Sara memeluk sekali lagi ibunya dengan erat. Diam-diam ia meletakkan sekantung uang ke dalam saku sang ibu. Uang itu pemberian Aran saat bermalam dengannya.
"Ibu baik-baik di sini. Sara pergi dulu."
Sang ibu menangis tersedu. Untuk kali kedua putrinya akan pergi dan kali ini untuk perpisahan mereka yang terakhir. Selama-lamanya sang ibu tidak akan bertemu putrinya.
Elios berbaur dengan kerumunan penduduk yang melihat kepergian Sara. Tidak dapat ia sembunyikan kesedihannya. Sang kekasih pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Mereka terpisah dinding yang sangat tinggi, dan bila Elios ke sana, maka nyawalah taruhannya.
"Aku akan pergi menjemputmu, Sara. Aku akan merebutmu kembali dari tangan raja itu," gumam Elios.
Kereta kuda yang ditumpangi Sara mulai bergerak. Sang ibu berlari mengejarnya. Begitu juga Elios yang tidak rela akan kepergian Sara. Penduduk setempat membicarakan keduanya. Merasa iba akan nasib Elios dan ibunda Sara.
"Selamat tinggal ibu, Elios."
Sara tidak dapat menghentikan air mata yang menetes di pipi. Esme mencoba untuk menenangkan sang putri, tetapi tetap saja sebuah ucapan tidak akan mampu membuat kesedihan Sara berkurang.
Matahari sore menemani perjalanan Sara menuju istana. Diperkirakan mereka akan sampai malam nanti. Sara menatap pemandangan luar yang dilalui oleh kereta.
"Sebentar lagi kita akan sampai Putri. Ini ... makanlah dulu." Esme menyodorkan satu roti bakar yang mereka bawa sebagai bekal.
"Nanti saja," tolak Sara.
Hari mulai gelap. Sang kusir mempercepat laju kereta kuda agar berjalan dengan cepat menuju istana. Kuda meringkik, hampir saja kepala Sara dan Esme terbentur kereta saat kusir tiba-tiba menghentikan kendaraannya.
Sara kaget saat pintu keretanya diketuk oleh seseorang. Sara membuka tirai dan melihat pengawal berseragam kerajaan di hadapannya.
"Ada apa?"
"Maaf, Putri. Yang Mulia Aran ada di depan."
"Apa?" kata Sara yang kaget.
"Mari, Putri," ucap pengawal.
Pintu kereta dibuka. Sara turun dari kereta dengan dibantu pengawal. Begitu juga dengan Esme yang turut turun untuk mendampingi Sara.
Keduanya menekuk kaki. "Salam Yang Mulia."
"Kamu ikut denganku," kata Aran.
Sara mengangguk, dan menyuruh Esme kembali ke kereta kuda tadi. Aran membantu Sara naik ke kendaraan miliknya sendiri. Kereta kuda milik Aran sangat unik. Kuda penariknya berwarna putih.
Aran menyuruh sang kusir untuk jalan. Di dalam kereta keduanya hanya diam. Sara tidak ingin bertanya mengapa sampai sang raja harus repot-repot menjemputnya.
Kereta kuda milik Aran tidak menuju ke istana melainkan masuk ke dalam hutan. Hari semakin gelap, dan Sara melihat sebuah bangunan di dalam sana. Rupanya hutan yang mereka kunjungi masih berada di dalam kawasan istana.
Aran keluar dari kereta dulu dan membantu Sara untuk turun. Di sana sudah ada pengawal serta pelayan yang menunggu. Raja Aran menarik tangan Sara untuk masuk ke dalam rumah singgah itu.
Sara kewalahan untuk menyeimbangkan langkahnya. Aran membawanya masuk ke dalam kamar dan melemparnya ke atas tempat tidur.
"Pengawal!" seru Aran.
"Ya, Yang Mulia."
Aran mengulurkan tangannya dan pengawal memberikan pecut, lalu keluar dengan menutup pintu dengan rapat. Sara mengigit bibir. Kedua tangan meremas alas tempat tidur.
Di luar kamar, pengawal hanya bisa diam mendengar teriakan dan juga pukulan yang dilayangkan oleh sang raja.
"Berani sekali kamu berbuat hal yang tidak kusukai!"
"Apa yang kulakukan?" Sara tidak mengerti Aran marah kenapa.
"Kamu sudah menjadi selirku, tetapi kamu masih bermesraan dengan kekasihmu itu!" Aran melayangkan tamparan di pipi Sara.
