Episode 3

                                                           

 

“Kami…akan menjodohkanmu, Daylan.”

“Uhuk...uhuk…” Daylan tersedak. Tangannya segera meraih segelas air putih yang ada di hadapannya.

Nyonya Marendra menatapnya khawatir. Kata-kata terakhir ayahnya benar-benar menyambar otak dan kesadarannya.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Nyonya Marendra cemas. Daylan mengangguk sambil mengumpulkan kembali keadaannya yang semula.

“A-apa Papa bilang?” Daylan memastikan apa yang ia dengar namun masih berharap ia salah dengar.

“Ya, kami telah menjodohkanmu. Sebentar lagi kami akan memberitahu tanggal pertunanganmu dengannya. Tapi, tenang saja! Kau tidak perlu khawatir! Dia adalah seorang gadis yang sangat sesuai untukmu. Dia cantik, pintar, baik, dan terpelajar. Kami mengenal keluarganya dengan sangat baik. Jadi, hanya menjalankannya, mengerti?!”

Daylan terperangah mendengar paparan papanya. “Jadi,,, Papa menyuruhku pulang hanya untuk mengatakan ini? Untuk menjodohkanku? Hhh, maaf, Pa. Aku gak bisa.”

“Daylan, ini sudah mandat dari kakek. Jadi, mengertilah!”

“Apa? Kakek? Kenapa harus aku? Masih ada Erlangga, kan?! Lagi pula setidaknya dia lebih tua satu tahun dariku, aku jauh lebih muda darinya, kan? Apa karena aku terlalu penurut?! Oh, atau karena aku terlalu pembangkang?! Hhh, ini tidak adil!!!” protes Daylan panjang lebar dengan matanya yang berkaca-kaca.

“Bukan begitu, Sayang!” Nyonya Marendra menatapnya teduh.

“Tapi, Ma…” kata Daylan terputus. Nafsu makannya mendadak hilang. “Baiklah, terserah!” ungkapnya kesal sembari mendorong mundur kursi yang didudukinya lalu beranjak pergi meninggalkan ruang makan.

“Daylan!” Nyonya Marendra berusaha memangilnya sambil berdiri.

“Biarkan! Dia membutuhkan waktu untuk sendiri. Dia akan mengerti sendiri nantinya.” Ungkap Tuan Marendra datar dalam kebijakkannya.

“Aku lelah. Aku mau istirahat!” balas Daylan tanpa menoleh.  “DAR.” Daylan membanting pintu kamarnya. Ia segera mendarat duduk di atas kasurnya.

“Aish, Tahu begini aku gak mau pulang! Sial!” gerutunya sebal.

*****

Suasana harmonis menyelimuti keluarga Horison yang tengah berkumpul di ruang tamu usai makan malam. Mereka bercengkrama renyah melepas kerinduan setahun tak bersua.

“Oh ya, Mom bilang ada hal penting yang harus dibicarakan, Apa itu Mom? Aku mau mendengarnya sekarang.” Tagih Akira di tengah obrolan mereka dengan wajah penasaran. Mom menoleh ke arah Dad. Dad mengangguk dan tersenyum.

“Akira Sayang! Jadi, permasalahannya adalah…” Mom memutus kata-katanya. Akira mendorong maju badannya karena makin penasaran. “Kami akan menjodohkanmu.” Lanjut Mom menjelaskan.

Wajah Akira berubah pasi. Senyumya yang sejak tadi terkembang memudar. Ia menarik badannya ke posisi semula. Mencoba memahami kata-kata yang baru saja terlontar dari bibir wanita yang amat disayanginya. “Apa?! Dijodohin?!” tanyanya memekik.

“Iya, Sayang!” Mom tersenyum indah penuh makna. “Tenang, kamu nggak perlu khawatir! He is a perfect man, Honey!”

“*But,*Mom… ini bukan zaman siti Nurbaya yang masih nganut asas perjodohan! Ini zaman modern, Mom! Kita udah ganti asas suka sama suka. Asas perjodohan itu kuno!”

“Sayang…” ucapan Mom ia putus.

“Jadi Mom nyuruh aku pulang cuma buat ngomongin ini?! Aku bahkan serasa hampir mati penasaran karena cemas, takut, khawatir, cepet-cepet pulang utuk mastiin apa yang terjadi sebenarnya. Tapi, ternyata Mom malah jodohin aku kaya gini, TEGA!” Akira mendecak kesal lau beranjak dari tempat duduknya dan beranjak ke kamar.

“Akira!” panggil Mom kemudian. Ia tak menoleh dan terus melangkah.

“Sudahlah! Biar aku yang bicara padanya!” ucap Dad sembari menarik lengan Mom yang henadak beranjak menyusul Akira.

