Selamat membaca.
Pagi itu, Reza duduk sambil menyantap sarapannya. Selama menikah dengan Nesya, ia tinggal bersama dengan orang tuanya. Karena tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Nesya selama ia pergi bekerja. Dan kedatangan perempuan itu pun disambut dengan sangat baik oleh orang tuanya, kecuali Shita, adiknya. Perempuan itu terang-terangan memperlihatkan sikap ketidaksukaannya terhadap Nesya. Namun tidak masalah bagi Reza selama orang tuanya masih menerima istri dan juga anaknya. Meski anak itu ada diluar pernikahan. Setidaknya ia berusaha untuk bersikap bertanggung jawab.
Perasaannya tak karuan saat itu. Ia mengingat kejadian di mana dia mendorong Fania yang tengah hamil. Tiba-tiba pikrian itu berkecamuk. Hingga akhirnya ia berhenti menyantap sarapannya dan langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan.
Ia pernah berjanji akan menjaga Fania dengan baik pada Fandi. Tetapi kini semua itu telah sirna. Rumah tangganya dan Fania hancur, itu disebabkan karena dirinya yang tengah berkhianat dan menghadirkan orang ketiga dalam bahtera rumah tangganya sendiri. Terkadang ia mengingat betapa lucunya sikap Fania saat menunggunya pulang bekerja dengan tertidur di sofa. Berbeda dengan Nesya yang sekarang selalu meninggalkannya untuk tidur. Dan lagi segala keperluannya tidak pernah disiapkan oleh perempuan itu.
Setibanya di kantor. Ia langsung memeriksakan berkas-berkas yang entah beberapa hari lalu belum juga dikerjakan karena pikirannya masih tertuju pada Fania, mantan istrinya.
Tok tok tok
Reza berdiri saat itu juga setelah mendengar pintu diketuk dan belum ia mempersilakan untuk masuk. Orang tersebut sudah masuk terlebih dahulu dan menghampiri dirinya.
Bugh
Satu bogeman berhasil membuatnya tersungkur pagi itu. Raka, mantan kekasih dari Fania yang tiba-tiba saja menghajarnya pagi itu juga. Kejadian di mana ia mendorong Fania adalah satu bulan yang lalu. Namun tak ada masalah apa pun, tiba-tiba Raka menghajarnya begitu saja. Saat Reza bangun ingin melawan, perutnya di tendang oleh Raka tanpa ampun.
"Pembunuh, sialan. Apa bedanya gue sama lo, hah?"
Setelah sesaat Raka berhenti memukulnya. Reza bangun dan memegangi perutnya yang ditendang tadi. Darah segar juga keluar dari sudut bibirnya.
"Maksud lo apa?"
"Lo brengsek pembunuh. Apa ini cara lo balas dendam ke gue dengan cara nyakitin orang yang gue sayang, gitu, Za?"
"Lo ngomong apaan?"
"Lo bunuh darah daging lo sendiri, *******. Lo bunuh anak lo yang di kandung oleh Fania dan lo nuduh dia selingkuh. Apa lo pernah mikir, kalau saat lo ceraikan dia, dia sedang hamil anak lo, dan lo dengan bangganya menceraikan dia karena belum juga ngasih lo keturunan. Lo tahu dia sekarang terpuruk karena kehilangan bayinya,"
Reza seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Raka. Ia menarik kerah kemeja pria tersebut dan bertanya dengan nada yang tinggi. Hingga akhirnya Raka memberitahukan semuanya. Dan itu membuat Reza terkejut dengan kenyataan bahwa kehamilan Fania benar-benar terjadi.
"Lo nggak lebih dari seorang ********, Za. Lo bunuh anak lo sendiri. Lo nyakitin hati Fania, kedua lo buat gue hancur gara-gara dia terus saja terpuruk semenjak kehilangan itu. Dia lebih banyak menyendiri, dan satu hal lagi yang harus lo tahu, Za. Dia berusaha buat besarin anak itu sendirian, dan dengan jahatnya lo dorong dia sampai jatuh gitu. Seandainya gue nggak datang ke toilet, dia nggak bisa diselamatkan, lo hampir saja bunuh dia,"
Raka terlihat terpuruk begitu saja. Dan Reza yang tak lebih terkejutnya mendengar itu semua langsung duduk di kursi kerjanya. Ia telah membunuh darah dagingnya sendiri. Selama ini Fania tak memberitahukan bahwa dia sedang hamil. Dan itu yang membuat Reza semakin merasa bersalah. Ia langsung keluar dari ruang kerjanya dan hendak mencari keberadaan Fania.
Dengan rasa sakit yang ada dibeberapa bagian tubuhnya akibat pukulan Raka. Reza tak peduli dengan hal itu justru ingin mencari keberadaan Fania. Ia langsung ke apartemen, tetapi tak menemukan Fania di sana. Bahkan ia pergi ke rumah Fania, tetapi tetap tidak ada. Hingga menjelang sore, ia mencari Fania ke tempat di mana perempuan itu selalu menyendiri saat sedang merasa tidak baik. Pilihan terakhir adalah pemakaman, Reza langsung menuju ke sana.
