TARUNA 3

“Jadi, apa hubungannya dengan Leony?” tanya Julia saat Pak Win mengakhiri kisahnya.

“Bila benar Nyi Roro Kidul yang merasuki Leony, berarti beliau ingin mencari Taruna di daratan. Kita harus membawanya ke Tebing Karang Hawu dan mengadakan upacara sesajen, memohon agar beliau membebaskan Leony…”

“Bagaimana bila Nyi Roro Kidul tidak mau?”

“Maka kalian akan kehilangan Leony, teman kalian itu selamanya.”

Julia terhenyak.

Sesaat kemudian, Julia meninju lantai beranda keras-keras. “Mengapa…? Mengapa harus Leony? Tak adakah cara selain mempermainkan nyawa manusia? Nyi Roro Kidul, kau menyebalkan!”

Pak Win tampak panik. “Eeh, hati-hati bicaranya, Nak Julia. Jangan sampai Nyi Roro Kidul marah. Tak seorangpun dari kita cukup sakti untuk menghadapinya.”

Sakti? Kesaktian? Kekuatan?

Julia tersentak. Ia baru saja menyadari sesuatu yang penting. Ya, tak seorangpun cukup sakti, kecuali mungkin… Dahlia. Mungkin alunan biola saktinya bisa menenangkan roh Nyi Roro Kidul atau siapapun yang merasuki Leony, supaya kita paham sebab Leony kerasukan dan akar masalahnya. Siapa tahu ada solusi terbaik tanpa pertumpahan darah.

Suara Brian terdengar dari dalam rumah. “Lia! Cepat kemari!”

Tanpa basa-basi lagi Julia bergegas ke kamar tempat Leony dirawat. Brian ada di sana, wajahnya tampak cemas.

“Ada apa?” tanya Julia.

Brian menjawab, “Gilang hilang! Lihat, ranselnya masih di sini! Dia tak pernah bepergian tanpa ranselnya!”

Julia melihat sekeliling. Benar kata Brian, Gilang tak ada di kamar ini, bahkan rumah ini. Brian yang baru saja dari bilik mandi di halaman belakang rumah tak melihat Gilang, apalagi Julia.

“Astaga, kok bisa Gilang pergi tanpa sepengetahuan kita?” Julia tersentak, matanya tertuju pada Leony yang masih terbaring di ranjang. Lebih terkejut lagi ia saat melihat tangan si gadis yang pingsan itu. “Gelangnya… hilang!”

“Gelang apa?” Pak Win bicara sambil memasuki kamar.

Julia Pranata Lin seketika mengangkat telapak tangannya. “Gelang yang dipakai Leony! Tadi masih ada!”

Brian mengangguk. “Ah, benar! Tapi masa’…” Ia tercekat. “Jangan-jangan, gelang itulah yang membuat Leony kesurupan! Mungkin saat berduaan tadi Gilang melepas gelang Leony, memakainya dan ganti dia yang kesurupan!”

“Astaga, jadi gelang itu dirasuki roh Nyi Roro Kidul? Gawat, Gilang dalam bahaya!” Julia bereaksi.

“Astaga, Sang Ratu Laut Selatan benar-benar murka,” ujar si tuan rumah, memeluk istrinya yang gemetar ketakutan. “Kami harus menggelar upacara lagi, mempersembahkan sesajian untuk meredakan amarahnya…”

Tiba-tiba suara lemah seorang gadis terdengar. “Aaah… tidak… ini tak boleh terjadi… Kita harus… ke Karang Hawu… sekarang juga…”

Semua orang dalam kamar menoleh. Yang bicara itu ternyata Leony. Matanya setengah terbuka, nampaknya ia baru sadar dari pingsannya.

Spontan, Julia memeluk gadis itu. “Oh, syukurlah! Kau sudah sadar, Leony!”

Leony tak menjawab. Ia hanya mendelik lemah ke arah Julia.

Giliran Brian menyela, “Sekarang juga, Ony? Ini sudah terlalu malam! Sebaiknya kita cari Gilang besok pagi saja…”

“Tak bisa… harus sekarang… Kalau tidak, terlambatlah sudah…”

“Apa maksudmu?” Julia mendelik, melonggarkan pelukannya pada Leony.

“Harus… susul dia… Gilang…” Sambil mengatakannya, Leony berusaha bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya bergetar hebat.

