Gadis itu terkejut ketika suara teriakan Yang Pou Han terdengar berisik di telinganya. Dia menutup kepalanya dengan selimut tebal, mencoba bersembunyi dari amukan Yang Pou Han.
Entah apa yang dipikirkan gadis itu. Dia merasa lebih nyaman ketika netranya tak menangkap sosok lelaki itu. Hingga dia memilih berlindung dengan bersembunyi di balik selimut.
Sampai suara Yang Pou Han mendekat ke arahnya, gadis itu masih bergeming tak berani keluar dari dalam selimut.
"Hai, Gadis pemalas. Cepat bangun! Kau tidak bisa menipuku lagi." Yang Pou Han seketika membuka selimut Nindy dengan paksa.
Terjadi tarik-menarik selimut antara Nindy dan Yang Pou Han. Lelaki itu nampak geram melihat tingkah pembantunya itu, berani sekali melawan perintahnya.
Hingga akhirnya selimut itu terlepas dari tubuh Nindy. Gadis itu menunjukkan ekspresi kesakitan seraya menekan tangannya di bagian perut.
"Tuan, perut saya sangat sakit."
Nampak Yang Pou Han mendesah kasar, dia sudah tidak bisa ditipu dengan drama yang seperti itu.
"Cepat siapkan makan, sekarang juga!"
Ekspresi Nindy seketika berubah kesal. Sepertinya drama sudah berakhir, dia sudah tidak bisa mengelabuhi lelaki pemarah itu. Dengan berat hati dia beranjak dari ranjang, menapakkan kaki di karpet bulu yang membentang hampir menutupi separuh ruangan itu, melangkah keluar dari kamar Yang Pou Han.
**********
"Ayo yang bersih!" Suara itu kembali memanaskan telinga Nindy.
"Yang ini masih kotor. Kau bisa kerja tidak?" ucapnya sembari menunjuk ke dalam lubang engsel jendela.
Nindy hanya bisa menatap kesal ke arah Yang Pou Han. Dia bilang ada rapat penting, mengapa malah betah di rumah? Apakah lelaki itu sengaja di rumah hanya untuk menyiksa Nindy?
Dengan berat hati Nindy mengerjakan apa yang diperintahkan Yang Pou Han kepadanya. Selesai membersihkan perabotan rumah, Nindy berhenti sejenak. Memutar pinggangnya ke kiri dan ke kanan sekadar melemaskan ototnya yang menegang.
"Nindy. Kau bisa kerja tidak? Ini apa? Kenapa masih kotor?" Suara laknat itu membuat Nindy ingin mencekik si pemiliknya. Boleh, 'kan?
Jika ada jin pemberi satu permintaan, mungkin Nindy lebih memilih bisa membalas perbuatan Yang Pou Han, menyiksa lelaki itu hingga puas daripada harus menjadi kaya.
Dia benar-benar kesal.
Seketika bayangan Yang Pou Han berubah menjadi upik abu tergambar di pikirannya.
"Hei, bodoh! Setrikaan numpuk. Kamu bisa kerja gak?" Nindy berkacak pinggang sembari menuding wajah Yang Pou Han.
Lelaki itu dengan pakaian lusuhnya mengangguk patuh.
"Maaf, Nona muda."
"Maaf-maaf. Kau pikir dengan maaf bisa kenyang! Kerja yang bener. Jangan jadi pemalas!" Gadis itu masih memarahi Yang seraya tertawa jahat.
"Piring banyak yang kotor. Bisa kupecat kau nanti!"
"Ampun, Nona. Saya butuh pekerjaan. Saya butuh makan. Kasihanilah saya!" Lelaki itu membungkuk, bersujud di kaki Nindy. Memohon ampun untuk mendapatkan belas kasihan dari Nindy.
Gadis itu hanya tersenyum puas. Akhirnya dendam terbalaskan.
"Hei, selain bodoh kau juga gila, ya? Kenapa itu senyum-senyum. Cepat kerja!" Seketika itu juga lamunan membahagiakan Nindy segera tertarik ke permukaan.
