Yang masih menarik lengan gadis itu, mengabaikan sikap melawan dari tangan yang sedari tadi meronta menuntut untuk segera dilepaskan.
"Tuan, sedikit kasihanlah kepadaku." Wajah memelas masih ditampilkannya, berusaha mencari simpati Yang agar terbebas dari hukuman yang mungkin sangat mengerikan.
"Masuk!" perintah Yang tegas.
Gadis itu menghela napas berat. Kendati ingin menolak, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menurut perintah lelaki pemarah itu.
Seseorang berseragam dengan logo "The Miracle Ocean Garden" menempel di bagian dada, datang menghampiri sembari mengangguk hormat ke arah Yang Pou Han.
"Dia pengunjung ilegal. Sebaiknya kau urus dia."
Nampaklah raut ketakutan di wajah gadis itu, menatap Yang Pou Han dengan wajah memohon. Berharap rasa iba hadir dalam hati tuan pemarah itu.
Yang menghempaskan bokongnya di atas kursi sofa, menyandarkan punggung dengan satu kaki ditekuk ke atas lutut kaki yang lain. Tangannya bersedekap sembari menatap lurus ke arah gadis berhijab itu. Pandangan yang ditunjukkannya begitu sulit diartikan.
Gadis itu menelan ludah. Gugup dengan situasi yang sedang terjadi. Apa yang akan dilakukan si tuan pemarah kepadanya?
"Siapa namamu, Nona?"
Seketika pandangan gadis itu teralihkan, menatap petugas yang duduk di balik meja kerja dengan pakaian seragamnya.
Bibir gadis itu bergetar, ragu, tetapi tak ayal dia katakan juga. "Nindy."
"Nama lengkap." Suara dingin dari tuan pemarah itu menyela.
"Anindia Safitri."
Nampaklah petugas itu mencatat nama gadis itu di sebuah kertas dengan menggoreskan pena hitamnya dengan lincah.
"Usia?"
"Dua puluh empat tahun." Sedikit melirik ke arah tuan pemarah, gadis bernama Nindy itu menjawabnya.
"Mengapa Anda tidak membeli tiket masuk?"
Dia terdiam, ingin mencari alasan pun percuma. Karena ia tahu bahwa si pemilik tempat wisata itu tak sebaik penampilannya.
Petugas itu setia menunggu jawaban dari Nindy. Namun, yang ditunggu sepertinya tak ada niatan untuk membuka suara.
Cukup lama kebisuan itu terjadi, hingga pada akhirnya Yang Pou Han angkat bicara.
"Keluarlah! Aku akan mengurusnya."
Lelaki berseragam itu mengangguk patuh. Berdiri dari tempat duduk, melangkah keluar dari ruangannya bekerja, membiarkan tuannya berdua dengan si pembuat masalah.
Nindy bertambah gugup. Matanya tak lepas dari sosok yang sekarang sudah berdiri di depan mata. Alih-alih menghindar, dia justru memperhatikan pergerakan Yang Pou Han dengan was-was.
"Ke kantor polisi, atau bekerja selama satu bulan tanpa dibayar."
Dia ternganga. Pilihan macam apa itu? Tidak ada satu pun yang menguntungkannya.
Memang dia bersalah, tetapi mempekerjakan seseorang selama satu bulan penuh tanpa digaji adalah hal yang sudah sangat keterlaluan, bukan?
Dia butuh makan, juga membayar sewa tempat tinggal. Jika dia bekerja tanpa di bayar, lantas bagaimana cara Nindy mencukupi kebutuhannya setiap hari?
"Janganlah terlalu jahat, Tuan! Kau sudah kaya. Seharusnya sedikit berbaik hati kepada rakyat jelata seperti saya."
Lelaki itu hanya menatap dengan wajah datar. Tidak memedulikan Nindy yang masih mengiba kepadanya.
"Bekerja atau penjara?"
Nindy mendesah kasar. Sungguh dia sangat membenci pria angkuh dan sombong di depannya itu. Tak ayal, akhirnya anggukan ia lakukan demi segera menyelesaikan permasalahan itu agar tidak berlarut-larut.
"Baiklah, aku akan bekerja di sini selama satu bulan penuh."
"Bagus. Pilihan yang bijak. Kau bisa mulai bekerja sekarang, Nona."
