BARONG 3

“Barong! Akhirnya, wujud sejatimu muncul!” Tampang Barong yang mengerikan itu malah membuat Devi mengumbar senyum sinis. “Bagus sekali! Dengan begitu, kemenangan Rangda dan Pasukan Leak jadi lebih nyata! Habisi dia!”

Semangat Pasukan Leak kembali membara. Para wanita bertubuh atletis itu serempak bangkit, mengepung dan menembakkan api ke arah Barong. Mulut di topeng singa raksasa itu ternganga amat lebar, teriring raungan kesakitan dan murka. Kekuatan dahsyat dikerahkan, hingga kaki-kaki berotot tebal Barong mendoncang bagi pegas raksasa.

Sebelum sempat menghindar, satu-persatu leak tercabik, diterkam sang satwa dewata. Johnny yang masih berlutut tanpa daya di kejauhan menyaksikan semuanya itu, detik demi detiknya.

Melihat pasukannya mulai kocar-kacir, Devi menggeram kesal. “Huh, tampaknya memang sang ratu yang harus turun tangan!” Wanita itu mengangkat telapak tangannya hingga menutupi wajahnya. Sebentuk cincin emas tersemat di jari manis tangan itu. Permata mirah yang menghiasi cincin itu berkilau ungu menyilaukan. Mendadak, terpancarlah prana dari tubuh Devi yang berupa api ungu yang berkobar-kobar.

Hampir seketika, pakaian di tubuh Devi berubah menjadi kostum berwarna ungu dipadu merah marun. Saat tangan cincinnya diturunkan, tampak cincin itu telah lenyap, dan wajah wanita itu mengenakan topeng ungu yang menutupi daerah sekitar kedua matanya. Sepasang mata itu sendiri bagai mengenakan kacamata berlensa merah nan tebal. Rambut hitamnya berubah ungu dan melambai-lambai bagai api. Wajah Rangda sendiri menjadi seperti hiasan ikat pinggang, dengan “lidah” yang menjuntai sebagai penghias rok ungu pada kostum Devi ini.

Dengan sengaja Devi Mengentakkan prananya. Pertunjukkan kekuatan itu rupanya mampu membuat para leak menjauh sambil tertunduk, bahkan membuat langkah Barong terhenti. “Rangda!” desis satwa dewata perlambang kebaikan itu.

“Ya, sobat lama, aku bangkit kembali untuk tanding ulang, membalas kekalahanku dulu!” Walaupun itu suara Devi, namun yang bicara adalah Rangda, pribadi yang berbeda.

“Takkan kubiarkan Pulau Dewata nan indah ini kaujadikan neraka dunia! Tidak dulu, tidak pula sekarang!” tegas Barong sambil meraung dan menerjang ke arah musuh abadinya itu.

Sebaliknya, Rangda tampak tenang. “Belum tentu, kini aku telah banyak berkembang dan sama sekali beda, berkat pewaris terbaruku ini. Rasakan saja siksaan bagai di neraka!” Sebagai bukti ucapannya itu, Rangda bergerak dan berkelit dengan amat lincah. Alhasil, lagi-lagi Barong hanya menerkam udara.

Namun Barong tetap menyerang dengan agresif. Walau jelas lebih unggul dari segi kekuatan, ia tetap berharap ada satu dari banyak terjangannya mengenai lawan yang amat licin seperti belut ini. Tak lama kemudian, entah ia mulai frustrasi atau kelelahan akibat mengumbar terlalu banyak tenaga, pergerakan Barong mulai melamban.

Mata merah Rangda berkilap sesaat melihat kesempatan emas ini, kedua tangannya teracung lurus ke arah lawan. “Rasakan jurus baruku, Sepuluh Cakar Ular Api!” Saat menyerukannya, sepuluh larik api yang amat cepat dan tajam terpancar semua bersamaan dari kuku-kuku panjang Rangda.

Dengan sigap, Barong meraung keras-keras, menebar gelombang prana bumi untuk menangkis tembakan sekaligus mengganggu konsentrasi lawan. Sepuluh larik prana Rangda terpental saat membentur gelombang suara bercampur energi itu. Sesaat kemudian, tiba-tiba kesepuluh “jarum api ungu” itu berbalik arah dan menghunjam tubuh Barong dari segala penjuru.

