REOG 2

Abad demi abad berlalu.

Matahari masih tetap bertakhta di puncak langit, membasuh rimba pencakar langit bernama Jakarta dengan sinar teriknya.

Udara panas, pengap dan berpolusi memeras semangat serta keringat para pejalan kaki. Tak terkecuali pemuda kurus, berambut tebal-gimbal dan berkulit sawo terlalu matang ini. Dengan wajah lesu, ia menyeka peluh di keningnya. Senyum baru tersungging di bibir tebal pemuda itu saat ia melangkah ke dalam pintu gerbang sebuah gedung putih yang besar nan megah.

Tampak di halaman depan gedung itu sebuah patung gajah dan prasasti bertuliskan “MUSEUM NASIONAL”. Pemuda itu baru mendelik saat melihat sebuah mobil sport yang amat mewah berlambang banteng emas terparkir dekat pintu masuk. Sambil berdecak, ia melangkah memasuki keteduhan gedung putih itu.

“Wah, Nak Bondan. Mau mengamati Topeng Reog lagi ya?” tanya seorang pria parobaya petugas museum sambil menaruh tas si pemuda gimbal di loker.

“Iya nih pak,” jawab pemuda bernama Bondan itu dengan santai, penuh canda. “Entah kenapa, seakan ada sesuatu dalam topeng itu yang terus-menerus memanggilku kemari.”

“Waduh, jangan-jangan topeng itu berhantu, ya?” kata si petugas sambil merinding.

“Ah, tidak kok. Aku hanya berandai-andai saja. Oh ya, boleh tanya, pak, siapa sih yang pakai mobil Lambo yang parkir di depan itu?”

“Entahlah.” Si petugas mengangkat bahu. “Aku hanya sempat melihat sosoknya sekilas. Ia seorang pria tinggi-besar, rambutnya diikat ekor kuda dan penampilannya amat rapi, pakai jas dan dasi segala.”

“Hmm, begitu ya…” tanggap Bondan dengan wajah penuh tanda tanya. “Terima kasih ya, pak.”

“Sama-sama”.

Tanpa buang waktu lagi, Bondan bergegas menyusuri koridor-koridor museum ke tempat yang ia tuju. Tak ada raut kebingungan di wajahnya, tanda ia sudah sering kemari.

Tak lama kemudian, mata Bondan menangkap citra benda “incaran”-nya. Itulah Topeng Reog, pusaka bercorak sangat aneh yang baru dua minggu menghuni kotak kaca peraga di Museum Nasional.

Namun, penampakan seseorang di dekat topeng itu membuat Bondan tercekat. Ciri-ciri pria itu persis seperti yang diterangkan petugas museum tadi. Yang lebih aneh lagi, kedua mata pria itu menatap Topeng Reog dengan penuh minat, mengamati setiap detilnya untuk mencari misteri di balik keberadaannya. Nampaknya ia tak menyadari kehadiran Bondan di ruangan berdinding serba putih ini.

Diam-diam Bondan mendekat, berharap dapat ikut mengamati topeng tanpa mengganggu pria itu.

Tiba-tiba, tanpa menoleh, si pria berusia tiga puluh tahunan itu bicara dengan suara berat dan lembut, “Silakan kalau mau ikut mengamati. Tak usah sungkan.”

Bondan maju lalu bertanya dengan takut-takut, “Ngg… Maaf sebelumnya, mas ini ahli arkeologi?”

Ditanya begitu, si pria berkuncir menoleh dan tersenyum ramah. “Oh, saya hanya pengamat dan pemerhati seni kuno saja.”

“Semacam kolektor?”

“Bisa jadi. Tapi ingat, benda-benda bernilai sejarah sebaiknya ditempatkan di museum, demi memperkaya pengetahuan umum.”

Mendengarnya, diam-diam Bondan menarik napas lega. Setidaknya orang ini tak berniat membeli topeng yang belum tuntas diamatinya ini.

Giliran si pria tegap bertanya, “Nah, nampaknya kamu juga pemerhati arkeologi ya, dik…?”

“Oh ya, maaf. Saya Bondan Prasetyo, mahasiswa arkeologi. Saya telah mencoba mempelajari beberapa peninggalan kuno di Museum Nasional ini, namun saya tak menemukan keistimewaan apapun dari itu semua, yang di luar buku teks.”

“Lantas, bagaimana dengan Topeng Reog?”

“Topeng Reog ini sungguh unik, tak ada fakta tentang ini di buku teks manapun. Namun, setelah hampir dua minggu saya mengamatinya, saya belum bisa menemukan keterkaitannya dengan asal-usul Kesenian Reog Ponorogo dan asal-usul nama topeng ini sendiri.”

“Ah, begitu rupanya,” ujar pria berjas itu sambil mengeluarkan sebuah kartu dari dompet di balik jasnya. “Ini kartu nama saya. Kapanpun kamu butuh petunjuk atau ingin berbagi pengetahuan tentang Topeng Reog atau artefak-artefak misterius lainnya, hubungi saya.”

