NovelToon NovelToon
Cinta Dua Bersaudara

Cinta Dua Bersaudara

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Tamat
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Hati Dan Tekad

Keesokan paginya Andini bangun lebih awal dari biasanya, sehabis mimpi yang kabur tentang jalanan yang penuh cahaya. Meskipun sakit hati masih terasa, dia merasakan secercah semangat yang dia hilangkan sejak lama, semangat yang hanya milik dirinya sendiri. Dia bangun, mandi dengan air yang terasa begitu dingin di kulit namun menyegarkan dan membuat pikirannya agak tenang setelah mandi ia berpakaian dan ia sengaja memakai baju kuning muda yang dia beli setahun lalu.Warna Baju yang kurang di sukai Abi: "Terlalu mencolok kata nya

tapi hari ini, dia ingin terlihat mencolok ia ingin dunia tahu bahwa dia ada, dan dia tidak lagi mau disembunyikan.

Dia mengirim pesan ke Salma, temennya yang paling dekat sejak SMA orang yang selalu ada saat dia menangis atau tertawa. "Halo salam kita ngobrol bareng di warteg favorite kita sore ini ,

Ada banyak yang mau ceritain

Salma membalas cepat,

"Bisa! Pukul empat ya, aku tunggu di sana

Salma merasa sesuatu telah terjadi dengan sahabatnya yang satu ini

Sore itu, langit terlihat cerah dengan awan putih yang sedikit. Andini berjalan ke warteg yang terletak di gang kecil dekat kantornya tempat yang selalu membuat dia nyaman, dengan bau nasi goreng dan sambal yang khas.

 Salma sudah menunggu dia duduk dimeja sudut yang sedikit jauh dari pengunjung yang lain

 Andini langsung duduk di samping Salma.

"Sekarang Ceritain Apa yang terjadi semalam? Aku lihat pesanmu tadi malam jam sembilan, aku langsung khawatir dan kepikiran pasti ada apa apa. pikirku" kata Salma khawatir

Andini kemudian menceritakan semua yang terjadi mulai dari keterlambatan Abi yang sudah jadi kebiasaan. Dia juga ceritakan tentang pertanyaan pernikahan yang dia lontarkan kepada Abi, dan jawaban Abi yang membuat hatinya hancur. Tidak lupa, dia menceritakan tentang kejadian di hari ulang tahunnya yang ke-24, tentang coklat yang leleh dan perasaan bahwa dia cuma jadi opsi kedua. Saat bercerita, air mata dia mulai menetes, tapi kali ini tidak ada tangisan yang terdengar cuma air mata yang menjadi wakil dari semua rasa sakit yang ia pendam.

Salma menghela napas panjang

 "Aku udah bilang kan, Din? Dia nggak pantas sama kamu. Kamu terlalu baik buat disia-siakan begitu saja terlalu baik buat menungguinnya setiap hari, terlalu baik buat dukung semua mimpinya tanpa dibalas. Salma memijat punggung Andini lembut, seperti yang dia lakukan saat mereka masih SMA hal seperti itu sering Salma kalau Andini sedang ada masalah

terus apa yang akan kamu lakukan sekarang? Jangan bilang kamu mau nunggu lagi ya, Din. Aku nggak bisa lihat kamu sedih lagi."

Andini tersenyum pelan, menyeka air mata dengan tisu yang ada disitu

"Aku nggak mau nunggu lagi, Sal. Aku mau mulai melakukan hal-hal yang aku pengen dari lama. Kau ingat kan, dulu aku pengen ambil kursus desain grafis? Pas SMA, aku suka menggambar karakter di buku catatan, tapi orang tua bilang itu tidak menjanjikan'." Andini mengambil laptopnya membuka website kursus yang dia cek pagi tadi. "Tadi pagi aku udah cek, ada kelas baru yang dimulai minggu depan. Aku mau daftar, Sal. Aku mau mengejar mimpiku yang aku tinggalkan karena terlalu fokus ke dia."

"Wow, itu keren banget!" teriak Salma, Salma tersenyum lebar,

"Aku dukung kamu banget! Kamu harus fokus ke diri kamu sendiri sekarang, Din. Kamu berhak bahagia tanpa harus menunggu orang lain bahagia yang kamu buat sendiri, bukan yang orang lain berikan." Mereka mulai ngobrol tentang rencana kursus, liburan ke Bali yang mau dituju, dan rencana buka toko barang handmade yang mereka impikan sejak lama. Suasana menjadi lebih ringan, ada tawa yang keluar dari bibir Andini, tawa yang tidak dipaksakan, tawa yang sesungguhnya.

Saat Salma sedang menceritakan tentang kejadian lucu di kantornya, Andini merasakan ada orang yang menatapnya dengan intens. Dia menoleh perlahan, dan hati dia berdebar kencang sampai seolah mau meledak. Ada Abi, berdiri di depan pintu warteg, pakai kaos hitam dan jaket denim yang sama tapi terlihat lebih kusam. Rambutnya lebih berantakan dari biasanya, matanya yang dulu selalu ceria sekarang terlihat lesu dan penuh ragu. Dia berdiri seperti itu selama beberapa detik, menatap Andini tanpa bergerak, seolah takut dia akan lari lagi.

Akhirnya, Abi melangkah perlahan ke meja mereka, langkahnya terasa berat di lantai keramik warteg. "Din... bisa aku ngobrol sebentar? Cuma sebentar saja."