Bahkan menyiksa Yang Pou Han dalam lamunan pun masih bisa terganggu. Mungkin dia akan menyiksa Yang Pou Han di alam mimpi saja. Ya, jadwal malam nanti adalah bermimpi menyiksa Yang Pou Han sepuasnya.
"Masih diam? Cepat kerjakan!" Suara Yang Pou Han terdengar bertambah menyebalkan, lelaki itu bahkan tak mengizinkan Nindy hanya untuk bersantai sejenak.
Come on, Nindy. Back to real life!
Jangan berhayal lagi!
"Itu cucian juga menumpuk. Kerjamu hanya malas-malasan. Lelet seperti kura-kura!"
Oh, tidak. Mungkin sebaiknya tadi Nindy tidak perlu libur bekerja.
Libur justru membuatnya tersiksa.
Nindy segera mengambil cucian kotor di ranjang loundry untuk ia letakkan di dekat mesin cuci.
"Jangan gunakan mesin cuci. Listrik mahal."
Oh, no. What now?
Pelit Yang Pou Han sudah kelewat batas.
Nindy mengentakkan keranjang loundry itu dengan kasar ke lantai. Mengungkapkan kekesalan kepada si pria pelit dan tidak tahu diri itu. "Hai, kau. Kapan kau musnah dari peradaban?" gumam Nindy dalam hati.
Dia berdecih kemudian. Memindahkan cucian kotor itu ke tempat yang lebih rendah di dekat kamar mandi. Mulai menyalakan kran air untuk membasahi cucian itu, Nindy sekedar menghela napas, lelah.
Lengannya dilipat hingga siku. Mulai menuangkan detergen ke cucian dan mencuci semuanya menggunakan tangan. Peluh mengucur didahinya, sementara perut Nindy sudah mulai lapar lagi.
Mengapa ketika penyiksaan terjadi dia tidak pingsan, ya?
Ayolah tubuh, pingsanlah!
Sayangnya pingsan memang tidak bisa direncanakan. Niat hati ingin pingsan, tetapi tubuh masih kuat. Sungguh pikiran dan tubuh tidak bisa diajak sejalan.
Hingga sampailah lelaki itu muncul kembali di saat Nindy memeras cucian. Yang Pou Han menyandarkan punggungnya sembari bersedekap dada, netranya menatap lurus ke arah gadis di depannya yang sedang berjuang menyelesaikan pekerjaan.
"Jika sudah, siram bunga yang ada di taman!"
Bola mata Nindy seketika melotot, kesal dengan perintah sang majikan yang tidak tahu diri. Ayolah, dia tidak dibayar di sini. Mengapa pekerjaan yang dikerjakannya tidak habis-habis. Apakah Yang Pou Han punya niatan membunuhnya secara perlahan?
"Kau punya tangan, sebaiknya kau siram bunga-bungamu sendiri!" Tak peduli dengan tatapan tajam lelaki itu, Nindy masih menyelesaikan pekerjaannya yang hampir tuntas.
Ingin sekali dia berbaring di ranjangnya. Merelekskan tubuhnya dari penat akan pekerjaan yang menumpuk.
Lelaki itu berjalan mendekat, menghampiri Nindy yang sudah selesai dengan perasan terakhirnya.
"Kau mulai berani, ya?"
"Apa?" Nindy membalas tatapan marah Yang kepadanya.
Dasar sipit! Mau melotot pun masih besar mataku! Nindy tertawa sinis dalam hati.
"Sudah, minggir sana! Saya mau menjemur cucian." Tanpa peduli dengan Yang Pou Han, Nindy mengangkat keranjang berisi cucian basah itu dengan sedikit mendorong tubuh Yang Pou Han menggunakan keranjang tersebut.
"Hei, kau berani sekali!"
Nindy tak peduli. Dia masih saja berjalan meninggalkan Yang Pou Han yang uring-uringan.