Selain mengirim pengawal, Aran juga mengirim mata-mata tambahan tanpa sepengetahuan Sara serta pengawal yang lain. Mata-mata itu yang memberitahu Aran tentang perbuatan Sara.
"Dia kekasihku!"
Aran semakin geram mendengarnya dan kembali menampar wajah Sara. Sang raja mengambil baskom perak berisi air. Sara dijatuhkan ke lantai dan Aran menyiramnya.
Gaun yang dipakai Sara dirobek. Aran menarik tangan Sara agar terbangun, lalu kembali melemparnya ke atas kasur.
"Sepertinya aku harus menghabisi kekasihmu itu," kata Aran.
"Jangan! Kumohon jangan. Kamu mengizinkanku bertemu mereka, lalu kenapa kamu marah-marah?"
Aran menekan pipi Sara. "Aku mengizinkanmu bertemu bukannya bermesraan bersama kekasihmu itu! Kamu itu selirku, milikku!"
Sara meneteskan air mata. Aran menyakiti tubuh dan juga perasaannya. Tanpa kelembutan Aran menghunjamnya. Sara harus menahan sakit dua kali lipat atas kesalahan yang ia perbuat.
"Elios," gumam Sara.
Aran mengumpat mendengarnya. "Sekali lagi kamu menyebut nama kekasihmu, aku akan langsung memerintahkan pengawalku untuk menghabisinya."
"Sakit! Kumohon lepaskan aku."
"Diam!"
Aran terus menggerakkan tubuhnya. Sara tidak tahan lagi. Seluruh tubuhnya sakit. Ia berharap semesta mengambil nyawanya saat ini juga. Sara lelah sangat lelah.
Aran terengah-engah setelah mencapai kepuasannya. Pandangan mata Sara kabur hingga ia tidak dapat melihat apa yang dilakukan Aran lagi.
"Sial! Seharusnya aku tidak begini. Dia hanya seorang selir Aran. Kamu menyiksanya terlalu sadis," ucapnya pada diri sendiri.
Aran murka saat mata-mata mengatakan apa yang ia lihat. Saat itu juga Aran menyusul Sara. Sebagai raja, Aran tidak terima miliknya disentuh oleh pria lain meski laki-laki itu, adalah kekasih dari selirnya sendiri.
"Kamu yang membuatku begini, Sara." Aran menyelimuti tubuh Sara yang polos.
"Pengawal!"
Pintu dibuka. Salah seorang pengawal masuk ke dalam kamar. "Ya, Yang Mulia."
"Panggilkan dokter wanita di istana. Bawa ke sini malam ini juga."
"Laksanakan, Yang Mulia."
Dokter yang ditunggu-tunggu akhirnya datang ke rumah singgah di tengah hutan. Rumah peristirahatan saat Aran pergi berburu. Sang dokter wanita segera melakukan pengobatan saat melihat Sara.
Ia tidak berani bicara dan fokus untuk mengobati Sara saja. Aran memang dikenal kejam, tetapi sang dokter tidak pernah mengobati luka dari wanita sang raja. Para ratu sangat disayang, tetapi khusus Sara, Aran memperlakukannya dengan semau hati.
"Maaf, Yang Mulia. Apa saya bisa mengatakan sesuatu?" tanya dokter.
"Katakan saja."
"Untuk seminggu ini saya sarankan agar putri beristirahat. Luka-lukanya sangat parah. Luka lama dipunggung masih belum sepenuhnya mengering."
"Apa bekas lukanya akan menghilang?" tanya Aran.
"Bekasnya akan menghilang kalau tidak diganggu. Saya akan buatkan salep khusus," kata dokter.
"Aku akan menuruti saranmu."
"Saya permisi, Yang Mulia. Besok, saya akan datang lagi kemari."
Dokter wanita itu pamit undur diri setelah memberi penghormatan pada raja. Aran mengusap pelan luka-luka yang ia sebabkan pada tubuh selirnya.
"Jangan membuatku marah, Sara. Kamu akan tahu akibatnya," ucap Aran.
Aran mengecup kening selirnya, lalu ikut berbaring di samping Sara hingga rasa kantuk mendera.
Bersambung
Dukung Author dengan vote, like dan koment.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Nur Aini81
kalo menurut sy Aran sebenarnya baik hati tp ya namanya laki-laki apalagi Aran itu raja pasti marah dan cemburu kalo denger pacarnya mesra" an Ama cowok lain. 🤭🤭🤭
2025-04-09
0
Carlina Carlina
dasar raja edan,zolim😡😡😡
2024-07-09
0
Zamie Assyakur
kasihan sara...disiksa terus
2023-04-29
1