“Fan, jangan kebiasaan ya lo masuk ke kamar gue tanpa ngetuk pintu dulu.” tegur Reza pada Fania agar tidak mengulangi kesalahan seperti tadi.
“Za, lo itu gimana ya, bingung gue jelasinnya. Kalau gue datang ngetuk pintu yang ada lo enggak bakalan nyahut dikit pun.”
“Gini, gue bukannya enggak suka lo nyelonong masuk gitu aja ke kamar tapi lo emang enggak bisa masuk gitu aja ke kamar gue. Secara gue itu laki, lo perempuan. Kalau nanti gue lagi telanjang gimana?”
“Pikiran lo tuh ya.” Memukul bahu Reza.
Reza terkekeh dengan Fania yang sedari tadi tidak pernah mau mendengarkan apa yang dia ucapkan. Diperjalanan menuju kantor, Fania hanya sibuk dengan gadgetnya sedangkan Reza terdiam dan fokus menyetir. Sesekali matanya tertuju pada Fania yang tak menghiraukannya sejak obrolan tersebut selesai.
Setibanya di kantor. “Turun lo. Gue nyetir, lo malah gaya banget enggak ngehargai gue lagi malah sibuk sama gadget lo sendiri.”
“Dih bocah banget lo, sini gue perhatiin lo deh.” Ledek Fania yang melihat raut wajah Reza mulai terlihat masam.
Melihat raut wajah itu. Fania turun dari mobil Reza untuk mengejar laki-laki itu yang merasa tidak nyaman sebab diabaikan oleh dirinya. Tiba di lift, mereka masuk berdua. Fania yang berusaha menyapa tetap diabaikan oleh Reza.
“Cie, gitu aja ngambek. Gue tadi chat sama temen lama gue.” Ia mencoba menjelaskan kepada Reza. Namun sikap lelaki itu tetap saja tak acuh.
“Ya udah terserah lo deh. Mau marah atau kayak gimana. Lagian ya, gue punya hak mau ngapain aja.”
“Ya, lo punya hak. Bahkan untuk mengabaikan orang yang disamping lo juga enggak apa-apa kok. Bagus banget malah. Sekalian aja tuh, setiap kali kita ngobrol. Lo enggak usah dengerin apa yang gue bilang.”
“Kok lo jadi serius gitu sih marahnya?”
“Gue marah bukan karena lo chat sama siapa aja. Tapi seenggaknya lo itu jangan abaikan orang kalau lagi ngomong.”
Fania terdiam mendengarkan celoteh Reza yang tak kunjung usai. Sambil menunggu lift berhenti. Ia bersandar dan menatap lekat Reza.
“Lo enggak usah pasang raut wajah kasihan gitu. Gue jadi enggak tega.” Reza menjepit leher Fania dilengannya. Perempuan itu terus mengaduh berusaha melepaskan diri.
“Sekarang lo masih marah sama gue, Za?”
“Gimana gue mau marah sama lo. Gue mana tega marah sama lo. Sampai lo jadi istri gue juga gue enggak bakalan tega marahin lo. Gue lagi serius ngomong, jangan anggap gue bercanda.” Candanya kepada Fania. Membuat perempuan itu tertawa lepas. Ketika pintu lift terbuka. Seril berdiri di depan pintu lift sambil menatap mereka berdua.
“Kalian itu ya. Lama-lama kalian jodoh lho.”
“Jangan sampai Malaikat mengaminkan doa lo, Ril.”
“Ogah. Nikah sama dia?” ucap Reza sambil menunjuk ke arah Fania. “Enggak bakalan. Secara dia itu bukan tipe gue. Enggak ada yang menarik dari dia tahu enggak lo.” Sambungnya.
“Gue juga enggak minat sama laki-laki kayak lo.”
“Yang penting banyak yang suka. Daripada lo. Cantik, jomblo mah iya. Di mata laki-laki kayak gue nih ya. Perempuan seksi itu harus, cantik. Pokoknya ah enggak bisa gue ungkapin dengan kata-kata deh.”
“Iyalah. Otak lo kan mesum. Seksi nomor satu. Bokong besar adalah daya tarik lo.”
“Eh mulut lo sembarangan aja kalau ngomong, Fan. Gue itu ya walaupun suka perempuan seksi, enggak sembarangan gue itu naksir cewek.”
“Udah ah kalian ngomongin bokong melulu. Udah noh kerjaan nunggu kalian berdua. Jangan lupa absen, kalau kalian berdua enggak absen. Hati-hati dapat sanksi yaitu gaji di pending, dan selamat bersusah-susah ditanggal tua.”