Julia cepat mendorong Leony agar berbaring lagi. “Jangan, Ony! Biar kami saja yang pergi! Kau masih terlalu lemah!”

“Kalian tak mengerti… Harus aku… yang menyelamatkannya… Gelang itu… terkutuk. Gelang itu… akan membunuh Gilang.”

Julia dan Brian bagai tersambar petir. Dahi Julia berkerut, berusaha mencari kesinambungan logika dari kata-kata Leony itu. Jadi maksudnya, Gilang kini sedang kesurupan… dan roh di gelang itu yang mempengaruhinya. Roh Nyi Roro Kidul?

“Ayo, jangan buang waktu lagi, kita berangkat!” Rupanya Brian paling cepat mengambil kesimpulan. Ia langsung menggendong Leony di punggungnya. Julia membawa ransel Gilang, mengeluarkan senter besar dan bergegas menyusul si pria pirang.

“Oh ya, hampir aku lupa.” Julia menoleh dan melambai pada tuan dan nyonya rumah. “Terima kasih Pak dan Bu Win! Saya pasti ingat kebaikan kalian berdua!”

Sebaliknya, Pak Winarno malah berteriak, “Tunggu, anak-anak! Kalian pasti takkan bisa menyusul Gilang!” Tahu mereka takkan menuruti kata-katanya, ia berseru, “Apapun yang terjadi, jangan lawan Nyi Roro Kidul! Kalian manusia bukan tandingannya! Ingat nak! Ingatlah! Kalau kalian lawan dia, kalian pasti mati! Pasti mati!”

Suara teriakan si pria tua makin samar teriring jarak yang makin jauh antara dia dan pendengarnya. Sampai akhirnya sama sekali senyap, berganti suara jangkrik di keheningan malam.

Sambil terus berjalan cepat dan memandu dengan senternya, Julia membatin. Semoga kami tak perlu melawan Ratu Kidul. Semoga.

 

 

\==oOo==

 

 

Desa nelayan yang dikunjungi Julia berjarak beberapa kilometer saja dari Pantai Karang Hawu. Itulah salah satu sebab berjalan kaki di jalanan yang sepi senyap dengan menggendong seorang gadis di dini hari buta, hanya dipandu sinar bulan dan cahaya senter sungguh menguras tenaga.

“Aduh, Pak Win benar,” ujar Brian yang menggendong Leony sambil terengah-engah. “Andai kita tiba di Karang Hawu, kita pasti terlambat dan lemas karena kelelahan.”

“Iya,” sahut Julia yang memegang senter. “Mungkin kita memang harus berpikir lebih panjang sebelum mengambil tindakan semacam ini. Salah langkah, akibatnya akan fatal bukan hanya pada kita saja, tapi bisa juga membawa bencana bagi orang banyak.”

Leony kembali bicara lemah, “Tapi kita tak bisa berhenti sekarang! Gilang dalam bahaya, kita harus menyelamatkannya!”

Julia dan Brian bertatapan. Wajah keduanya pucat-pasi dalam situasi serba salah ini.

Tiba-tiba, secercah cahaya menyorot ke arah mereka dari kejauhan dan terus mendekat. Julia berbalik dan mengacungkan jempolnya, isyarat minta tumpangan. Tapi, siapa yang nekad mengendarai mobil di pesisir Pantai Selatan Jawa di dini hari buta? Jangan-jangan dia orang yang berbahaya.

Sebuah suara menyapa anak-anak itu, “Ah, rupanya kalian di sini, anak-anak. Ayo, bapak antar ke Karang Hawu!”

Julia mendekat, memastikan lebih jelas orang yang bicara itu. Ternyata dia Pak Winarno, yang menumpang minibus yang dikendarai seorang pemuda dari desanya. Tak lupa mengucapkan terima kasih, Julia, Brian dan Leony masuk dalam minibus itu.

Menjelang terbit matahari, langit mulai meremang cahaya.

Saat rombongan lima orang itu tiba di pantai wisata, tak ayal mereka terperangah.

Gerbang depan tampak terbuka paksa, dan dua penjaga malam tampak tergeletak di tanah, pingsan. Inikah perbuatan Gilang? Inikah kekuatan gelang sakti yang dikenakannya? Mengapa Leony sepertinya tak bisa mengendalikannya?