Kembali mulutnya ternganga. Tidak menyangka jika hukuman itu diberlakukan mulai sekarang.
"Tidak perlu membuka mulut lebar-lebar. Apakah kau ingin bersaing dengan kuda nil?"
Hinaan macam apa itu? Nindy tidak terima jika wajah cantiknya disamakan dengan kuda nil. Gadis itu ingin membalas perkataan Yang, tetapi pergerakan lelaki itu yang membanting sebuah pakaian yang masih terbungkus plastik di atas meja mengurungkan niatnya.
"Gunakan seragam itu! Setidaknya seragam itu lebih bersih dan harganya lebih mahal daripada pakaian lusuh yang kau kenakan. Waktumu tidak banyak, jadi berhenti berpikir membalas perkataanku dan segera bersiap diri."
Pintu ruangan itu tertutup dengan Yang Pou Han sudah keluar dari ruang pengaduan.
Nindy berdecak kesal. Meskipun begitu, ia segera bersiap diri sebelum mulut pedas Yang kembali mengucapkan kata-kata yang bisa melukai harga dirinya lagi.
***********
Jus jeruk itu berputar-putar bersamaan butiran es kristal dengan pergerakan searah sesuai dengan pipa bambu itu digerakkan. Yang Pou Han duduk di salah satu rumah makan yang berada di lokasi "The Miracle Ocean Garden". Tangannya masih setia mengaduk jus jeruk itu dengan pandangan mengarah keluar, di mana si gadis unik yang baru saja mendapatkan hukuman darinya itu bekerja.
Sedikit senyuman terbit di bibirnya. Yang masih sangat mengingat dengan kejadian saat itu. Tepatnya sekitar satu tahun yang lalu, ketika awal seorang Yang Pou Han resmi berstatus sebagai duda karena kegagalannya dalam membina rumah tangga.
Malam itu, pikiran Yang Pou Han sedang kalut dengan banyak beban yang membebat di kepalanya. Lelaki itu memerintahkan sopir pribadinya untuk segera menepikan mobil. Sepertinya, sedikit menghirup udara malam di luar ruangan bisa membantu menenangkan otak serta pikiran.
Mobil terhenti tepat di atas jembatan. Tampaklah asisten Lie Am yang duduk di samping kursi kemudi masih berkutat dengan berkas-berkas yang dibawanya dari perusahaan dengan beberapa kali menguap sembari menutup mulut yang terbuka menggunakan telapak tangan. Lelaki yang sangat setia dengan Yang Pou Han itu nampak letih dengan banyaknya pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktunya.
Yang meraih tuas pintu, bergegegas membuka pintu seraya menyeret pantatnya ke tepian. Namun, ketika kakinya hendak turun dari mobil, seseorang perempuan yang tak dikenal mendorong tubuh Yang hingga lelaki itu yang hampir keluar dari mobil terpaksa masuk lagi ke dalam mobil itu bersamaan perempuan yang mendorong tubuhnya.
Lelaki itu merasa kesal, ingin memarahinya. Bagaimana ada seseorang yang tidak sopan memasuki mobil pribadinya dan berani mendorong Yang seperti itu.
Namun, ketika mulut Yang akan terbuka, matanya teralihkan kepada beberapa sosok laki-laki bertubuh kekar sedang berlari ke arah mobilnya. Sementara ia melihat perempuan tak dikenal itu sedang menunduk, menyembunyikan tubuh di bawah kursi dengan kepala menyentuh lutut Yang.
"Jalan!" Yang Pou Han memerintahkan sopir untuk menjalankan mobilnya.
Seketika mobil itu melaju, meninggalkan beberapa orang laki-laki berparas preman yang nampak mencari-cari perempuan yang kini bersembunyi di dalam mobilnya.
Yang mengamati perempuan itu yang masih setia membenamkan diri di bawah kakinya. Senyuman tipis terbit di bibir, menertawai tingkah bodoh sosok yang sedang mencari perlindungan di bawahnya.
Perempuan itu berlari dan bersembunyi dari kejaran preman, tetapi justru masuk ke dalam mobil seseorang yang berbahaya sepertinya.
"Kau tidak perlu bersembunyi lagi, Nona."
Perempuan itu nampak terkesiap mendengar perkataan Yang Pou Han. Dia bahkan terlupa jika sedari tadi ada seseorang yang duduk di sebelahnya, karena terlalu fokus bersembunyi dari kejaran preman jalanan yang tengah mengejarnya.