Raungan pilu Barong seketika menarik perhatian Johnny, yang sedang sibuk dikeroyok para leak. Tatapan mata guru dan murid itu bertautan sesaat, seolah bertukar satu pesan yang berarti. “Inilah saatnya. Perhatikan baik-baik!”

Mengerahkan seluruh kekuatan dan bertumpu pada kedua kaki belakangnya, Barong berwujud singa itu melompat tinggi-tinggi ke udara. Lalu, ia menukik dengan dua kaki depannya, menghantam tanah hingga menimbulkan semacam gempa.

Guncangan berdaya runtuh dahsyat menjatuhkan semua leak yang menjejak tanah. Bahkan Johnny yang telah siappun bertekuk lutut dengan rasa sakit yang amat sangat. Sebaliknya, Rangda malah melompat tinggi-tinggi tepat saat Barong menukik. Alhasil, si ratu sihir luput dari guncangan gempa mematikan Barong.

“Serangan kunomu itu mudah dibaca!” ejek Rangda di udara.

Sebelum kaki Rangda mendarat kembali di tanah, tiba-tiba Barong kembali menerjang. Tenaga dalam berunsur tanah terkuat ditambah daya dari perpindahan seluruh bobot tubuh si singa raksasa menerpa lawan tanpa ampun. Dalam sepersekian detik penentuan itu, kedua telapak tangan Rangda teracung lurus, menyemburkan selarik api ke arah rahang Barong yang ternganga. Walau tak sampai tergigit, tubuh Rangda tetap terhantam kepala Barong hingga terbanting keras di tanah.

“Guru!” Berteriak amat cemas, Johnny yang sudah terbebas dari keroyokan bergegas menghampiri sang singa. Makhluk raksasa nan digdaya itu tak bergerak sama sekali. Sesaat kemudian, tubuh Barong malah menyusut dengan amat drastis, berubah wujud kembali menjadi sosok Suprana.

Johnny terperangah ngeri. Sosok gurunya yang perkasa itu roboh berdarah-darah. Wajah dan tubuhnya penuh luka parah, ia sekarat akibat kehabisan darah.

“Bertahanlah, guru!” seru Johnny.

Suprana menoleh ke arah muridnya sambil menggeleng. “Cerobohnya… Aku dan Barong tak menyangka serangan api ungu Rangda bisa amat bervariasi… dan begini tajam… Apa… kau sudah memperhatikan… pamungkasku tadi… Bumi Berguncang… Langit Gempar?”

Johnny mengangguk.

“Murid baik. Nah, kini aku tak punya pilihan selain menjadikan kamu… pewaris Barong yang baru…” Ajaib, kalung medali Barong terlepas sendiri dari tubuh rusak si pria tua, melayang, lalu mengalungkan diri di leher dan depan dada Johnny.

Suprana tersenyum puas menyaksikannya. “Belajarlah dari… kesalahanku tadi. Pertahankan… warisan luhur kita… Johnny Wardhana… Barong… sobat-sobatku… selamat tinggal.”

I Ketut Suprana menutup mata untuk selama-lamanya. Tugas sucinya di dunia telah ditunaikannya, lalu dipercayakannya pada generasi selanjutnya.

“Guru!” Air mata Johnny tak terbendung lagi, teriring luapan duka dan murkanya. Seharusnya Suprana membantunya mengatasi teror SS Corporation, bukan membebankan tanggungjawab tambahan yang amat besar ini padanya. Namun apa boleh dikata, takdir telah menentukan lain dari rencana manusia.

“Wah, wah, drama guru dan murid yang sungguh mengharukan,” ujar Rangda yang baru memaksa diri bangkit dan kini berdiri terhuyung-huyung. Mungkin prana pelindung tubuh yang masih cukup primalah yang membuatnya tak sampai pingsan terkena pamungkas tadi.

