tanpa menoleh sedikit pun kepada Nindy.
************
Hari ini begitu ramai pengunjung. Harga tiket yang masih dalam status promo membuat para wisatawan rela berdesak-desakan demi mendapatkan kesempatan menikmati indahnya wisata baru itu dengan harga miring.
Nindy dan semua tim yang bekerja terlihat begitu sibuk melayani para tamu. Pelatih anjing laut yang menjadi satu tim dengan Nindy melakukan atraksinya di depan ribuan pengunjung. Nindy bertugas menyediakan pakan untuk diberikan sebagai hadiah jika hewan itu bisa melakukan atraksi dengan benar.
Baru kali ini Nindy melihat atraksi lucu dari tingkah mamalia laut itu. Beberapa kali ia terlihat bertepuk tangan dan berteriak senang saat si mamalia laut itu berhasil melakukan atraksi.
Dari kejauhan, nampaklah seseorang sedang memperhatikannya. Senyum di bibir ikut merekah seiring dengan pandangannya yang tak lepas dari sosok berhijab itu.
*****
"Tuan, saya ingin bicara," tukasnya ketika melihat Yang Pou Han telah keluar dari ruangan itu bersamaan para dewan direksi.
Kesempatan berbicara dengan lelaki itu sangatlah langka. Nindy sempat menanyakan kepada rekannya jika Yang Pou Han memiliki banyak bisnis, sehingga kedatangannya ke tempat itu tidaklah setiap hari, melainkan jika ada keperluan saja.
Dengan membuang rasa malu, serta mengumpulkan semua keberaniannya. Kembali gadis itu menghadang presiden dari YP Corp yang membuat semua orang terperangah melihat aksinya.
"Saya ingin membuat perjanjian tertulis." Ekor matanya menilik banyak sekali pasang mata yang sedang menatapnya. Masa bodoh, dia sudah tidak peduli. Dalam pikiran Nindy, kelangsungan hidupnya jauh lebih penting daripada perkataan dan pandangan orang lain terhadap dirinya.
Dia sudah kehabisan uang untuk biaya hidup, sementara sewa kontrakan dan pengeluaran lainnya harus segera dibayarkan.
Nindy menghela napasnya, menatap Yang Pou Han dengan sama tajamnya.
"Saya tidak menerima hukuman yang tidak masuk akan seperti ini. Saya juga butuh keadilan."
Yang menatap malas ke arah gadis itu. Namun, sejenak kemudian dia berbicara.
"Ikut aku!" Membalik badan, tanpa menunggu jawaban dari Nindy, lelaki itu beranjak pergi.
Nindy bergegas mengejarnya, mengekor di belakang asisten Lie Am yang selalu setia dengan atasannya.
Ketiganya berhenti ketika memasuki sebuah area private yang sepertinya jarang dimasuki orang dengan bebas. Bahkan mungkin karyawan biasa tidak akan berani memasukinya.
Lantainya berkilat, bersih dan kesat. Pantulan bunyi sepatu dari ketiga orang itu berdecak, membuyarkan keheningan yang terasa di ruangan istimewa itu.
"Tutup mulutmu itu! Apa julukan kuda nil terlampau bagus untukmu? Oh ya, aku tahu kau tidak pernah melihat ruangan seindah ini, 'kan? Meskipun begitu, jangan pernah menunjukkan wajah bodohmu itu kepadaku."
Nampak gadis itu berdecak, menghentakkan kakinya kuat-kuat ke lantai marmer itu. Ingin sekali tangannya menghantam mulut pedas Yang Pou Han. Apakah dia sebelumnya tidak pernah belajar tentang tata krama? Apakah mulutnya memang diciptakan untuk menghina orang?
Memang paras dia rupawan, tetapi jika tidak diimbangi dengan perkataan yang santun, wajah rupawan itu sama sekali tidak berguna untuknya. Sungguh lelaki menyebalkan, sombong dan angkuh.
Lelaki itu duduk di sofa panjang. Punggung bersandar, tangan kanan merentang ke sandaran sofa dengan kaki kiri dinaikkan ke atas lutut satunya. Pandangannya masih tajam menghunus ke arah Nindy.
"Apa yang kau inginkan?"
Nindy bergerak maju, mendekat ke arah Yang Pou Han. Kali ini, dia harus berhasil melakukan negoisasi dengan lelaki sombong itu.
"Aku ingin kesepakatan baru. Hukumanku sangat tidak masuk akal."
"Tidak masuk akal? Apakah penjara lebih masuk akal untukmu?"
"Hei, jangan bicara tentang penjara lagi! Aku sudah dua hari bekerja, tetapi kau masih saja membahas tentang penjara. Kau pria yang sangat menyebalkan."
Yang menurunkan kaki, hingga kedua alas sepatu itu menapak sempurna di atas lantai. Dia mengangkat dagu, melebarkan netra sipitnya. "Kau meyebutku apa?"
"Ah, tidak. Kau hanya salah dengar, Tuan."
Gegas lelaki itu beranjak dari duduknya. Berdiri menghampiri Nindy, hingga gadis itu memundurkan langkah ke belakang sebanyak tiga kali.
"Aku bukan pria tuli. Hukumanmu aku tambah. Kau bekerja tidak dibayar selama dua bulan. Tidak ada bantahan, atau penjara akan menunggumu."
Nindy ternganga, bagaimana bisa hukumannya malah diperpanjang. Akan jadi apa nasibnya nanti. Uang untuk makan sudah tiada, tempo membayar kontrakan semakin dekat sementara pekerjaannya sama sekali tidak menghasilkan uang.
