Dua hari berlalu setelah kejadian sialan itu menimpa Reza dan juga Fania. Pernikahan yang harusnya mereka nikmati saat manis-manisnya menjadi sepasang pengantin baru. Akan tetapi apa yang dibayangkan sangat jauh dari nalar. Tidak ada yang benar-benar terjadi dalam khayalan mereka, justru sebaliknya.
Mereka pulang ke rumah Reza, hadiah dari pernikahan mereka. Rumah yang terbilang tidak terlalu kecil dan hanya memiliki empat kamar tidur. Dalam perjalanan pulang tadi mereka hampir tidak berbicara sama sekali. Reza terlebih memilih diam, karena ia sadar akan kesalahannya yang sangat fatal.
Reza memberitahukan kamar yang akan ditempati untuk mereka berdua. Setelah kejadian itu, mereka tetap tidur saling membelakangi.
"Biar aku saja yang beresin, Mas."
Reza meletakkan kopernya. Ia membiarkan Fania mengerjakannya, takut jika nanti masalahnya berlanjut. Ia memilih untuk mengalah.
"Iya sudah, Mas mandi dulu ya. Nanti Mas yang siapin makan malamnya." Pamit Reza pada istrinya. Status yang kini sudah berubah dari sahabat menjadi suami, Reza sendiri sangat tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi pada mereka.
Di dalam kamar mandi ia mengguyur tubuhnya dibawah shower memikirkan bagaimana caranya berdamai dengan Fania. Bukan munafik, Reza juga memiliki perasaan pada Fania. Akan tetapi ia sendiri tidak bisa menyampaikannya, saat dihatinya ada Nesya yang melekat dengan sangat erat.
Setelah berlama-lama di kamar mandi. Ia keluar dengan hanya menggunakan handuk.
"Aku pamit mandi dulu Mas, biar aku aja yang siapin makan malam. Mas tunggu aja,"
"Fan, Mas mau ngomong, boleh?"
"Iya Mas, mau ngomong apa?" Fania berbalik menghadap dirinya namun tidak menatap dirinya yang hendak berbicara soal malam pertama yang tertunda.
"Ini tentang malam itu, Mas minta maaf,"
"Kalau mau bahas itu nanti aja Mas, aku mau mandi."
Reza terdiam. Hati siapa yang tidak sakit saat malam yang harusnya indah, bercinta bahkan bercumbu mesra dengan orang yang sangat disayangi justru menyebut nama seseorang di saat kehangatan itu terasa.
Ia paham bahwa bukan waktunya membicarakan soal itu pada Fania. Bahkan semenjak kejadian itu, disetiap paginya Reza harus menyaksikan mata Fania bengkak. Sepanjang malam juga ia mendengarkan isakan Fania meski suara yang ia dengar nyaris tak jelas.
Reza menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Ia benar-benar menyesali semua ini, harus menyakiti hati Fania, hati almarhum sahabatnya. Dan perempuan yang ia cintai, meski tak seutuhnya. Karena hatinya tetap milik perempuan lain. Tidak mungkin juga baginya memiliki keduanya, karena ia harus menerima salah satunya terluka.
Sore setelah kembali dari hotel, tidak ada bulan madu, tidak ada yang indah. Hanya penyesalan yang terngiang di kepala Reza saat ini.
Reza menuju ruang kerjanya. Ia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya yang sebagai direktur dari perusahaan yang kini dipegang olehnya.
Sekitar tiga jam berada di sana, ia ketiduran dan langsung keluar dari ruang kerjanya.
"Mas makan malam dulu,"
Reza mengerjapkan matanya, berkali-kali ia berusaha untuk mencoba menghadapi Fania yang selalu saja perhatian dengannya. Meski tak banyak bicara, justru ia yang merasa takut bicara dengan Fania.
Setelah bangun, istrinya pergi meninggalkannya.
"Aku ingin memelukmu," kata yang tidak bisa keluar dari mulut Reza dengan jelas. Suara itu tercekat ditenggorokan.