Reaksi Johnny jelas. Ia menoleh pada si pembunuh sambil melotot penuh kebencian. Kata-kata apapun tak berguna lagi. Hanya kemusnahan Cincin Api Sihirlah yang bisa menebus nyawa yang telah ia hilangkan, entah sudah seberapa banyak hingga saat ini. Hanya satu tempat yang layak bagi Rangda, yaitu neraka jahanam.

“Oh, mendadak bisu? Wah, sombong sekali kau, konglomerat kaya-raya! Tak apa, serahkan saja Kalung Barong ke tanganku. Aku jamin, aku, pasukan leak dan SS Corporation takkan pernah mengusik kalian lagi!”

Johnny terpaku sejenak. Rangda yang amat sakti ini pastilah amat berkuasa di SS Corporation. Jadi, bisa saja satu kalung ini mengakhiri segala krisis yang telah terjadi. Wenny dan anak-anak tak perlu mengungsi lagi, dan Wardhana Enterprises akan beroperasi lancar seperti sediakala.

Tapi, benarkah bisa semudah itu?

“Lho, mengapa diam saja? Jangan coba-coba mengulur waktu, putuskan sekarang juga!” Mengira Johnny bakal setuju dengan tawarannya, Rangda mendekat. Saat ia masuk jarak serangan dekat, tiba-tiba si pria perkasa berteriak, “Enak saja! Siapa mau percaya pada kata-kata penjahat macam kau dan SS Corporation!? Heaaah!”

Sama seperti pada Suprana, tubuh Johnny mendadak memancarkan prana keemasan. Wujudnya berangsur-angsur berubah menjadi Barong, namun bukan sebagai sosok singa raksasa seperti pendahulunya. Tubuh Johnny tak membesar, melainkan berubah putih seakan mengenakan pakaian selam ketat dan penuh bulu. Sebentuk zirah emas menutupi dan melindungi bagian-bagian vital tubuhnya. Medali bulat wajah Barong tak berubah wujud dan jadi pelindung dada.

Jadi, topeng yang kini menutupi wajah Johnny jelas beda dari sebelumnya, lebih terkesan tangguh daripada menyeramkan. Satu-satunya yang sama dari proses ini hanya rambut Johnny yang berubah putih, lebih panjang dan terurai bagai surai singa. Inilah wujud baru zirah Barong, yang ditempa pula oleh kekuatan mental dan mengikuti postur tubuh si pewaris baru.

Barong-Johnny Wardhana si manusia singa perkasa berdiri tegap sambil aktif menghimpun tenaga dalam Kanuragan dari dalam bumi. Itu ditunjukkan lewat prana emasnya yang terus terpancar menyilaukan. Seberapa kuatkah Barong generasi baru ini? Hanya ada satu cara bagi Rangda untuk mengukurnya. “Seluruh Pasukan Leak, keroyok dia!”

Perintah sang ratu terlaksana seketika. Para leak lagi-lagi menembaki Barong dengan larik-larik api. Berbentuk manusia, Barong jadi lebih lincah dari sebelumnya. Tembakan-tembakan dihindari dengan lebih mudah dan ditangkis dengan lebih terarah. Seakan kembali belia, si manusia singa berputar, melompat dan meliukkan tubuhnya bagai menari. Tinju dan tendangannya berayun ke sasaran pasti, tak satupun gerakannya sia-sia.

Dua tinju Barong telak menghantam dua leak. Yang satu tewas dengan kepala remuk, dan yang satu lagi terpental dan pingsan akibat sakit tak tertahankan di sekitar wilayah perutnya. Satu wanita leak berhasil menyarangkan tendangan telak di topeng wajah Barong. Ternyata topeng itu tak rusak, retakpun tidak sama sekali. Bahkan si pemakai topeng itu balas menyarangkan tendangan yang lebih dahsyat, mementalkan si penyerang itu sejauh-jauhnya. Tiga leak lagi jatuh terkapar, jadi korban amukan si manusia siluman ini.

Tak rela mengorbankan seluruh pasukan hanya untuk mengukur kekuatan lawan, terpaksa Sang Ratu Leak turun tangan. “Pasukan Leak, mundur semua! Biar kutangani dia!” Para leak langsung melarikan diri ke pelbagai arah.

