Fania tengah membaca surat cerai yang dikirimkan oleh Raka ke alamatnya. Tempat tinggal yang hanya diketahui oleh pria itu. Fania mengelus perutnya yang datar, tak menyangka saat bahagia harus terbayarkan dengan cara seperti itu.
Ia menutup berkas tersebut kemudian menaruhnya di lemari. Semua itu adalah hal yang tidak pernah diduga sebelumnya. Rumah tangga yang terlihat baik-baik saja ternyata ada rahasia yang begitu besar tersembunyi. Bahkan yang bersangkutan pun tak tahu perihal itu.
"Kamu benar-benar melakukan ini, Za. Saat anak kamu sudah mulai tumbuh di dalam sini," air mata Fania menetes saat mengelus perutnya yang masih datar. Membayangkan dirinya yang akan hamil seorang diri sungguh sangat perih jika ia membayangkan hal itu.
Seulas senyum tergambarkan dibibirnya. Harus kuat, harus bisa menjadi dirinya sendiri. Kuat demi sang buah hati nantinya. Jika memang Reza sudah memutuskan untuk itu, maka tidak ada lagi yang bisa Fania andalkan lagi selain buah hatinya yang akan ia miliki sebagai satu-satunya cinta yang membuatnya kuat.
"Kak Fandy, Mama, Papa. Sekarang Reza, jika boleh mengeluh, aku ingin menyudahi dan ikut dengan kalian. Tetapi, aku tahu bahwa kita tak akan pernah bertemu meski aku mengakhiri hidup. Terlebih, anakku pasti dia ingin hidup. Lalu jika aku memilih mengakhiri hidup, apa yang bisa kupersiapkan? Apa yang bisa aku saksikan saat hari pembalasan itu tiba. Aku lelah," Fania menghapus air matanya berusaha tegar dan tetap merasa baik-baik saja agar janinnya tak terganggu. Kasih sayang yang dirasakan selama ini dirasa cukup untuk mempertahankan pernikahan. Tetapi, Reza justru membuangnya begitu saja. Andai dapat menyesal. Mungkin Fania tak akan pernah mau dengan perjodohan itu. Reza yang dipercaya untuk menjaganya justru hanya meninggalkan luka yang teramat perih untuk dirinya.
Sore ini, Raka berjanji akan datang kembali untuk mengunjunginya karena lusa adalah waktunya untuk opening usaha yang ia buat bersama dengan bukdenya.
Fania bergegas menyiapkan dirinya sendiri untuk menyambut kedatangan Raka yang nantinya akan menginap di rumah bukdenya.
"Sayang, kita ketemu om," ucap Fania seorang diri sambil berusaha menghilangkan rasa sedihnya. Orang yang ia percaya kali ini adalah Raka. Seseorang yang dulu pernah ia tinggalkan begitu saja demi Reza. Tetapi pria itu justru sangat baik kepadanya. Membantu segala hal yang ia perlukan.
****
Sore tiba, Fania bergegas menuju rumah bukdenya karena mendengar kabar bahwa Raka telah tiba di sana. Jarak Jakarta-Lombok ditempuh beberapa jam. Belum lagi jarak bandara dan juga rumahnya yang memakan waktu kurang lebih satu jam.
Tiba di sana. Ia menemukan pria yang selama ini sudah begitu baik kepadanya.
"Raka!"
Fania langsung berhamburan dan memeluk tubuh Raka. Semua mata tertuju kepadanya tetapi itu tidak membuatnya berhenti memeluk Raka.
"Hey, malu tahu!"
"Kenapa malu?"
"Nggak apa-apa. Tapi bisa lepasin kan!"
Fania menatap mata Raka dan kepalanya di dorong oleh Raka. "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Di sini aku datang untuk ngunjungin kamu. Mau peluk ya nggak apa-apa. Tapi, nanti kalau nggak ada mereka ya!" Bisik Raka. Fania menyeringai dan melepaskan pelukannya. Alasan ia terus bertahan dan merasa sangat kuat adalah karena dukugan Raka yang selalu saja penuh kepadanya. Tak pernah ada kata yang selalu menyakiti hatinya jika berbincang dengan Raka. Pembawaan pria itu selalu santai tetapi memberi motivasi yang teramat baik bagi Fania. Terlebih jika itu adalah perihal membahas bisnis dan kelangsungan hidup berikutnya.
"Gimana kabar dia?" Raka mengelus perutnya.
"Baik,"
"Nggak mual?"
"Nggak. Kadang-kadang mualnya sih, nggak parah."
"Katanya nggak,"
"Hehehe, maaf. Tapi beneran nggak parah kok,"
"Ya sudah, baik-baik selama aku nggak ada!" Raka mengelus kepalanya dan mereka pun melanjutkan perbincanga di ruang tamu.
*****
"Fania!"
"Hm?"
"Aku bisa ngomong sesuatu sama kamu?"
"Ngomong apa?" Fania berbalik dan langsung berhenti dari aktivitasnya.
"Usianya sekarang berapa?"
"Hmm masuk bulan ke-4 Za. Tahu nggak, aku kadang mikir gimana lucunya aku kalau perutku tambah besar. Di dalam ada anak aku yang pasti lucu banget, aku pengin dia segera lahir. Aku bakalan tetap sayang sama dia, bakalan luangin waktu untuk dia setiap waktu. Akan jadi Mama dan Papa untuk dia,"
"Kalau aku yang jadi Papanya, gimana?"
fania berhenti mengoceh saat Raka mengatakan hal itu.
"Ka?"
