7 bulan kemudian.
Reza merasa sangat frustrasi, semenjak menikah dengan Fania. Suatu keinginan istrinya yang belum bisa diberikan oleh Reza adalah menghamili Fania. Ia sendiri merasa dirinya tidak bisa memberikan keturunan untuk Fania. Bahkan beberapa waktu yang lalu mereka memeriksa kesehatan mereka berdua. Semuanya normal. Karena memang Tuhan belum mengizinkan untuk Fania hamil. Mungkin karena kesibukan yang tidak pernah ada hentinya membuat perempuan itu belum juga hamil.
Pagi hari, Reza meraba tempat tidurnya saat ia terbangun. Tidak ada Fania, Reza bangun dari tempat tidurnya dan langsung mengenakan boxer hitam yang tergeletak di lantai. Setelah percintaan panasnya semalam dengan istrinya ia tidak mengenakan pakaiannya lagi. Reza mengernyit saat mendengar Fania muntah-muntah di kamar mandinya. Ia pun segera bangkit melangkah menuju kamar mandi.
"Fan, kamu nggak apa-apa?" suara lembut Reza dari belakang pintu. Sebab pintu kamar mandi ditutup dari dalam oleh Fania.
Setelah beberapa saat menunggu, perempuan itu keluar dan wajahnya begitu terlihat pucat pasi. Ia memegang kedua pipi istrinya dan memperhatikan raut wajah perempuan itu.
"Kamu sakit?"
"Nggak, mual aja, Mas."
Reza terdiam, mungkin inilah waktunya sebab yang ia tahu pembalut Fania masih tertata rapi di lemari kamar mandi yang menggantung.
"Fan, kita coba lagi ya?"
Fania menggeleng, "Aku takut kamu kecewa lagi, Mas." Jawab perempuan itu mantap.
"Kita iseng sayang, kalau memang belum ya nggak apa-apa."
"Tapi kalau belum, kamu jangan kecewa ya, Mas!"
"Iya, sayang. Tapi kita coba ya!"
"Hm,"
Reza menghela napas, ia pun mengambil test pack yang ia beli beberapa waktu yang lalu, ia membeli begitu banyak karena untuk cadangan jika suatu waktu Fania mual-mual lagi. Ini sudah kesekian kalinya Reza memberikan alat itu untuk tes, tetapi hasilnya tetap saja.
Fania melangkah begitu pelan ke toilet. Reza yang menunggu di luar terus berharap. Pasalnya ia sangat menginginkan seorang anak, bahkan begitu pula dengan Fania. Tapi apa yang hendak dikata jika Tuhan belum memberikan, manusia hanya bisa berusaha, selebihnya Tuhan yang menentukan.
Ceklek
Reza langsung menghampiri istrinya.
"Gimana?" tanya Reza antusias karena penuh harap.
Fania menyerahkan alat itu dan Reza melihat hanya ada satu garis.
"Maaf, Mas."
Reza menghela napas panjang, "Nggak apa-apa. Kita coba lagi sayang, jangan khawatir!"
Hari-hari pernikahan mereka pun diwarnai dengan harapan dan doa mereka bersama. Sesuatu yang terasa kurang dalam rumah tangga mereka adalah tidak adanya kehadiran seorang anak di sana.
"Kita mandi yuk! Terus kita ke sarapan. Harus ke kantor bukan?"
"Iya, Mas." Jawab perempuan itu singkat.
Reza mengecup bibir istrinya yang nampak kecewa. Hanya untuk menenangkan, bagaimanapun juga Reza juga sangat kecewa, tetapi ia tidak bisa menampakkan itu semua di depan istrinya.
Beberapa saat setelah mandi dan bersiap diri. Fania lebih dulu keluar untuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
Reza pun ikut keluar setelah menyiapkan beberapa berkas yang hendak dibawa ke kantor. Ia melihat istrinya nampak begitu cantik setiap harinya. Hal yang tidak pernah dibayangkan oleh Reza adalah menikahi sahabatnya sendiri, perempuan yang selama ini ia jaga sepenuh hati.
"Fan, kita bisa ngobrol sebentar?"
Perempuan itu menoleh dan langsung menghadap ke meja makan.
"Mas mau ngomong apa?"
"Kalau, Mas suruh kamu berhenti bekerja bagaimana?"