Menegakkan punggungnya, gadis itu tersenyum dengan memasang wajah sungkan sembari menujukkan deretan gigi putihnya kepada si pemilik mobil.
Pandangannya menyapu ke arah luar mobil dan dia baru menyadari bahwa mobil itu sudah dalam posisi melaju.
Dengan mempertahankan senyumnya, dia akhirnya meminta maaf.
"Maaf, Tuan," ucapnya dengan menjauhkan tubuhnya hingga menghimpit pintu mobil.
Yang memperhatikan penampilan perempuan di depannya itu. Dia berpakaian cukup tertutup. Mengenakan blouse panjang dipadukan dengan celana jeans dan sepatu kets putih. Tak lupa juga kerudung yang membalut kepalanya sebatas dada.
Penampilan gadis itu mengingatkan Yang akan seseorang yang sempat singgah di hatinya, tetapi kini sudah hidup berbahagia dengan pria lain.
Mungkin, bermain-main sebentar dengan sosok di depannya itu bisa membuat hati Yang terhibur.
Perempuan itu menoleh ke arah Yang, setelah puas mengedarkan pandangannya ke arah luar jendela.
"Bisakah Tuan menurunkanku di sana?" Tangannya menunjuk ujung jalan yang nampak ramai sembari menatap Yang dengan penuh permohonan.
"Apakah kau pikir ini taxi, Nona?" Ekspresi Yang masih dingin dan datar. Tanpa menatap sosok di sampingnya, lelaki itu berbicara.
Perempuan itu menggaruk belakang kepalanya yang tiba-tiba merasa gatal tanpa sebab. Merasa tidak enak dengan sikapnya yang menerobos masuk ke dalam mobil orang, lalu meminta untuk diturunkan ke suatu tempat sesuai keinginannya.
"Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud untuk menumpang secara gratis kepada Tuan. Hanya saja, saya ingin menghindar dari kejaran pria-pria tadi. Mohon maafkan saya." Perempuan itu menunduk malu sembari terus berbicara, menyampaikan rasa bersalahnya kepada Yang Pou Han.
Yang terdengar mendesah. Napasnya menghembus berat, mengalihkan pandangan dari gawainya ke arah wanita itu. "Apakah kau seorang pencuri, Nona? Sehingga dikejar oleh orang bayaran seperti mereka."
Perkataan Yang membuat harga diri gadis itu meronta. Ditegakkannya kepala itu, menatap Yang dengan kesal. Dia tidak suka dihina.
"Maaf, Tuan. Saya bukan pencuri. Itu adalah perbuatan yang sangat menjijikkan. Anda jangan sembarangan menuduh, ya."
Yang menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum. Menunjukkan wajah mengejek ke arah sosok gadis di sampingnya itu. "Lantas, apa yang membuatmu ketakutan seperti itu?"
Dia nampak kesal, merasa Yang tidak juga memercayainya. Meskipun begitu, tetap saja hal yang tidak benar harus segera diluruskan. Nama baiknya dipertaruhkan di sini.
"Saya bukan pencuri. Hanya saja ... saya telah menghilangkan pakaian termahal yang terpajang di etalase toko di mana tempat saya bekerja. Dan preman-preman tadi adalah suruhan atasan saya. Bukan saya berniat kabur dan tidak mau bertanggung jawab, tetapi saya tidak mau dibawa ke kantor polisi. Saya berjanji akan melunasinya segera, jika saya sudah memiliki uang."
Yang menipiskan bibirnya, menyandarkan kepala di sandaran kursi mobil. "Sebaiknya aku harus mengantarkanmu kembali kepada atasanmu. Aku tidak ingin dianggap bersekongkol dengan seorang pencuri. Itu akan sangat melukai martabatku."
Wajah perempuan itu nampak pias. Dibungkukkannya tubuhnya dengan kening menyentuh lutut Yang, sementara kedua tangannya tanpa sadar memegang paha lelaki itu sembari mengguncangnya.
"Jangan, Tuan! Saya mohon. Saya akan menggantinya lain waktu. Saya hanya tidak ingin bernasib mengenaskan dengan berada di tahanan."