"Aku nggak peduli kamu dalam keadaan hamil, aku bakalan nunggu waktunya. Yang penting kamu izinin aku berada di samping kamu. Bukan justru sebagai teman biasa, tapi teman spesial bagi kamu dan anak kamu. Fan, aku nggak bisa nuntut kamu. Aku hanya mau kalau kamu itu berada di sisiku. Terus aku akan lindungi kamu, anak kamu. Kamu nggak punya siapa-siapa lagi. Aku terima, Fan. Terima apa adanya,"
"Tapi, Ka. Kamu masih bisa dapatin yang lebih baik dari aku."
"Tapi yang terbaik bagiku itu kamu," Raka memegang kedua tangan Fania.
"Ka?"
"Selama ini kamu anggap aku apa? Bahkan saat aku tahu kamu nikah sama Reza. Aku orang yang pengecut. Nggak bisa pertahanin kamu. Yang harusnya aku itu bertahan, bukan justru ngasih celah buat orang nyakitin kamu, Fan. Apa pun alaasannya, aku bakalan ada buat kamu. Bila perlu aku ikut di sini, jagain kamu suatu waku kalau kamu kenapa-kenapa."
Fania tercengang. Namun, ia belum bisa percaya begitu saja soal usaha Raka meyakinkan dirinya. Saat itu juga Reza begitu berusaha meyakinkan dirinya. Tetapi hal itu menyakiti dirinya hingga berakhir seperti sekarang ini.
"Kamu nggak perlu maksain diri, Fan! Biar aku yang berjuang,"
"Ka. Aku nggak tahu,"
"Aku sayang, Fan. Sayang sama kamu. Bahkan dari dulu, saat kamu putusin aku gittu aja. Aku udah sayang saat itu juga. Aku nggak bisa maksain kamu. Please, aku nggak mau kamu sedih lagi, kamu nangis kan?"
Fania menundukkan kepaalanya saat Raka menatap matanya dan melihat matanya yang sembab.
"Fania? Kali ini aja. Aku cuman mau kamu itu paham sama semua ini. Kalau emang kamu nggak bisa buat nerima. Aku nggak masalah, tapi tolong! Aku nggak mau kamu sedih lagi, Fania. Biarin aku yang sayang kamu. Biarin aku yang berjuang. Dan, aku nggak mau kamu sedih karena hubungan rumit ini,"
"Ka. Nggak semudah itu."
"Aku tahu. Aku bisa nunggu,"
"Mengenai Reza. Apakah dia sudah menikah?"
"Fania? Bisa nggak usah bahas ini?"
"Aku cuman pengin tahu,"
"Iya. Mereka menikah, justru respons mantan mertuamu begitu antusias saat tahu bahwa Reza memiliki anak dari Nesya."
Fania tersenyum. "Aku tahu Ka. Karena mereka begitu menginginkan cucu. Tetapi belum di kasih waktu itu,"
"Fania. Jangan sedih!"
Cup.
Air mata Fania berlelehan saat Raka mencium bibirnya. Ia spontan mendorong tubuh Raka menjauh.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Apa yang seharusnya aku lakukan. Karena aku nggak suka bibir kamu jelek karena nangis, aku lebih suka waktu itu kamu senyum. Aku kangen senyum kamu," tukas Raka.
"Aku nggak sedih."
"Tapi nangis,"
"Aku cuman sedih kenapa semuanya harus terjadi,"
"Kamu pasti bahagia. Aku yang bakal bahagiain kamu. Buktikan bahwa kamu itu wanita yang tangguh. Hebat dan lagi kuat meski tanpa Reza. Mencari kebahagiaan demi buat hati kamu. Meski suatu saat dia menanyakan siapa papanya. Jangan pernah kamu katakan. Aku akan ada, meski kita tak berstatus apa pun. Jika kamu bersedia, aku pengin kita nikah,"
Fania menatap mata Raka. "Raka, aku nggak mau semua ini terburu-buru,"
"Aku cuman nyaranin. Aku mau kamu tetap sama aku. Jangan kembali lagi ke Jakarta. Sekalipun Reza mati ditangan aku,"
"Raka?"
"Aku nggak suka dia buat kamu sedih,"
"Thanks ya. Tapi jangan bunuh. Kasihan anaknya Nesya nggak punya ayah nanti,"
"Aku nggak mau mengotori tanganku hanya untuk membunuh sialan mantan suamimu itu, Fania,"
"Nah itu baru Raka."
"Jadi diterima?"
"Apanya?"
"Lamarannya,"
"Lamaran kok nggak romantis?"
"Oh jadi kamu maunya yang romantis? Ini nggak romantis?" Raka menyelipkan cincin tanpa sepengetahuan Fania.
"Raka, secepat ini?"
"Kamu lupa? Ini hari ulang tahun kamu. Aku cuman mau ngasih hadiah. Anggap itu hadiah, by the way, Fan. Aku sayang kamu,"
"Aku belum, Ka,"
"Nggak apa-apa. Ohya makan yuk!" Ajak Raka saat selesai memasak di rumah Fania.
"Kamu hobi banget masak kalau ke rumah aku?"
"Aku nggak mau kamu itu capek."
Fania tersenyum. Andai saja Reza bisa perhatian terhadap kehamilan Fania. Tentu ia akan merasa sangat bahagia. Tetapi hal itu justru tak pernah di dapatkan oleh Fania. Pada akhirnya, disingkirkan oleh Reza sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 232 Episodes
Comments
Narmia
sedih bacanya
2020-07-25
0
Windi Purnamasari
ko jdi ku yg ngs gr2 crta novel yh sdh
2020-07-02
0
Bernadina Natalia Bere
sprti nya anak yg di kandung Nesya bukan anak nya rwza
2020-05-31
5