Yang Pou Han melangkahkan kakinya menuju pintu. Dengan cepat, Nindy meraih tangan itu untuk menahan Yang agar tidak pergi.
"Cukup! Kau sudah sangat keterlaluan, Tuan. Baiklah saya mengaku bersalah, tetapi hukumanmu sangat tidak masuk akal. Aku juga butuh uang untuk makan dan tempat tinggal. Kebutuhan hidupku sangat banyak, tetapi dengan jahatnya kau mempekerjakanku dengan cuma-cuma. Ini sudah kelewat batas. Aku tidak mau!"
Yang tidak menghiraukan perkataan Nindy. Netra kecoklatan itu hanya menatap tangan Nindy yang masih mencekal lengannya dengan kuat.
"Kau berani menyentuhku lagi?"
"Iya. Kau mau apa? Menambah hukumanku lagi, hah? Lakukan saja! Aku tidak takut." Nindy menantang tatapan marah Yang Pou Han. Sudah terlanjur kesal, ditakuti hanya membuatnya semakin tertindas. Nindy berusaha keras agar rasa takut dalam jiwanya tidak muncul ke permukaan.
"Kau!" Yang ingin menghempaskan cengkraman tangan Nindy dari lengan jasnya, tetapi rasa cengkraman itu semakin lama terasa semakin kuat hingga lelaki itu mengernyit heran.
Nindy terlihat kesakitan dengan wajah pucat pasi. Tangan kanan dia yang terbebas, menahan perutnya yang kesakitan.
BUUGH.
Gadis itu roboh. Cengkraman tangannya terlepas dari lengan jas Yang Pou Han. Dia terkulai lemah di atas lantai berbahan marmer itu.
Seketika Yang menekuk kakinya, membungkuk untuk kemudian mengguncang bahu Nindy.
"Hai, bangun, bangun! Nindy!"
Tidak ada jawaban. Gadis itu masih terpejam rapat dan belum sadar juga.
Asisten Lie Am bertindak cepat. Menghubungi tim medis untuk mengangkat tubuh Nindy dan membawa gadis itu ke klinik kesehatan.
"Gadis yang merepotkan," gumam Yang kemudian.
******
"Apakah masih ada lagi?" Gadis itu nampak malu-malu mengucapkannya. Di atas meja sudah ada dua buah mangkuk kotor bekas sup daging yang baru selesai ia makan, tetapi rasanya dua mangkuk sup belum juga membuat perutnya kenyang.
Satu mangkuk sup yang masih hangat disodorkan di atas meja. Harum masakan itu menggelitik indra penciumannya hingga perut yang masih lapar menuntut untuk segera melahapnya.
Kuah sup yang kental, daging yang empuk menyatu dengan bumbu-bumbu racikan yang meresap sempurna membuat lidahnya berpesta pora ketika mengunyahnya. Sungguh ini terasa seperti di surga.
Baru dua sendok yang masuk ke mulutnya, tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Nindy hingga gadis itu tersedak.
"Apakah kau seorang kuli? Nafsu makanmu sangat besar. Jika begini terus, kau akan merugikan perusahaan." Yang Pou Han berkata sembari menyandarkan tubuhnya di bibir pintu dengan tangan bersedekap di dada. Matanya menatap Nindy dengan pandangan mencemooh juga merendahkan.
Segera ia raih gelas yang berisi air putih itu lalu diteggaknya hingga tandas.
Sungguh membuat selera makan Nindy hancur seketika. Dia melirik kesal ke arah Yang Pou Han. Tidak bisakah lelaki itu menunggunya hingga menyelesaikan makannya terlebih dulu. Kesempatan makan enak seperti ini jarang bahkan sulit untuk didapatkannya kembali. Apakah lelaki di depannya itu memang memiliki kebiasaan menghancurkan kesenangan orang lain?
"Aku memang suka makan. Kenapa? Apakah kau akan menghitung semua ini sebagai hutang?" teriaknya kesal.
"Tentu saja. Kau baru saja menghabiskan tiga mangkuk sup daging yang berasal dari restoran mewah. Seharusnya harganya cukup mahal dan mempengaruhi keuangan perusahaan. Jadi, untuk melunasi semuanya, kau harus menambah waktu bekerjamu."
Nindy membuka mulutnya, tidak menyangka memiliki atasan yang begitu perhitungan seperti itu.
"Tuan, kau sangat keterlaluan. Karyawanmu hampir mati kelaparan saja, kau masih memikirkan untung rugi. Bagaimana aku bisa bertemu dengan orang kaya pelit sepertimu."
"Apa katamu?" Yang membentak, tidak terima dengan sebutan Nindy yang ditujukan kepadanya. Wajahnya terlihat memerah, geram bercampur marah yang ditahan.
Nampaklah Nindy menelan ludah. Keberaniannya yang semula sudah dikumpulkannya menyusut tiba-tiba. Bayangan lelaki pemarah itu memarahinya habis-habisan sudah tergambar dalam pikirannya.
Ah, hukuman apa lagi yang akan dia terima kali ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bzaa
semangat nin... jgn Mao ditindas
2023-04-17
1
Sunarty Narty
ayo nin semangat
2022-10-24
0
❄️ sin rui ❄️
dari awal waktu di novel nya salwa sean, aku emang udah gak sabar nunggu author buat bikin cerita sendiri tentang si yang po han, ku tunggu2 lama banget ehh pas tadi cek udah ada bahkan udah end...
2022-07-30
0