Andini terdiam sejenak. Tekadnya yang baru yang sudah dia bangun semalam bergetar seperti daun yang digoyangkan angin. Tapi hati dia, meskipun sakit, masih merasakan sesuatu yang hangat untuk Abi rasa sayang yang sudah ada selama lima tahun, yang tidak bisa hilang sekaligus Salma yang melihatnya, memahami apa yang mereka rasakan, kemudian berdiri dan berkata

"Aku ke kamar mandi dulu ya, Din. Kamu bicara aja. Kalau butuh apa-apa, panggil aku ya." Salma menepuk bahu Andini sebelum pergi, memberinya kekuatan yang Andini butuhkan.

Setelah Salma pergi, hening, hening yang menyakitkan di antara mereka. Suara orang-orang yang berbicara, bunyi sendok dan piring, bahkan bau nasi goreng yang dulu nyaman kini semuanya terasa hilang. Abi duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan Salma, tangannya ia taruh di atas meja yang menjadi seolah tidak tahu apa yang harus dilakukan. "Din, maaf banget semalam. Aku... aku nggak bisa tidur. Aku terus mikir tentang apa yang kamu katakan, tentang semua waktu yang aku sia-siakan." Dia mengangkat muka, menatap Andini . "Pramudya juga udah ngomong ke aku... dia bilang aku terlalu bodoh mengabaikan orang yang paling berharga di hidupku. Dan dia bener, Din. Aku terlalu bodoh."

Andini hanya diam, menatap Abi tanpa bicara. Dia ingin mendengar, dia ingin percaya, tapi hati dia sudah terlalu banyak kecewa. Dia melihat cahaya matahari yang masuk melalui jendela, menyinari wajah Abi, dan melihat rasa penyesalan yang sesungguhnya di sana tapi apakah itu cukup?

"Aku tahu aku selalu terlambat, selalu mementingkan motor dan teman-teman lebih dulu," lanjut Abi, suaranya terdengar lirih dan tertekan. "Aku tahu aku pernah lupa ulang tahunmu, pernah tidak datang ke pesta keluargamu, pernah membuatmu nunggu sampai larut malam. Tapi aku beneran sayang kamu, Din. Sungguh-sungguh. Aku takut kehilangan kamu takut hidupku jadi hampa tanpa kamu. Bisa kamu berikan kesempatan satu lagi? Aku janji, aku akan berubah. Aku akan belajar menghargai waktu kamu, belajar membuatmu jadi prioritas, belajar mencintai kamu dengan sungguh-sungguh"

Andini menghela napas dalam-dalam, nafasnya terasa sesak. Kata-kata "aku janji" itu terdengar sangat familiar dia sudah mendengarnya berkali-kali, setiap kali Abi membuatnya sedih. Tapi kali ini, ada sesuatu di suara Abi yang berbeda ada kebenaran yang dia tidak dengar sebelumnya. Dia menundukkan kepala, melihat tangan dia yang tergantung di depan badannya. "Aku nggak mau dipermainkan lagi, Bi," ucapnya dengan suara yang tenang tapi tegas, seolah setiap kata itu keluar dari hati yang paling dalam. "Janji itu gampang diucapkan, tapi sulit dijalankan. Aku udah nunggu terlalu lama lima tahun, Bi. Lima tahun yang penuh harapan yang selalu hancur. Sekarang, aku mau fokus ke diri ku sendiri dulu. Aku mau ambil kursus, mau mengejar mimpiku yang sendiri mimpiku yang aku tinggalkan karena terlalu mau membuatmu bahagia."

Abi terdiam, wajahnya terlihat sedih sampai seolah mau menangis. Dia menggenggam tangan yang di atas meja, jari-jarinya memerah. "Jadi... kamu mau putus? Itu yang kamu mau?"

Andini mengangkat muka, melihat mata Abi dengan tatapan yang jujur. Air matanya kembali menetes, tapi kali ini ada kejelasan di sana. "Aku nggak tahu, Bi. Aku benar-benar tidak tahu. Sebenarnya aku masih sayang sama kamu, tapi tekadku juga kuat. Aku butuh waktu untuk memikirkan diri ku sendiri lagi, waktu untuk melihat apakah kamu benar-benar bisa berubah. Bisa tidak kamu berikan waktu itu padaku? Jangan mencari aku, jangan telepon aku, cuma biarkan aku memikirkan. Bisa?"

Abi mengangguk perlahan, matanya penuh harapan yang sisa. "Bisa, Din. Apa pun yang kamu mau. Aku akan tunggu. Sebelumnya aku membuatmu nunggu terlalu lama, sekarang giliran aku yang nunggu. Aku akan buktikan bahwa janjiku ini tidak cuma omong kosong."

Pada saat itu, Salma kembali dari kamar mandi, dan Abi berdiri. Dia menatap Andini sekali lagi, seolah ingin menyimpan wajahnya di ingatan. "Terima kasih, Din. Untuk semua yang kamu lakukan. Aku akan berubah, aku janji." Kemudian dia berjalan keluar dari warteg, meninggalkan Andini yang terdiam, dengan hati yang bercampur aduk antara harapan yang sisa dan tekad yang baru, antara hati yang masih sayang dan keinginan untuk bahagia sendiri.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!