Wajahnya sangat tidak enak dipandang. Gadis itu menggembungkan pipi, menjemur pakaian dengan serampangan, bahkan sengaja tidak menatanya dengan baik. Hal itu tak luput dari pandangan Yang Pou Han yang mengamati hasil pekerjaan Nindy dari jauh.
"Kerjakan dengan benar! Apakah kau ingin dipecat!" teriak Yang kepada Nindy.
Dia melotot, meletakkan pakaian basah itu dengan asal, lalu menoleh ke arah Yang Pou Han. "Pecat saja kalau kau mau. Aku tidak peduli. Bukankah kau tidak membayarku!"
"Kau tidak boleh banyak membantah. Ingat, kau itu dalam masa hukuman. Harusnya kau diam dan kerjakan pekerjaanmu dengan benar." Yang Pou Han berkata sembari terus berjalan ke arah Nindy.
Genangan air bekas cucian itu membuat permukaan lantai menjadi licin. Dan tepat ketika Yang Pou Han melangkah mendekat, ingin melanjutkan aktivitas memarahi Nindy lagi, kaki telanjangnya terpeleset lantai licin itu hingga dirinya tak mampu untuk menyeimbangkan tubuhnya.
Tangannya sempat menggapai sesuatu, dan ....
"Eeehhhhhh ...!"
BUUUGGGH!
Yang terjatuh, bersamaan dengan Nindy yang tertarik tangannya oleh ulah Yang Pou Han. Keduanya terjatuh dengan posisi tumpang tindih. Yang Pou Han jatuh tepat di atas tubuh Nindy.
Warna merah merona seketika saja membias di kedua pipi Nindy, ketika tanpa sengaja pipi keduanya saling bersentuhan. Hingga pada akhirnya kesadaran mulai merasuk dalam pikirannya, dia membulatkan mata.
Sepersekian detik Yang Pou Han sempat merasakan sesuatu yang berdesir di hatinya. Namun, belum sempat rasa itu tumbuh dan berkembang, suara cempreng Nindy membuyarkan semuanya.
"Menyingkir dari tubuhku, Yang!" teriaknya seraya mendorong kuat tubuh lelaki itu.
Yang Pou Han segera berguling dari tubuh gadis itu, tetapi hal yang kemudian terjadi, membuat Nindy ingin pingsan saja. Tanpa sengaja, ketika Yang Pou Han berguling dari posisinya, kaki lelaki itu menendang rak jemuran baju.
BRUUKK!
Nindy ternganga. Pekerjaannya yang menguras tenaga sia-sia dengan melihat cuciannya terjatuh begitu saja bercampur genangan air kotor.
"Yaaaang! Kau sangat keterlaluan! Aku membencimu!"
***
Di atas roof top, gadis itu menjulurkan kakinya. Menatap langit malam yang nampak cerah. Bulan purnama yang terlihat memesona dengan pancaran cahayanya menyinari langit dengan sentimental. Gemerlap bintang yang bertabur di angkasa, menghiasi cakrawala dengan cara mereka sendiri.
Angin malam di atas ketinggian seperti itu terasa lebih dingin. Namun, tak menyurutkan niat Nindy untuk menikmati indahnya langit malam tanpa penghalang apa pun.
Kedua tangannya menopang di belakang tubuh. Wajahnya menengadah dengan semilir angin yang membelai lembut permukaan wajahnya.
Damai.
Nindy selalu merasa damai di dalam kesendirian seperti ini. Tiada hiruk pikuk manusia yang selalu membuatnya kesal atau pun tersiksa. Nindy sangat menikmatinya.
Tangannya mengambil ear piece untuk ia sematkan di kedua telinga. Memutar satu lagu romantis yang bisa membawanya dalam ketenangan dan kedamaian.
Dia memejamkan mata, menikmati setiap alunan melodi yang terdengar di telinga. Hingga senandung-senandung kecil terdengar merdu dari bibir Nindy.