Ia keluar dari ruangan kerjanya. Sudah ada beberapa menu yang disajikan oleh Fania untuk merka berdua. Memang benar Fania melayaninya, akan tetapi ia merasa sendu di mata Fania tidak pernah bisa ia tenangkan.
Makan malam tanpa ada ucapan sepatah kata pun. Selesai makan malam, Reza bangun dari tempat makan dan beralih ke ruang tengah untuk menyaksikan beberapa tayangan di televisi. Sesekali ia melihat ke arah dapur, masih ada Fania yang sibuk membereskan belanjaan yang tadi mereka beli. Sebelum pulang, mereka berdua mampir di supermarket untuk mengisi persediaan makanan mereka untuk beberapa hari ke depan.
Sekitar pukul sebelas. Reza menyadari bahwa Fania sudah tidak ada di dapur dan sudah kembali ke kamar. Niatnya tetap berada di ruang tengah adalah hanya untuk menemani Fania yang sibuk, sedangkan ia hanya duduk di depan televisi. Meski pandangannya tidak beralih dari istrinya.
Reza melangkahkah menuju kamar, ia mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu temaram.
Ia melihat wajah tenang Fania, ia mengecupnya dan melangkah ke sebelah istrinya. Mereka lagi-lagi saling membelakangi. Ia berusaha untuk tertidur kali ini, berharap tidak ada isak yang terdengar lagi yang membuatnya semakin bersalah.
Ketika baru saja terlelap, ia mendengar suara itu lagi.
Reza membalikkan tubuhnya dan langsung memeluk istrinya dari belakang. Ia berpura-pura dalam keadaan tidur, ia tahu istrinya memberontak. Namun, dengan lengan kekar yang dimilikinya Reza mendekap tubuh Fania hingga tidak ada lagi perlawanan.
**
Keesokan harinya Reza terbangun dengan senyuman. Melihat Fania yang masih ada dalam dekapannya.
Ia dengan dengan sangat hati-hati mundur dari Fania agar perempuan itu tidak terbangun.
Reza sendiri melangkah menuju dapur untuk menyiapkan sarapan dan membiarkan Fania tertidur. Selangkah lagi mereka akan berdamai, itulah yang dipikirkan oleh Reza. ia bergelut sendiri dengan masakan di pagi hari. Bukan untuk pertama kalinya, ia sudah terbiasa melakukan hal ini semenjak dirinya tinggal di apartemen.
Setelah selesai memasak, ia kembali berbaring di dekat Fania. Berharap pelukan itu ia dapatkan setiap harinya dari Fania.
"Mas, aku belum buat sarapan. Hari ini Mas kerja kan?"
"Fania, Mas mau pacaran dulu sama istri Mas. Untuk urusan sarapan, Mas sudah siapkan."
Mereka berdua beradu tatap. Meski beberapa kali Fania ingin melepaskan diri, akan tetapi Reza menahan. Ia tidak ingin kehilangan momen untuk kedua kalinya. Bahkan sikap Fania kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya yang selalu saja menghindar. Jujur saja, Reza sendiri sangat takut menyakiti hati Fania. Akan tetapi ia juga tidak bisa membohongi hatinya sendiri.
"Mas, aku mau mandi."
"Kalau kamu mandi, berarti kita mandi bareng?"
"Ih, enggak mau,"
"Makanya diam. Mas kangen sama kamu,"
Ketika melihat ke arah Fania. Senyum itu yang Reza rindukan. Senyuman manis tanpa beban.
"Ingat, sekarang Mas sudah jadi suami Fania. Jadi apapun itu harus diomongin. Jangan pernah kabur dari masalah,"
"Iya, maafin Fania Mas,"
"Bukan istriku yang salah, tapi suamimu yang bodoh ini yang salah,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 232 Episodes
Comments
Meiliani Pelangi
Reza yang menciptakan masalah di rumah tangga mereka!
2022-05-16
0
City Nuryamaha
yaa suami yg salah...gak mikir...
2020-06-13
0
Reva Zahra
kesel tau sama si reza nya... kenapa sih gak bisa cinta seutuh nya ama si fania
2020-04-22
4