"Tapi kan aku punya perusahaan, Mas. Bagaimana bisa?"
"Aku yang kelola, atas nama kamu. Tetap di rumah, kamu nggak boleh capek, sayang. Bukan bermaksud apa-apa ini demi kebaikan kamu," bukan karena ingin melarang, tetapi ia tidak ingin Fania terlalu sibuk bekerja dan melupakan dirinya begitu saja. Fania memang sibuk akhir-akhir ini meski dalam keadaan lelah, perempuan itu tidak pernah menolak kewajibannya sebagai seorang istri untuk melayani suaminya. Tetapi Reza sangat ingin melihat istrinya tetap berada di rumah. Siapa tahu dengan berhentinya Fania, istrinya tersebut bisa segera isi.
"Ya udah. Aku pantau dari rumah gitu?"
"Iya."
"Iya sudah, tapi aku pergi kerja untuk hari ini aja nggak apa-apa kan?"
"Iya, Fan. Ohya nanti malam kita nginep di rumah mama ya?"
"Iya, tapi aku belum siapin barang kita, Mas."
"Nanti pulang cepat dari kantor!"
"Iya udah, Mas. Tapi aku kesepian kalau nggak di kantor, Mas,"
"Bukannya kamu juga punya beberapa kafe? Kelola itu aja, kan waktunya nggak sesibuk di kantor, kamu bisa santai, sayang,"
"Boleh juga, Mas. Tapi kamu jangan terlalu sibuk terus lupa sama aku, Mas,"
"Mas usahain kita nggak akan sibuk sama urusan masing-masing, sayang,"
Reza pun merasa sangat senang, pasalnya Fania menuruti perintahnya. Belum lama lagi, ia akan menghabiskan waktunya untuk mengurusi perusahaan dan ingin sekali segera memiliki keturunan. Reza baru menyadari sikap brengseknya dahulu membuang spermanya pada beberapa rahim perempuan dan tidak ada yang datang menagih pertanggung jawaban. Kini ia baru sadar bahwa menghamili istrinya pun ia belum mampu. Padahal waktu itu dokter mengatakan bahwa spermanya sangat sehat. Hanya belum waktunya.
Beberapa saat setelah sarapan, mereka berangkat bekerja seperti biasanya Reza mengantar sang istri terlebih dahulu ke kantor. Setibanya di kantor, ia langsung merebahkan dirinya ke atas sofa dan mulai berpikir. Beberapa saat kemudian, Aril masuk ke ruangannya.
"Lo kenapa pagi-pagi cemberut?"
"Ya nggak apa-apa. Gue cuman banyak pikiran aja sih,"
"By the way, lo nggak mau ngucapin selamat gitu pada Zaskia, dia hamil, Za."
Reza mengernyitkan dahinya, karena yang ia tahu bahwa perempuan yang bernama Zaskia tersebut baru menikah tiga bulan yang lalu. Kini peremuan itu tengah hamil dan itu membuat Reza tersenyum kecut.
"Lo sendiri belum berhasil bobol Fania?"
"Belu, makanya gue stress, dokter bilang sih normal. Tapi ya gitu, gue nggak bisa juga buat dia bunting, Zaskia hebat juga,"
"Lupa lo? Mereka itu bercinta kan ngeri, suaminya juga ada di gedung ini kan. Sama kayak kita, cuman beda kantor aja, tapi mereka itu kalau jam istirahat main. Lah lo mainnya malam doang, makanya jangan sibuk melulu,"
"Gue udah suruh istri gue berhenti kerja. Dia nurutin apa yang gue mau kok. Dan lagi ya, gue bakalan sering-sering konsultasi ke dokter. Fania itu pengin banget hamil. Sedangkan gue belum bisa ngasih,"
"Ya sabar, Tuhan belum percaya kali kalau lo itu bakalan jadi orang tua. Belum mau nitipin lo buah hati,"
"Lo nggak tahu gimana penginnya gue, Ril. Gini-gini gue kadang ngerasa hampa banget, bahkan ada rasa bosen juga sama istri gue sendiri. Bukannya nggak cinta, tapi gue malu deket sama dia. Tiap malam ngegas melulu minta jatah, tapi belum juga bisa isi,"
"Eh lo yang sabar. Jangan putus asa, seenggaknya lo udah usaha, Za. Ohya lo nggak tahu cewek lo balik lagi ke Jakarta,"
"Cewek?"