Sadar bahwa “Barong Muda” ini takkan rontok bila dikeroyok, Rangda menembakkan larik api berkecepatan tinggi dari telunjuknya. Barong meliukkan tubuhnya untuk berkelit, namun tembakan itu tetap menyerempet pangkal lengannya yang tak terlindung zirah.

Rasa nyeri menyadarkan Barong, musuh bebuyutannya ini tetap lebih lincah darinya. Karena itu, ia lebih hati-hati bertindak, memperkirakan pola gerakan lawan. Rangda lantas melancarkan taktik, seolah-olah ia akan bergerak ke sisi kiri Barong. Detik itu pula, Barong bergeser ke kiri pula, seakan mengambil “umpan” itu. Tiba-tiba, Barong menembakkan prana bumi ke arah sisi kanannya. Yang lucunya, malah menghantam tubuh lawannya.

Rupanya Rangda terpedaya muslihatnya sendiri, akibat meremehkan Barong, yang pewaris barunya minim pengalaman tarung itu. Geram karena dipecundangi lagi, penjelmaan Ratu Api Ungu itu memaksa diri, cepat-cepat bangkit dari posisi terpuruknya dan langsung maju lagi. Ia dan Singa Suci Dewata lantas terlibat dalam jual-beli tinju, cakar dan tendangan, saling mencecar dan menangkis dalam jarak dekat.

“Kali ini, biar kau terkubur lagi dalam legenda membawa kekalahan, Barong! Akui saja, keunggulanku lebih banyak darimu!” sindir Rangda.

“Belum tentu!” balas Barong. “Walau aku baru terlahir kembali, sudah takdirku untuk mengalahkanmu, jutaan kali bila perlu sampai akhir dunia, hei pengacau keseimbangan!”

“Dasar tak tahu diri! Ayo adu nyawa!” Serta-merta Rangda melesatkan kedua telapak tangannya dengan seluruh sisa energi api ungu yang ia miliki.

“Mari!” Barong membalas tantangan itu dengan membenturkan sepasang tinjunya, sarat energi tanah yang terpusat. Maka terjadilah, sepasang telapak dan sepasang tinju saling dorong. Energi dari pertumbukan dua kekuatan itu mengalir berkesinambungan, hidup-mati ditentukan dari kekuatan dan banyaknya energi gaib yang dimiliki.

Beberapa saat kemudian, tekanan dari Barong terasa berkurang. Itu wajar saja, mengingat Sang Singa Dewata sendiri mendukung dua pewaris, sementara Rangda masih sempat memulihkan tenaganya saat para leak bertarung.

Tentu saja, Rangda si oportunis melihat kesempatan emas ini. Ia lantas mengubah energi benturan di antara kedua telapak tangannya menjadi sepuluh larik api ungu, seperti kuku-kuku cakar raksasa yang hendak mencengkeram lawan. Jangankan menangkisnya, kalaupun Barong sempat mengalihkan energi dari tinjunya, hasilnya bakal sama saja. Tubuhnya akan tertusuk dari segala arah, sama seperti nasib pendahulunya.

Namun, tak demikian kenyataannya. Saat menyentuh kulit Barong, larik-larik jarum raksasa itu pecah dan buyar seolah membentur dinding tebal. Empat jarum itu menggores bagian panggul dan punggung Barong, namun semua itu tak sampai mengakibatkan luka yang fatal.

Rangda terperangah. “Apa!?” Ia sama sekali tak menduga, Barong hanya pura-pura mengalah tadi. Berkat ajaran Suprana yang mematangkan Ilmu Kanuragannya, Barong-Johnny tadi mengurangi sebagian energi pada tinjunya dan mengalihkannya untuk memperkuat pertahanan tubuh. Akhirnya, ia berhasil mengatasi jurus Sepuluh Cakar Ular Api.

Kini, Barong-Johnny mencoba mengingat jurus yang ia amati tadi, Bumi Berguncang Langit Gempar. Gila! Apakah ia akan mengerahkan pamungkas dua kali pada lawan yang sama? Apa dia sama saja seperti Rangda, meremehkan lawan yang ia anggap belum banyak asam-garam pertarungan?