Bondan mengangguk seraya membaca kartu nama itu. “Wardhana Enterprises. I Made Johnny Wardhana – Direktur Utama! Alamat… D-Denpasar, Bali!?”

Johnny tertawa kecil. “Haha, tentu saja kita bisa bertemu selama saya di Jakarta, yah, kira-kira sampai akhir bulan ini.”

“T-tetapi, apa yang membuat bapak mau membantu saya, si mahasiswa abadi ini?”

“Yah, selain keluarga dekatku sendiri, hampir tak ada seorangpun yang berani bicara lepas dan blak-blakan denganku, terutama setelah melihat penampilanku dan tahu statusku. Kamu ini selalu terus-terang dan tidak terlalu menghormat pada saya, dan saya suka itu.”

Bondan hanya tercengang dan terpaku. Baru ia sadar bahwa pria di depannya ini adalah orang terpenting di perusahaannya, yang adalah konglomerasi yang sedang naik daun di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Seharusnya ia bersikap penuh hormat dan bicara dengan sistematis, tapi itu bukan gayanya. Bondan merasa ia sudah cukup menghormati siapapun yang bicara dengannya, dengan caranya sendiri.

Dengan cepat Johnny memecah kesunyian suasana. Ia berbalik pergi seraya berkata, “Nah, saya harus bicara dulu dengan Kepala Museum, lalu bergegas untuk meeting di kantor. Sampai nanti ya, Bondan. Ingat, buatlah janji dulu sebelum menemui saya.”

“Baik, terima kasih, Pak Johnny,” ujar Bondan.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi, Johnny melangkah keluar dari ruangan ini.

Bondan hanya mengamati sosok kekar itu hingga lenyap dari pandangan, lalu mengalihkan perhatiannya pada detil-detil di permukaan topeng pusaka asal Ponorogo itu.

Namun, beberapa saat kemudian Bondan terkesiap. Entah apakah itu mimpi di siang hari bolong atau halusinasi semata, selama sedetik saja, mata Bondan melihat ukiran-ukiran hitam pada Topeng Reog membentuk deretan taring besar menyeramkan.

Topeng itu menyeringai padanya.

 

 

\==oOo==

 

 

Keesokan malamnya, Bondan duduk manis dalam kamarnya di rumah kos dekat kampusnya.

Mungkin lebih tepatnya ia sedang “duduk galau”, menatapi layar netbook tanpa bisa mengetikkan satu hurufpun dengan keyboard. Sesekali Bondan menarik-narik rambut gimbalnya, bibirnya bergerak-gerak seolah bergumam, “Ayo skripsi, skripsi, bentuklah satu kalimat saja.”

Di layar tampak judul makalah “Analisis tentang Topeng Reog dan Kaitannya dengan Asal Usul Kesenian Reog Ponorogo”, dan tak ada kata lain lagi dalam dokumen itu.

Di puncak kebingungannya, Bondan mengeluarkan kartu nama Johnny dari dompetnya dan menatapnya sejenak. Lantas, saat Bondan hendak mengetikkan salah satu nomor di kartu pada ponselnya, tiba-tiba satu suara membuatnya terperanjat.

“Oi, Bon! Ada makanan lo nih! Reog!”

Bondan berbalik, rambut gimbalnya ikut melambai. “Mana, mana?” serunya sambil bergegas ke ruang utama.

Mata Bondan terpaku ke arah yang ditunjuk si penyeru, yaitu teman kosnya sendiri. Di layar televisi terpampang sebentuk topeng berwarna hijau penuh pola urat-urat dan matahari hitam menyeramkan.

Teriring suara penyiar berita, “…Topeng Reog, pusaka bersejarah dari Ponorogo dicuri dari Museum Nasional. Pihak museum menyatakan…”

Bondan tak menyimak kata-kata selanjutnya. Tatapannya kini terpaku pada seorang wanita berkacamata yang sedang mengamati pecahan lemari kaca tempat topeng itu semula tersimpan.

Seorang reporter mewawancarai wanita itu. “Detektif Rania, apa ada petunjuk tentang pelakunya?”

“Saya belum tahu pasti,” jawab Rania sambil mengibas rambut pendek hitamnya. “Dilihat dari pecahan kaca ini, si pelaku pasti amat kuat.”

“Aduh!” Mendadak seseorang menjitak kepala Bondan. Si gimbal menoleh dan protes, “Apaan sih lo, Ton?”

Tono, pemuda bertampang kumal yang memanggil Bondan tadi berseru, “Muke lo tuh, lihat yang cantik langsung kesambet.”

“Kayak lo nggak aja!” Bondan balik menjitak Tono.

Sambil mengusap kepalanya yang sakit, Tono berceloteh lagi, “Lagian apa hebohnya sih? Itu ‘kan hanya satu pusaka kuno saja. Waktu empat pusaka emas hilang saja, beritanya langsung lenyap ditelan bumi tanpa ada pelaku yang ditangkap.”

“Tapi itu ‘kan bahan skripsi gue, Ton! Cuma topeng itu tiket gue keluar dari status ‘mahasiswa abadi’!”