"Nesya, dia balik lagi. Kayaknya dia bakalan menetap deh. Kontraknya di sana udah habis, itu sih yang gue dengar dari media. Za, ingat ya lo punya istri. Seharusnya lo putusin dia sih, gimana nanti kalau dia balik lagi sama lo. Secara dia itu nggak tahu kalau lo udah nikah. Dan lagi lo jangan genit-genit, dapat perawan padahal lo ngejebol lagi, masa lo maunya sama lubang yang udah gede gitu,"
Reza terbahak mendengar hal itu. "Brengsek lo tahu dari mana?"
"Gue bukannya kurang ajar ya, Za. Maaf nih maaf karena gue nggak tahu waktu itu lo pacaran sama dia, tapi gue pernah tidur sama dia, brengsek. Lo tahu kan dia sering ke kelab, di sana gue nggak pernah niat main. Cuman dia nyosor-nyosor, ya udah gue bawa ke kamar,"
"Sialan lo, terus lo nggak niat lanjutin hubungan?"
"Hubungan apa? Waktu itu cuman satu kali kok, gue juga pakai pengaman. Terus udah gitu dengar gosip lo pacaran sama dia, anjir lo cuman lihat tampang doang. Lihat Nesya dari cantiknya doang, lo nggak mikir calon anak lo kayak gimana nanti. Dicoba sana sini gimana nggak longgar,"
"Brengsek. Berarti gue dapat bekas lo?"
"Bisa dibilang begitu. Tapi yang gue tahu ya, bukan gue yang pertama sih. Karena waktu sama gue juga dia udah gitu, sekali masuk punya gue,"
"Ril, gimanapun juga gue sayang sama dia, mau dia lo pernah pakai. Mau dia tidur sama berapapun cowok juga gue tetap sayang,"
"Fania udah lo jebol brengsek, dia istri sah lo,"
"Gue sayang keduanya,"
"Jangan nyesel di akhir, Za. Lo nggak tahu gimana seriusnya Raka buat ngerebut Fania dari lo. Lepasin Nesya, lo serius sama Fania. Mungkin itu tuh yang buat Tuhan malas ngasih lo anak, lo masih berhubungan sama perempuan gitu. Cantik, model, tapi sayang longgar,"
"Jaga omongan lo, Ril. Apa pun yang lo bilang, gue tetap sayang Nesya,"
"Ya ampun, Za. Gue nggak ngerendahin, itu fakta ya. Jaga Fania, Raka tetap jadi saingan lo sampai kapan pun juga. Ohya, jangan dekatin Nesya lagi, jangan khianati istri lo. Gue tahu lo masih berhubungan sama dia. Secara gue pernah mergok lo teleponan sama dia,"
"Ya udah terserah. Thanks infonya, gue jadi bisa ketemu sama dia. Kangen banget gue,"
"Terserah lo. Semoga lo dapat hidayah, tobat! Istri lo cantik, apalagi yang jamah cuman lo doang. Lo malah nyari perempuan yang dijamah banyak laki-laki."
"Iya apa pun yang lo bilang. Gue tetap kok mau sama dia, sayang gue ke dia nggak berkurang,"
"Za, lo mau main-main lagi?"
"Dia pacar gue,"
"Fania?"
"Dia istri gue, tapi gimanapun juga gue nggak putus sama Nesya, jadi gue bisa dapatin keduanya dong,"
"Semoga aja lo nggak nyesel, Za."
Reza mengangguk dan beranjak dari sofa untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Mendengar kabar bahwa Nesya kembali lagi, membuat Reza bersemangat untuk menemui pujaan hatinya. Meski sudah memiliki istri, tidak menutup kemungkinan Reza tetap bisa bertemu dengan Nesya, karena ia belum memutuskan perempuan itu secara resmi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 232 Episodes
Comments
Diana Diana
katanya gak mau nyakitin ngelarang fania pacaran tar disakitin taunya dia Uda jdi suaminya kok malah pengen nyakitin?
2020-07-16
1
Nofita
haduh Za tak gantung mari"
2020-06-22
0
Amnda Resti
berengsek kmu za
2020-06-20
3