Dengan pikiran itu Julia bergegas menyusul, meninggalkan Winarno bersama Brian dan Leony dalam minibus. Gelagat gawat membuat jantung gadis itu berdegup keras, teringat kata-kata Pak Win tua tadi. Jangan lawan Nyi Roro Kidul!

Nampaknya bentrok takkan terhindarkan lagi.

Menyentuh brosnya, Julia berubah wujud menjadi Dahlia. Kekuatan batin gaibnya bertambah berlipat ganda, dan Dahlia mengerahkannya untuk melacak keberadaan aura gaib musuh.

Sesaat kemudian, Dahlia mengubah arah larinya. Wajah bertopengnya terarah lurus ke karang besar yang menjorok ke arah laut seperti dermaga. Perhatiannya segera terpusat pada sesosok pria yang berdiri di ujungnya. Walau lincah dan cekatan, Dahlia meniti permukaan batu karang yang cukup licin akibat air pasang itu dengan hati-hati.

Menyadari kehadiran musuh, pria di ujung karang itu berbalik badan. Ternyata benar, dia adalah Gilang.

“Ha, lagi-lagi pendekar sakti yang menjinakkan si gadis kesurupan itu. Siapa namamu?”

“Gilang, tak bisakah kau mengenaliku? Aku Dahlia.”

“Oh, rupanya itu namamu. Baik, kalau begitu kuperingatkan kau, Dahlia.” Gilang mengacungkan telunjuknya. “Jangan halangi aku. Lawanku Nyi Roro Kidul, bukan kau.”

“Apa katamu?” Wajah terperangah Julia tersembunyi di balik topeng Dahlia. “Jadi, kalau kau bukan Nyi Roro Kidul, kau adalah…”

“Akulah penyebab Nyi Roro Kidul dijuluki Ratu Laut Selatan. Namaku Resi Taruna.”

Taruna… Dukun sakti yang diceritakan Pak Win, musuh bebuyutan Ratu Kidul. Apa yang terjadi sebenarnya?

Seolah bisa membaca pikiran Dahlia, Taruna di tubuh Gilang bicara, “Saat melarikan diri dari incaran Kidul, aku berkelana melanglang tujuh samudera, berkeliling dunia. Setelah bertahun-tahun, aku baru sadar bahwa umur hidupku setara dengan manusia biasa. Ingin rasanya aku berpulang di lautan es. Namun, rasa rinduku pada Nyi Roro Kidul membuat aku nekad kembali ke wilayah kekuasaannya. Melihat wajah cantik tiada tara itu sekali lagi, sebelum aku tiada. Menyambutku penuh cinta, melupakan dendam lama.”

Dahlia terperangah. Ternyata Taruna memang menaruh hati pada orang yang telah dikutuknya. Namun, apakah Roro Kidul merasakan hal yang sama? Rasa cinta yang lebih kuat daripada dendam kesumatnya?

Taruna melanjutkan, seakan menjawab pertanyaan Dahlia itu. “Rupanya waktu tak mampu memupus dendam Roro Kidul padaku. Pernyataan cintaku padanya tak cukup kuat untuk meluluhkan hatinya. Kami lalu bertarung hidup-mati. Tapi, apalah daya raga tuaku menghadapi kelincahan, kemudaan dan kesaktian abadi Ratu Laut Selatan?”

Dahliapun tahu, hasil akhir pertarungan itu amat jelas.

“Akhirnya, Roro Kidul mengalahkanku dan memaksaku menelan Air Mata Paramitha. Kembali jadi manusia biasa dalam air, akhirnya aku mati kehabisan napas. Namun diam-diam kukerahkan ilmu sihir terakhir, hingga jiwaku lebur dalam sepasang gelang pusakaku. Kidul lantas memakai gelang itu sebagai hadiah kemenangan, tanpa pernah menyadari ada rohku di dalamnya.”

Gelang di kedua tangan Gilang berpendar, menegaskan kata-kata Taruna itu.

Dahlia bertanya, “Lantas, bagaimana bisa gelang itu ada di tangan Leony… dan Gilang?”