“Oh iya ya. Topeng itu ‘kan berarti banget buat lo. Jangan-jangan lo yang nyuri…”

Kepala Tono kena jitak lagi. “Sembarangan aja! Asli, mendingan jadi mahasiswa abadi daripada narapidana!”

“Aduuh… Lagipula, topeng di Tari Reog itu bukan itu ‘kan? Yang ada itu topeng-topeng wajah manusia ditambah Barongan yang segede orang, ‘kan?”

“Lo bener. Makanya gue mau coba memecahkan misteri ini. Bener nggak topeng ini topeng mula-mula yang asli? Atau ini topeng palsu hasil bikinan orang iseng pencari sensasi?”

Tono malah menguap. “Ya sudah, gak usah dibahas lagi. Gue ini anak akuntansi, nggak ngerti gitu-gituan. Gue ngantuk ah, mau ngimpi dulu.” Sambil bergaruk-garuk ria ia meninggalkan ruang utama rumah kos.

Bondan menatap jam dinding. Jam sembilan malam, masih terlalu dini untuk berangkat ke alam mimpi. Dasar Tono. Ia mengalihkan perhatian ke netbook-nya lagi. Tak ada pemberitaan tentang pencurian Topeng Reog di internet. Mungkin seperti Tono pula, orang memang tak peduli tentang kasus benda warisan budaya.

Tiba-tiba ponsel Bondan berdering, dari nomor yang tak ia kenal. Ia menjawab telepon, “Halo?”

Suara wanita di telepon itu amat merdu. “Salam kenal. Saya Rania Giselda, dan saya ingin bertemu kamu untuk bicara tentang Topeng Reog.”

Wah, itu detektif yang di televisi tadi, pikir Bondan. Mengapa dia mencari tahu nomor teleponku dan menghubungiku? Aduh, jangan-jangan ini urusan polisi.

“Bondan, apa kamu mendengar suara saya?”

“Oh ya, ya, Mbak Rania,” sahut Bondan gelagapan. “Silakan atur waktunya, mbak.”

“Baik, kalau begitu kita ketemu besok jam dua belas siang ya, alamatnya akan saya SMS ke kamu. Ini amat penting, jadi jangan sampai terlambat.”

Tanpa menunggu tanggapan Bondan, pembicaraan itu diakhiri dengan nada sibuk.

Bondan merinding. Bila ia mangkir dari janji itu, ia akan dituduh tak mau bekerjasama dengan penegak hukum, dicurigai sebagai tersangka pencuri dan ditangkap. Bondan memang pura-pura tak tahu status Rania, tapi bila ia menemui detektif itu, bisa jadi ia bakal masuk dalam jebakan.

Harus bagaimana ini?

\==oOo==

 

Esoknya, mendekati waktu pertemuan, Bondan berdiri sambil melamun, bergelantungan dalam bus yang penuh sesak. Terngiang di benaknya pesan kakeknya di Ponorogo, yang tak mungkin ia ungkapkan pada siapapun juga, termasuk Johnny, Tono dan Rania.

Kata-kata sang kakek yang kelihatan kurus dan ringkih itu amat tegas. “Pokoknya kakek takkan menyerahkan Topeng Reog ini pada museum. Benda ini terlalu aneh dan misterius untuk menjadi peninggalan sejarah. Lagipula pihak museum pasti akan menyebut topeng ini palsu.”

“Tak mungkin begitu lah, kek,” jawab Bondan. “Kalau kita menyerahkannya di hadapan kepala museum dan dosenku, seorang ahli arkeologi yang cukup ternama dari Italia, aku yakin segalanya akan lancar.”

“Bukan hanya itu saja,” sela sang kakek. “Topeng ini adalah pusaka rahasia turun-temurun keluarga kita. Kakek buyutmu menemukannya di pinggiran Kota Ponorogo. Beliau bersumpah bahkan keturunannyapun takkan pernah mengenakan dan akan selalu merahasiakan Topeng Reog ini. Kakekpun juga bersumpah sama, jadi maaf, topeng ini harus tetap kakek jaga, dan kelak kau yang harus meneruskan tugasku.”

Sebenarnya Bondan amat memerlukan Topeng Reog untuk bahan skripsinya. Bahkan satu-satunya alasan ia memilih Jurusan Arkeologi adalah untuk meneliti pusaka misterius ini. Jadi penuturan sang kakek itu membuatnya terpaksa kembali ke Jakarta dengan tangan kosong.

Lalu, entah apa sebabnya, kurang dari sebulan yang lalu sang kakek memutuskan menyerahkan Topeng Reog ke museum. Jadi Bondan membantu prosesnya hingga topeng itu resmi dipajang sejak dua minggu yang lalu.

Tiba-tiba suara membahana dalam bus membuat Bondan terkesiap. Rupanya halte yang ia tuju telah terlewat. Dengan tergesa-gesa pemuda berambut gimbal itu keluar dari bus untuk menumpang bus ke arah sebaliknya.

Gawat. Bondan pasti terlambat, dan kesulitan amat besar sedang menantinya.

 

 

Terpopuler

Comments

Heny Cahyani

Heny Cahyani

ini yg cerpen fantasy fiesta yg dulu ya?

2020-02-08

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!