Nampaknya Barong tak peduli lagi. Dengan satu entakan ia melepas kedua tinjunya dan memalu tanah keras-keras, menimbulkan gempa. Di saat bersamaan, sekali lagi Rangda melompat tinggi di udara, menghindar sepenuhnya. Wajahnya **** senyum mengejek. Johnny memang pebisnis jempolan, namun sebagai pendekar super, ia tak lebih dari orang dungu, pikirnya. Si pria besar akan menerjang secara horisontal, dan Rangda tinggal menghindar dengan bersalto, lalu menyarangkan serangan balik yang fatal.

Namun, tiba-tiba Johnny menerjang ke atas secara vertikal. Kedua kakinya yang amat kuat memungkinkannya meloncat, menyusul lawan. Sebelum Rangda sempat bereaksi, tinju uppercut Barong telak menghantam ulu hatinya. Rangda terpelanting, lalu jatuh dan terkapar tak bergerak di tanah.

Barong mendarat dengan posisi berlutut, lalu bangkit perlahan-lahan. Tiba-tiba tubuhnya limbung, ia kembali jatuh berlutut. Susah-payah Barong berusaha berdiri lagi, namun ia telah kehabisan tenaga dan tetap berlutut di tempat. Kesempatan untuk menghabisi musuh bebuyutan ini tak boleh disia-siakan. Namun, apakah ini tak menyalahi nurani sendiri?

“Bangun kau, Rangda,” desis Barong. “Kita selesaikan tarung ini secara ksatria.”

Rangda bergeming. Mungkin ia benar-benar pingsan.

“Jangan pura-pura!” lagi-lagi Barong memalu tanah. Serpihan batu dan pasir merambat amat cepat ke arah si wanita sakti penuh muslihat itu.

Tiba-tiba, dengan sigap dua wanita anggota Pasukan Leak menyambar Rangda, serangan coba-coba Barong itu meleset sepenuhnya.

“Cih, kau menang kali ini!” seru Sang Ratu Api Ungu. Rupanya ia tak pingsan, namun suaranya terdengar lemah dan tampaknya ia jelas takkan sanggup bertarung lagi. “Akan kubuat kau menyesal tak menghabisiku, Barong! Sampai lain waktu!”

Barong tak mengejar. Ia hanya perlahan bangkit berdiri, menatap ke arah para lawan yang melarikan diri hingga mereka menghilang dari pandangan.

Setelah yakin keadaan benar-benar aman, wujud Barong kembali berubah menjadi kalung medali yang dikenakan oleh pewaris barunya, I Made Johnny Wardhana. Sewajarnya, hal berikut yang pria kekar itu lakukan adalah menghampiri jenazah gurunya.

Wajah mendiang I Ketut Suprana tampak tersenyum damai. Mungkin saja tadi ia belum benar-benar menghembuskan napas terakhir dan sempat melihat Barong generasi baru beraksi. Atau ia memang sungguh percaya Johnny bisa jadi pewaris Barong yang melampaui sang guru, dalam waktu amat singkat pula.

Sungguh sayang, Johnny hanya bisa memberikan penghormatan terakhir dan menyatakan rasa terima kasihnya dengan memberikan pengebumian yang layak bagi Suprana, orang yang baru sebentar ia kenal tapi rela mewariskan segala ilmu dan kekuatan miliknya pada Johnny seperti pada anaknya sendiri ini.

Johnny lantas menggendong tubuh sang guru menyusuri pantai ke arah Pura Tanah Lot. Selayang pandang, ia baru sadar bahwa para wanita leak yang tewas dalam serangan tadi sudah dibawa pergi oleh rekan-rekan mereka yang masih bernyawa.

Walau pertarungan hari ini dapat dirahasiakan dari mata khalayak, firasta akan adanya rentetan pertarungan,  penghancuran, teror dan kejahatan baru dari SS Corporation dan pihak-pihak lainnya mmebuat jantung Johnny berdebar keras. Banyak pikiran berkecamuk dalam benaknya.

Kapankah istri dan anak-anakku bisa pulang ke Indonesia lagi, tak harus terus lari dan sembunyi?

Kapankah badai prahara ini berlalu, dan segala sesuatunya bisa kembali seperti sediakala?