Penjelasannya datang saat itu pula. “Kau tahu, Nyi Roro Kidul tak bisa secara fisik mendatangi daratan. Jadi satu-satunya cara adalah menggunakan kesaktian Ilmu Pembelah Roh. Ia memisahkan roh tubuhnya, merasuki manusia yang diculiknya saat berenang di Laut Selatan dan datang ke daratan sebagai manusia itu. Setelah puas, Kidul kembali ke laut, kembali ke raga sejatinya dan manusia itu mati.”

Mengorbankan manusia lain demi memenuhi keinginan sendiri.

“Leony sebenarnya pribadi yang berjiwa kuat. Ia berusaha keras melawan Roro Kidul yang menjajah raganya. Aku melihat auranya yang kuat, diperkokoh aura para sahabatnya yang juga istimewa. Jadi “aku” melepaskan diri dari raga sejati Kidul dan berpindah di tubuh Leony. Rohku lantas bertarung dengan roh Kidul sambil membawa Leony ke permukaan. Pertarungan kami berlangsung berhari-hari hingga kalian menemukan Leony…”

Tiba-tiba, terdengarlah suara Leony menyela, “… Dan mengacaukan semua rencanaku. Tapi untunglah Gilang si oportunis terbujuk rayuanku, mengambil gelang terkutuk itu dari tangan Leony. Dengan perginya Taruna, aku telah mengambil alih raga ini sepenuhnya. Leony kini sudah mati. Yang ada tinggal aku, Nyi Roro Kidul!”

Dahlia dan Gilang yang kerasukan Taruna ternganga. “Terlambat! Hilanglah sudah satu sahabat!”

“Roro Kidul!” seru Taruna dalam tubuh Gilang. “Aku sengaja ke karang ini untuk menyerap daya gaib samudera, mengumpulkan tenaga untuk menghadapimu dan membebaskan gadis itu. Tapi kau sudah keterlaluan! Tak ada ampun bagimu kini!”

“Juga ada aku.” Saatnya Dahlia tampil menantang. “Aku, Dahlia adalah titisan Roro Jonggrang, Ratu Seribu Candi. Bersama Taruna, kami pasti bisa menghentikanmu. Selamanya!”

Mendengarnya, Roro Kidul malah tertawa histeris. “Bagus! Bagus sekali! Jangankan dua, seribu pendekar saktipun akan kutumpas semua! Tapi tunggu dulu, agar tarung ini makin seru, aku sudah menyiapkan satu peserta lagi di pihakku. Lihatlah!” Gadis itu menunjuk ke belakangnya.

Dahlia menatap ke arah yang ditunjuk, pada seorang pemuda yang berlari maju menerjang. Ternyata dia Brian! Wajahnya berubah beringas, bola matanya merah padam. Pemuda pirang yang ternyata terkena guna-guna Roro Kidul ini melayangkan tinju ke arah topeng Dahlia.

Dengan sigap, tinju Gilang-Taruna menepis pukulan Brian itu. Ia lantas berseru, “Dahlia, hadapi Roro Kidul! Biar kutangani temanmu ini!”

“Baik!” Dengan biola sakti di tangan, Dahlia melesat ke arah Leony-Kidul. “Kembalikan tubuh dan jiwa Leony! Kita tak perlu bertarung!”

“Siapa bilang? Justru aku harus mengunggulimu dengan ‘wujud muasal’-ku!”

Sambil berkata begitu, Leony-Kidul Mengentakkan auranya, memukul mundur Dahlia. Si gadis bertopeng menjejak batu karang keras-keras untuk memantapkan berdirinya.

Dahlia menegadah dan terpaku. Tampak tubuh Leony sedang beralihrupa. Wajah kumal dan rambut acak-acakannya berubah rapi dan putih-bersih. Bahkan pakaiannyapun berganti menjadi gaun panjang, tak ubahnya wanita berkostum Ratu Dunia Antah-Berantah di pesta dansa. Tambahkan nuansa batik pada kain dan bentuk mahkota bagai ksatria di kisah-kisah pewayangan, sempurnalah penampilan Nyi Roro Kidul, Ratu Laut Selatan yang berinkarnasi dalam raga baru. Lantas Kidul berseru,

Salahkan dunia yang menjadikanku seperti ini!

Salahkan takdir yang telah mempertemukanku dengan tumbal yang memampukanku menjelajah dua dunia dengan raga yang sama!

Salahkan manusia yang telah mencemari lautan dan alam!

Jadi jangan salahkan aku kejam karena menimpakan akibatnya!

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!