Ia keluar dari mobilnya dan langsung menuju pemakaman. Benar bahwa perempuan itu berada di sana. Reza berusaha mendekati dari belakang.
"Maafin, Mama yang nggak bisa jagain kamu, sayang. Nggak seharusnya Mama itu tahan pukulan Papa kamu. Seharusnya Mama yang ngerasain pukulan Papa kamu. Bukan justru kamu yang terkena imbasnya dan ninggalin Mama untuk selamanya, Adinda sayang, kenapa Dinda biarin Mama sendirian? Apa semuanya pergi ninggalin Mama tanpa merasakan kasih sayang, Papa kamu bahkan tidak peduli dengan kamu, Mama selalu berharap bahwa kamu akan menjadi orang yang bisa buat Mama kuat. Seseorang yang bakalan buat Mama berjuang walaupun sendirian, tapi pada akhirnya kamu juga pergi ninggalin Mama. Om Fandi, Nenek sama Kakek, terlebih Papa, ninggalin Mama." Perempuan itu sesenggukkan dan mengelus batu nisan tersebut.
Reza berdiri beberapa langkah dibelakang Fania. Ia mendengar semuanya. Hatinya terasa nyeri saat itu juga. Ia menyakiti hati perempuan itu dengan cara selingkuh, kedua ia menyakiti perempuan itu dengan cara membunuh darah dagingnya sendiri.
Ia tak kuasa mendengar tangisan Fania. Ia berbalik dan meninggalkan perempuan itu sendirian. Di dalam mobil bahkan Reza tak bisa membendung lagi air matanya, anaknya sendiri yang ia bunuh dalam perut Fania. Anaknya sendiri yang ia bunuh dan menghina Fania serta menuduhnya selingkuh.
Rasa sakit itu kian menjalar ke seluruh tubuhnya. Andai saja Raka tak memberitahukan itu semua, tentu saja ia tidak akan pernah tahu bahwa Fania pernah mengandung anaknya. Meski anak itu telah tiada. Beberapa lama ia berada di dalam mobil dan akhirnya melihat Fania masuk ke dalam mobil dan berlalu begitu saja.
Ia turun dari mobilnya dan perlahan menuju pemakaman tadi. Tempat di mana buah hatinya di kubur. Ia duduk di sana dan membaca dengan sangat jelas bahwa yang ada di sana adalah benar-benar darah daginya sendiri. Adinda Rania Binti Reza. Ia menangis sejadi-jadinya di sana sambil memegangi batu nisan. Hanya ada penyesalan yang ada dalam hatinya kini. Anak yang harusnya ia besarkan bersama dengan Fania. Kini sudah tiada.
"Maafin Papa Rania, Papa sudah buat kamu merasakan sakit ini. Mama nggak pernah salah, yang salah itu adalah Papa. Papa yang harusnya bisa jagain kamu, harusnya selalu ada buat Rania," untuk pertama kalinya Reza serapuh itu. Untuk bangun dari tempat duduknya pun begitu sulit. Terlebih karena di sebelah makam Rania ada Fandi, sahabatnya. Om dari bayi yang telah ia bunuh itu. "Maafin gue Fan, seharusnya gue yang jagain dia. Sekarang justru ketemu lo duluan, gue tahu Rania nggak mau hidup karena nggak mau lihat Papanya yang ******** ini, dia nggak mau bertahan karena malu sama Papanya yang seperti ini."
Perlahan ia bangun dari tempat duduknya dan hari sudah semakin gelap. Seandainya waktu bisa diputar, Reza tak ingin kejadian ini menimpa Fania. Terlebih karena ia juga mencintai perempuan itu. Tetapi karena bahagia mendengar Nesya yang hamil anaknya, ia menjadi lupa bahwa ia punya istri sebaik Fania yang telah ia sia-siakan. Dan menyia-nyiakan putrinya sendiri.
Dia memilih untuk pulang dan berjanji akan berkunjung setiap harinya kelak. Entah akan bertemu dengan Fania atau tidak. Ia hanya ingin mengunjungi Rania. Nama yang sangat mirip dengan namanya dan Fania yang digabung.
Setibanya di rumah, ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu sangat keras. Hatinya begitu sakit mengingat kejadian sebulan lalu. Yang di mana ia bertemu dengan Fania di toilet rumah sakit setelah mengantarkan Nesya USG.
"Kamu kenapa sih, Za? Pulang-pulang ngamuk gitu,"
"Keluar, Sya. Aku capek, jangan ganggu dulu. Aku butuh waktu untuk sendiri,"
"Reza aku ini istri kamu,"
"Nesya, berapa usia kandungan kamu?" ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Memasuki usia tujuh bulan,"
"Yakin kamu itu anak aku?"
"Kenapa kamu ngomong gitu?"
"Aku hanya ingin tahu,"
"Iyalah ini anak kamu,"
"Baguslah. Kalau sampai kamu ketahuan beselingkuh, aku nggak bakalan maafin kamu. Aku sudah menyingkirkan Fania demi kamu,"
"Kamu masih pikirin perempuan jalangmu itu?"