"Apakah Anda tahu, majikan saya begitu menyeramkan. Dia lebih menakutkan dari vampir. Lebih galak dari seekor singa dan lebih berbahaya dari seekor ular berbisa. Apakah Tuan tega mengirimkan saya kembali kepada orang seperti itu?"
Tubuh Yang seketika menengang. Sembari menggertakkan giginya dia nampak menahan napas. Bagaimana perempuan biasa seperti itu, berani memegang area sensitifnya sembari mengguncangnya. Yang termasuk salah satu pria yang memiliki gairah yang tinggi. Sedikit rangsangan bisa saja membangkitkan hasratnya.
Dengan wajah yang mulai memanas, Yang akhirnya bersuara. "Di mana rumahmu?"
"Tuan, kau tidak berniat melaporkanku ke polisi, 'kan? Dia masih mempertahankan posisi tangannya di sana. Membuat tubuh Yang semakin gelisah saja.
"Katakan saja! Aku ingin kau segera menyingkir dari hadapanku." Sepertinya Yang melakukan kesalahan dengan bermain-main dengan wanita aneh itu.
Perempuan itu ternganga. Menegakkan punggung, membenarkan posisi duduknya yang baru ia sadari jika posisinya saat ini benar-benar kurang sopan.
Tangannya menuding ke depan. Menunjuk kelokan jalan yang ada di ujung sana.
"Di sana. Di ujung jalan itu. Tuan bisa menurunkanku di sana. Tempat tinggal saya tidak bisa dilalui oleh mobil, sehingga harus berjalan kaki untuk masuk ke dalam gang sempit di dekat kelokan itu. Pernah ada seseorang yang nekat membawa mobilnya masuk, tetapi justru terjebak di dalam gang itu." Tanpa mengalihkan perhatian dari jalan, gadis itu mengucapkannya.
"Cukup! Kau tidak perlu menjelaskan semuanya. Suaramu membuat gendang telingaku sakit saja." Yang mendengkus kasar. Bagaiaman dia bisa bertemu dengan gadis aneh, dengan mulut yang tidak bisa diam itu. Sungguh gadis yang menyebalkan.
Gadis itu terdiam, menampilkan senyum kecut mendengar bentakan dari Yang Pou Han. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia menatap kembali jalan yang akan membawanya kembali pulang.
Mobil berhenti tepat di mana gadis itu menunjukkan jalan. Yang memainkan jemari di atas lututnya yang berbalut celana bahan formal, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kabin penumpang.
"Silakan keluar, Nona! Aku harap tidak akan bertemu denganmu lagi."
Gadis itu tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih atas tumpangannya, Tuan. Tuan tidak perlu khawatir, karena kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah ini." Gadis itu gegas keluar dari mobil lalu menutupnya kembali. Berbalik ke arah mobil, gadis itu membungkuk sopan sebagai ucapan terima kasih kepada si pemberi tumpangan.
Dari kejauhan, nampaklah seseorang berwajah oriental berlari mendekat ke arah gadis itu dengan berteriak memanggilnya. "Nindy, Nindy. Kau tidak apa?"
Gadis berhijab itu seketika melangkah, menemui teman wanitanya yang terlihat mencemaskan dirinya.
"Jalan!" perintah Yang Pou Han kepada sopir untuk segera melanjutkan perjalanannya.
Dari balik kaca spion, Yang masih bisa menangkap sosok gadis unik itu yang kini tersenyum sambil mengucapkan sesuatu kepada temannya yang entah apa itu.
"Nindy, Nindy, Nindy." Yang merapalkan nama itu, seolah ingin mencatatnya di memori otaknya. Mobil Yang mulai berjalan, menerobos jalan raya hingga kedua sosok gadis itu sudah tidak terlihat lagi dari balik kaca spion mobilnya.
Yang tidak menyangka jika takdir mempertemukan mereka kembali. Dan situasinya tak jauh berbeda dengan sebelumnya, yaitu di mana gadis berhijab itu sedang berada dalam masalah dan Yang datang untuk menyelesaikan masalah itu.
Dan mungkin, saat ini bagi Nindy, Yang bukanlah seseorang yang membantu menyelesaikan masalah, tetapi justru seseorang yang telah menyeretnya dalam masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sunarty Narty
bearti sejak hari itu udh setahun g ketemu y
2022-10-24
0
Qiza Khumaeroh
nyimak dulu
2022-04-20
0
Kth30
🤣🤣
2022-04-15
0