Fania dan Reza segera berlari menuju sebuah alat untuk absensi. Mereka berdua saling dorong satu sama lain untuk berebut menjadi yang pertama.
***
Sekitar pukul enam sore. Fania masih setia menunggu Reza yang sedang meeting. Kebiasaannya adalah menunggu Reza sepulang bekerja. Laki-laki itu juga tidak mengizinkan Fania untuk pulang sendirian.
Janji Reza pada almarhum kakak Fania adalah hal yang paling utama. Meski seringkali menyebalkan. Akan tetapi Reza sungguh tidak bisa marah dalam jangka waktu yang lama pada Fania. Mengingat perempuan itu juga sangat baik padanya. hanya butuh waktu beberapa menit atau bahkan beberapa jam hanya untuk meredakan amarahnya.
Di ruang tunggu. Fania masih asyik dengan gadgetnya untuk sekadar menghilangkan kebosanannya.
“Sendirian aja. Boleh gue temenin?”
Fania yang melihat laki-laki yang menyapanya barusan. Seketika Fania melepaskan gadgetnya dan menyambut dengan hangat kedatangan laki-laki asing tersebut.
“Lo Fania, kan?”
Ia langsung mengangguk. Laki-laki yang baru saja menghampirinya adalah Raka. Yang tidak lain adalah orang paling dikagumi oleh beberapa perempuan di kantornya. Mengingat bahwa Raka tergolong makhluk yang diciptakan Tuhan dengan penuh kelebihan.
“Mimpi apa gue semalam. Hari ini bisa ketemu makhluk ganteng nan kece seperti dia. Ayolah siapa aja boleh nonjok gue kali ini, gue ikhlas.” Batinnya. Saking kegirangannya bertemu dengan Raka. Sebab tidak pernah disangka bahwa orang yang selama ini menjadi rebutan beberapa perempuan justru menghampirinya bahkan langsung bersalaman dengan Fania.
“Lo lagi nungguin seseorang?”
“Iya, gue nungguin Reza. Lama banget tuh orang.”
“Lo mau gue anter?”
“Sekali lagi, gampar gue. Tabok nih, tendang juga enggak apa-apa.” batin Fania mulai liar.
“Kalau lo keberatan sih enggak apa-apa. gue tahu kok lo itu pacarnya Reza kan. Secara gue itu bukan mau ngajak lo berkhianat, cuman mau nganterin lo pulang.”
Fania terkejut dan menelan ludahnya. Bukan satu orang saja yang menganggap dirinya dan Reza berpacaran. Akan tetapi beberapa orang yang seringkali menganggap bahwa mereka berdua pacaran karena terlalu dekat.
“Gue enggak pacaran sama dia. Dia cuman sahabat gue. Lagian dia udah punya pacar.”
“Kalau lo sendiri gimana? Belum punya pacar gitu?”
Fania mengangguk.
“Berarti enggak ada yang marah dong gue antar lo pulang?”
“Iya emang enggak ada.”
“Balik sama gue yuk.” Raka mengulurkan tangannya pada Fania. Dengan penuh bahagia perempuan tersebut menyambut tangan Raka.
Ketika diperjalanan. Canda tawa mulai tercipta. Seperti biasanya, Fania termasuk orang yang sangat cepat akrab dengan orang-orang sebab ia begitu mudah berinteraksi. Namun seringkali apa yang membuatnya bahagia justru dikekang oleh Reza. Bukan bermakna egois, melainkan karena begitu hati-hati tidak ingin membiarkan Fania terjatuh dalam kesalahan yang tidak diinginkannya yang tidak lain adalah patah hati.
Fania bukan lagi ABG yang berusia belasan tahun yang mengenal istilah cinta monyet. Akan tetapi tetap saja hal itu menjadi suatu kekhawatiran yang membuat cemas Reza. Beberapa kali hendak menjalin hubungan, Reza adalah penghalang terbesarnya sebab laki-laki itu tidak pernah bisa menerima siapapun yang dekat dengan Fania.
“Apartemen lo di sini kan?” tanya Raka.
“Iya. Makasih banget ya udah mau nganterin gue.” Ucapan terima kasih untuk Raka disertai dengan senyuman khas Fania yang membuat beberapa laki-laki tergoda. Manis, sungguh.
“Kalau ada waktu gue boleh dong main-main ke tempat lo?”
“Boleh kok.” Dengan begitu riang Fania menjawab ucapan Raka. Jika di tahu oleh Reza, berakhirlah bahagia yang dia impikan.