"Dia bukan ******. Dia perempuan baik-baik," ucapnya dingin.
"Kamu belain dia sekarang? Bukannya waktu di rumah sakit justru kamu yang bilang seperti itu ke dia?"
"Keluar Nesya. Aku tidak ingin berdebat, aku capek."
Perempuan itu langsung keluar dari kamarnya dan menutup pintu dengan sangat keras. Reza langsung beranjak dari tempat tidurnya dan membersihkan diri. Setelah itu keluar dari kamarnya dan melihat adiknya yang tengah menonton TV di ruang tamu khusus yang berada di lantai dua. Ia mendekati adiknya yang tengah asyik dengan acara televisi.
"Dek?"
"Kakak kenapa kayak orang nggak ada gairah hidup seperti itu?" Shita langsung bangun dan duduk, Reza menghampiri adiknya dan duduk di sofa.
"Apa aja yang kamu ketahui tentang Fania?"
Perempuan itu terdiam. Reza menyelidiki bahwa ada yang disembunyikan oleh Shita adiknya, hingga akhirnya ia merasa sakit ketika adiknya tak ingin bicara sama sekali.
"Dek?"
"Aku tahunya Kak Fania hamil dan keguguran gara-gara kakak,"
"Kamu tahu dari mana?"
"Aku antarin Kak Fania ke makam Adinda,"
Reza mengangguk pelan. Selama ini mereka berdua masih berhubungan baik tanpa sepengetahuan Reza. "Sejak kapan kamu tahu kalau Fania itu hamil?"
"Sejak kakak ceraikan dia, dan kakak milih perempuan lain jadi istri kakak,"
"Kenapa kamu nggak bilang?"
"Kenapa harus bilang? Kenapa bukan kakak yang peka, kenapa seolah aku yang salah kak? Sedangkan kakak sendiri waktu itu berstatus sebagai suaminya Kak Fania. Terlebih Papanya Adinda, waktu itu memang sebenarnya nggak bakalan dikubur di dekat kakaknya Kak Fania, tetapi dia minta sama Kak Raka buat ngatur semuanya,"
"Kamu kenal Raka juga?"
"Iya kenal. Selama Kak Raka kerja, aku yang jagain Kak Fania di rumah sakit, waktu itu dia kirim foto USG dan calon keponakanku, aku bahagia banget waktu tahu anaknya baik-baik saja. Beberapa jam setelah itu dia bilang kalau dia sedang berada di rumah sakit Jakarta karena keguguran dan pembunuhnya itu adalah kakak sendiri,"
Reza terdiam tak membalas apa yang dikatakan oleh adiknya. Adiknya benar, bahwa penyebab anaknya meninggal adalah karena dirinya.
"Kakak kenapa lakuin itu sama Kak Fania? Kenapa kakak itu buat dia sedih? Kenapa kakak nggak berhenti-berhenti buat dia menderita? Kalau memang kakak itu nggak sayang, kenapa harus menerima perjodohan itu dulu. Hingga akhirnya dia hamil anak kakak, tapi kakak sendiri yang bunuh. Apa pernah Kak Fania itu nyakitin hati kakak? Apa pernah Kak Fania itu buat hidup kakak berantakan? Apa yang kakak mau selalu dia turuti, aku capek harus diam seperti ini, terlebih Mama. Dia pura-pura suka sama Nesya, Mama nggak pernah tulus sayang sama istri kakak. Mama juga tahu tentang Kak Fania yang keguguran, tapi Mama malu ngejenguk waktu itu karena sikap kakak yang sudah keterlaluan dan nggak mau buat kak Fania sedih lagi. Aku juga dengan percaya dirinya jengukin dia,"
"Shita, kamu tahu ke mana Fania pergi selama ini?"
"Tahu, tapi dia nggak pernah mau ngasih alamat lengkapnya waktu aku mau kunjungi dia."
"Dia ke mana?"
"Aku nggak bisa kasih tahu kakak, maaf,"
Reza sungguh menyesali perbuatannya. "Kakak kehilangan Rania dan juga Fania, sekarang apa ini balasan untuk kakak yang sudah menyakiti dua perempuan sekaligus?"
"Urus saja istri kakak. Jangan pernah berniat untuk kembali pada Kak Fania. Cukup jangan pernah hadir lagi kak. Bukan berarti aku itu nggak dukung kakak sama dia. Cuman aku nggak mau lihat dia sedih lagi karena perbuatan kakak yang selama ini sudah keterlaluan, mencampakkan dan meninggalkan dia, kakak sudah sangat keterlaluan. Bagaimana kalau Shita yang ngalamin, apa kakak tega?"
Shita benar, bahwa tidak seharusnya dia seperti itu membuat Fania menderita lagi. Kini memang seharusnya ia tidak masuk lagi ke dalam hidup Fania dan menghancurkannya untuk kedua kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 232 Episodes
Comments
Srieaniez Ñew Srieaniez
syedihhhhh,,kapan fania bahagia thir
2020-08-07
0
Srieaniez Ñew Srieaniez
syedihhhhh,,kapan fania bahagia
2020-08-07
0
Narmia
mewek terus Thor
2020-07-25
0