“BRAK.” Akira membanting pintu kamarnya kuat-kuat. “Annoying!!! Pokoknya aku gak mau!” jerit Akira sambil melempar gulingnya ke lantai setelah menghempaskan badannya ke atas kasur. Ia segera menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya. “I hate this!” jerit hatinya sambil menangis.

Tuan Horison melangkah masuk ke dalam kamar putri semata wayangnya. Beliau lalu duduk di tepi ranjang dan membuka selimut yang menutupi wajah Akira. Akira berpura-pura memejamkan kedua matanya. Tuan Horison membelai lembut rambutnya.

“Aku tahu kau belum tidur, Sweety… tak apa, aku hanya ingin menjelaskannya padamu. Aku mohon dengarlah….!” Akira membuka matanya yang telah memerah. Ia menatap Tuan Horison dalam. “Aku tidak akan sembarangan memilih seorang pria untuk menggantikanku mendampingi putri tunggalku. Dad mengenal keluarganya dengan begitu baik. Dan terlebih lagi, ini wasiat kakekmu untuk mempererat hubungan kekeluargaan kita dan keluarga

Marendra. Dan seperti yang kau tahu, kau adalah satu-satunya cucu perempuan dari dalam keluarga Dad. Jadi, Dad harap kau bisa dan mau mengerti, Sweety.” Terang Tuan Horison bijak.

“Benarkah harus begitu?” Tanya Akira parau sambil menitikkan air mata.

“Ya, Sweety. Jalanilah semua dengan bahagia, maka kau akan benar-benar bahagia. Kehidupan ini terlalu sayang untuk disia-siakan begitu saja, jadi, jika bahkan kau tidak bahagia, berpura-puralah bahagia hingga kau benar-benar merasakan kebahagian itu. Dan, Dad minta maaf untuk semua yang mungkin diluar keinginanmu tapi harus kau lakukan…” Akira beranjak duduk lalu memeluk Tuan Horison dengan air matanya yang berderaian. Tuan Horison lalu mengelus-elus punggung Akira untuk menenangkannya.

*****

Matahari meninggi dan meratakan semburatnya dengan indahnya. Teriknya mengajak manusia tuk merasakan indahnya hari ini, kecuali untuk Daylan. Ia masih benar-benar kesal dengan perjodohan yang dilakukan orang tuanya.

Langkah kakinya membawa tubuhnya yang telah berbalut kostum rapi keluar darikamarnya. “Mau kemana,

Day?” Tanya Nyonya Marendra yang memergokinya hendak keluar rumah.

“Ke rumah Revan.” Jawab Daylan sigkat.

“Jangan pulang malam! Mama mau kau menemani mama pergi nanti.”

“Ya.” sahut Daylan malas dan segera berlalu naik ke dalam mobilnya.

“Wuusshh….” Mobil Daylan melaju cepat ditemani alunan musik kesukaannya.

15 menit berlalu. Daylan telah menapakkan kakinya di rumah Revan.

“Langsung ke atas aja, Day!” jerit Revan dari atas balkon rumahnya. Daylan mendongak lalu mengangguk malas dan bergegas menuju balkon.

“Hei, kenapa muka loe murung gitu, Day? Harusnya loe kan seneng balik ke Indonesia trus bisa kumpul ma keluarga dan pastinya yang paling loe suka, ketemu sama gue. He…he…he..” Revan mengakhiri tanya dan anjurannya dengan tawa meledeknya setelah menganjurkan Daylan duduk di kursi balkon.

“Tahulah, gue stress!” jawab Daylan ketus.

“Wah, ternyata pangeran kaya loe bisa stres juga ya, Day?!” ledek Revan lagi masih dengan tawa kecilnya. Daylan makin pasang muka jengkel. “Kenapa? Sini cerita ke gue! Kita kan sahabat.” Lanjut Revan sesaat usai menengok ke arah Daylan dan menyadari perubahan wajahnya. Daylan masih diam malas menjawab. Hening. Revan tak memaksa melihat Daylan yang sepertinya memang belum ingin bicara.

“Dreeet… dreeett…” handphone Daylan bergetar tanda pesan masuk. Jemarinya gegas membukanya.

From: Lovely Mom

“ Day, pulang jam lima, ya! Inget, kan  nanti malem mama minta temenin kamu? Jadi, jangan telat, ya! Kamu juga harus siap-siap sebelum berangkat, Sayang! Mama tunggu di rumah.”

__________________

Thanks my beloved readers. Please support Author by like, comment, vote, share, & favorite for notification update. See you next time on the next episode ^_^

Author don't own the picture.... Just hope you will be happier by it. it was taken from pinterest:)

Terpopuler

Comments

Penjaga Hati

Penjaga Hati

doble like mendarat
salam dari karyaku kk

2020-07-25

1

Nurainseptiaa

Nurainseptiaa

Semangat thor, aku mampir nih

2020-07-03

1

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

apa daylan itu cwok yg nabrak akira dibandara?

2020-05-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!