Keadaan amat genting. Mau tak mau aku harus ke Jakarta dan mempercayakan perusahaan pada Paman Ngurah.

Walau kini ada Barong yang sudi meminjamkan kekuatannya padaku, aku yakin para musuhku di SS Corporation takkan bisa dihadapi olehku sendiri saja.

Aku harus meminta bantuan dari sebuah organisasi rahasia tempat bernaungnya para pendekar super yang sakti mandraguna, yang menurut desas-desus bermarkas di Ibukota.

Nama organisasi itu adalah I.N.D.I.G.O.

 

 

\==oOo==

 

 

Beberapa lama kemudian, Shinta Devi, sang pewaris Rangda tengah berbaring lemah dalam sebuah kamar tidur yang cukup luas.

Kamar itu berada dalam sebuah bangunan tua yang besar, peninggalan Zaman Kolonial. Cat dinding yang mengelupas di sana-sini menunjukkan bahwa markas sekaligus tempat tinggal Devi ini tak terawat, lebih pantas ditinggali hantu daripada manusia.

Tiba-tiba, lemari kayu jati yang bersandar di dinding terbuka, menampilkan sebuah layar televisi yang lebar dan datar. Devi tak terperanjat, namun bangkit dari tempat tidurnya dengan susah-payah. Ia berjalan terhuyung-huyung dan memaksa diri berdiri tegak di depan lemari. Di layar terpampang sosok seorang pria yang tampak serba hitam dan buram.

Suara pria itupun terdengar sudah diubah menjadi amat berat dan bergema. “Pimpinan telah menerima laporanmu, Rangda, dan beliau tidak senang. Amat tak senang.”

Devi si pewaris Rangda membela diri. “T-tapi, Mr. K! Saya tak menyangka Suprana mendapatkan pewaris yang hebat! Kukira Johnny Wardhana hanya pemilik salah satu perusahaan saingan yang bakal hancur dengan rentetan teror yang kita jalankan ini!”

“Cukup! Coba pikir, apa tindakan Pimpinan bila beliau mendengar alasan macam itu keluar dari mulutmu? Seharusnya Sang Ratu Leak memilih pewaris yang lebih berotak!”

Tiba-tiba suara Devi berubah lebih berat dan bergema. “Beraninya kau mengkritik tindakanku! Aku Ratu Leak tak pernah salah pilih! Coba kalau kau berada di situasi yang sama denganku, belum tentu hasilnya akan lebih baik dariku!”

Pria bernama Mr. K itu menjawab, “Ingat ini, Rangda. Pimpinan kini sedang amat sibuk dalam misinya, maka beliau mendelegasikan tugas-tugas penting lainnya pada para pendekar sakti. Tugasmu adalah menyingkirkan Barong, juga melancarkan aksi-aksi teror guna membantu SS mengakuisisi Wardhana. Jadi, bila sampai Pimpinan turun tangan, bukan Barong saja, tapi kau dan seluruh pasukanmu akan musnah tak berbekas!”

Mendengar sesumbar itu, Devi mengepalkan tangannya. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa, karena pergerakannya memang didanai Sang Pimpinan lewat koordinatornya, Mr. K. Yang paling misterius, tak seorangpun di SS Corporation, bahkan Rangda sendiri tahu siapa sebenarnya dan apa nama asli Sang Pimpinan itu. Tiada yang lebih berbahaya daripada menentang musuh yang misterius, apalagi bila musuh itu adalah penyokong utama.

Akhirnya, Rangda dalam diri Devi sadar, dan menyerahkan jawaban akhirnya lewat suara lembut sang inang. “Saya mengerti.”

“Bagus,” ujar Mr. K, sosoknya tampak merapatkan kedua telapak tangan di depan mulutnya seperti sedang berdoa. “Nah, dengar baik-baik. Pimpinan sudah bermurah hati mengampuni kesalahan fatalmu ini. Malah, beliau memberimu satu tugas baru…”

Sambil mendengarkan penuturan Mr. K itu, dalam benak Shinta Devi masih berkobar-kobar dendam kesumatnya pada musuh bebuyutan abadinya.

BARONG.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!