“Gue minta nomor telepon lo ya. Nanti malam gue telepon. Besok pagi gue juga yang jemput lo. Jadi lo enggak perlu berangkat bareng Reza lagi.”
Fania memberikan mengetik nomornya di ponsel Raka. Ia pun turun dari mobil laki-laki itu.
“Gue pamit ya. Lo jangan lupa istirahat.”
Fania segera menuju kamarnya. Mandi dan menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri. Ia termasuk tipe perempuan yang sangat suka sekali dengan masak. Lebih memilih masak sendiri dibandingkan dengan membeli makanan cepat saji. Itulah yang menjadi kelebihan Fania di mata Reza. Selalu pandai dalam membuat masakan yang teramat lezat.
Sekitar pukul delapan malam dan makan malam pun sudah selesai di masak oleh Fania. Terdengar suara bel berbunyi. Ia pun segera menghampiri pintu agar seseorang tersebut tidak menunggu lama.
Baru saja Fania membuka pintu. “Lo ngapain pulang sama Raka, hah.” Tidak ada angin, tiba-tiba saja Reza datang dengan penuh emosi.
“Gue nungguin lo lama. Lagian dia itu baik nganterin gue pulang. Lihat sendiri gue nyampe rumah kayak gini karena dia. Kalau gue nungguin lo, bakalan lama.”
“Lo jangan sampai kebawa perasaan karena kebaikan dia sama lo ya. Gue kenal sama tipe laki-laki brengsek macam Raka. Dia itu suka mainin perempuan, gue enggak mau dia itu manfaatin lo yang polos kayak gini.”
Fania menarik napas pelan. “Jika dia brengsek. Lalu lo sendiri apa? Lo seenaknya main sama cewek, lo bawa cewek ke kamar lo. Gue bahkan enggak tahu lo ngapain sama tuh cewek. Yang jelas gue juga tahu lo itu brengsek.” Dengan nada pelan namun sangat menusuk.
“Tapi… Jujur gue takut dia itu mainin lo doang. Lo enggak tahu akal belangnya dia.”
“Bukan kuasa kita menghakimi seseorang. Gue tahu Za, lo itu punya janji sama kakak gue. Tapi enggak gini juga caranya. Gue juga pengin banget bahagia. Nemuin kebahagiaan yang ada dalam diri gue. Tapi kebahagiaan itu seolah lo kekang dan enggak biarin gue ngerasain gimana rasanya gue jatuh cinta, gimana rasanya gue rindu sama orang. Bahkan gimana rasanya gue itu jalan bareng sama cowok gue sendiri. Gue enggak pernah Za. Jujur, gue salut sama lo yang udah jagain gue. Tapi enggak ada salahnya kalau gue milih bahagia gue sendiri. Dan kali ini, maaf gue enggak bisa nurutin kemauan lo. Gue punya hak untuk bahagia. Please Za. Jangan kekang gue kali ini.”
Mendengar ucapan itu, Reza yang tadinya sangat marah kini luluh oleh ucapan Fania yang disertai air mata. Ia benar-benar tidak tega membuat perempuan itu menangis.
“Maafin gue, selama ini memang egois. Tapi ini semua demi kebaikan lo. Gue enggak mau lo sampai nyesel dikemudian hari.”
“Siapa yang tahu kita akan menyesal atau tidak jika tidak mencoba.”
“Ya, kali ini terserah lo. Gue enggak ada hak buat ngelarang lo.”
Reza membalikkan tubuhnya dan melangkah maju meninggalkan kamar Fania. Ia tidak bisa terlalu memaksakan kehendaknya meski keinginannya untuk menjaga perempuan itu teramat besar. Jika Fania sudah membuat keputusan, ia tidak berani untuk menghancurkan keputusan tersebut.
Melihat punggung Reza mulai tenggelam dibalik pintu. Fania menyeka air matanya. “Maafin gue, tapi benar-benar kali ini gue berhak bahagia. Makasih selalu jagain gue layaknya adik lo. Gue tahu gue ngecewain lo, tapi… gue enggak bisa bohong sama perasaan gue sendiri yang benar-benar pengin bahagia.” Isak Fania.
Tambahin ke Favorit kalian dan like juga ya. Ceritanya bakalan panjang banget. Jadi silakan dibaca dengan santai, hehehe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 232 Episodes
Comments
Riska syah widya
numpang lewat..
2021-12-25
0
Eti Sumia Jaenudin
baru mampir
2020-11-06
1
ㅔ바
baca episode ini sambil di iringi lagunya Christopher yang judulnya Moment, nyambung njir 🙃
2019-08-07
1