Cukup lama dia melakukannya, hingga sampai sebuah suara menyapanya.
"Hai!" Suara itu mengusik ketenangan Nindy, membuat gadis itu membuka mata.
Sebuah ice cream cone berada tepat di depan wajahnya. Ia menengadah, melihat siapa yang sedang berbaik hati menyodorkan es krim itu kepadanya.
Dia memutar bola mata, masih kesal dengan lelaki yang sedang membungkuk di sampingnya sambil memegang es krim di tangan.
Namun, dia juga ingin makan es krim. Sudah lama sekali dia tidak makan es krim. Ah, apa harga dirinya hanya sebesar es krim. Tidak, dia harus kuat akan godaan.
Ayolah, Nindy. Harga dirimu itu sangat besar.
Nindy memalingkan muka, tidak sudi melihat Yang Pou Han. Tidak, mungkin lebih tepatnya "jual mahal".
"Baiklah, aku habiskan sendiri!" ucap Yang Pou Han membuat Nindy semakin jengkel.
Hei, bujuk sedikit kenapa?
Lelaki itu dengan tidak tahu malu membuka bungkus es krim, lalu dengan mulut terbuka ingin melahap es krim lezat itu.
Dan sebelum es krim itu masuk ke mulutnya, Nindy segera merenggutnya. "Ini milikku. Dasar tidak tahu malu!"
Lelaki itu terkekeh, sedikit memutar bola matanya lalu ikut duduk di samping Nindy.
Dia menatap Nindy sejenak yang saat ini sedang menikmati es krim dengan lahapnya lalu beralih ke depan.
"Jadi kau suka bersembunyi di sini?"
"Aku tidak bersembunyi. Aku hanya sedang menyendiri," ucapnya tanpa melepas mulutnya dari es krim itu.
Hanya dalam hitungan menit, es krim itu tandas tak bersisa. Yang Pou Han hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perilaku gadis aneh itu.
Tangannya mengambil sapu tangan di saku celana, lalu tanpa berkata dia mengusapkan sapu tangan itu di bibir Nindy. Menghapus bekas es krim yang belepotan di bibir juga pipi.
Deg.
Deg.
Pergerakan Yang begitu cepat, hingga Nindy belum sempat mengatur napas.
Segera ia mengambil paksa sapu tangan itu dari tangan Yang Pou Han, lalu mengusapkan di pipinya. "Sini biar aku sendiri. Jangan mencari kesempatan, ya!"
"Cih, kau bukan seleraku." kilah lelaki itu.
"Jangan sombong! Jatuh cinta baru tahu."
Kembali terdengar kekehan dari bibir Yang Pou Han, netranya menatap ke arah Nindy.
"Aku menyukai gadis pintar dan anggun. Sementara kau ... sangat jauh dari kata itu."
Tidak menanggapi hinaan Yang Pou Han, gadis itu memilih untuk mengangsurkan sapu tangan kepada lelaki itu. "Ini, terima kasih!" ucap Nindy seraya mengembalikan sapu tangan itu kepada Yang Pou Han. Namun, lelaki itu menolaknya.
"Untukmu saja. Kau lebih membutuhkannya."
Nindy menarik kembali tangannya yang terulur, meletakkan sapu tangan itu di sakunya. "Jangan terlalu baik kepadaku. Kau jadi terlihat aneh."
Lelaki itu tertawa kemudian. Entahlah, hari ini sudah beberapa kali dia tertawa. Bahkan dia tidak sempat menghitungnya. Sangat aneh bukan, jika dia tertawa hanya karena mendengar hal kecil dari bibir seorang Nindy?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Juan Sastra
kau tahu yang bahagia tidak harus mahal dan istimewa cukup dengan sesuatu yg sederhana, contohnya kau bisa tertawa dengan celotehan nindy..
2023-04-30
1
玫瑰
Adeh
2022-05-01
0
Qiza Khumaeroh
udh mulai tumbuh2 nihh
2022-04-20
0