NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pergi tanpa alasan

Malam tadi akhirnya selesai dengan senyum palsu di wajah semua orang. Seolah insiden wine hanyalah gangguan kecil. Tapi buat Gue, itu bukan sekedar gangguan.

Gue pulang ke rumah dengan kepala penuh tanda tanya. Tentang Darly, tentang permainan kotornya itu, dan tentu aja tentang Adrian.

Hari ini, Gue sengaja mampir lebih awal ke rumah Tante Rani, dengan alasan bantu-bantu beresin sisa acara semalam. Walaupun sebenarnya nggak perlu sih. Karena Tante Rani pasti udah bayar orang untuk sekedar beres-beres rumah, dibantuin Mbok Nah.

Kenapa rasanya dari gerbang sampai garasi, Gue nggak liat Adrian yang sok sibuk itu jadi kayak kosong gini?

Pas masuk, Tante Rani lagi duduk santai sambil baca majalah. Dia sempet kaget liat Gue.

"Eh, Alya? Kok tumben, pagi-pagi udah nongol gini? Ada apa?"

Gue nyengir kikuk. "Aku pikir mau bantu-bantu beberes rumah, Tante."

Tante Rani ketawa kecil. "Bantu-bantu? Tapi semua udah diberesin Mbok Nah sama orang yang Tante bayar. Kamu itu juga ya, ada-ada aja. Tuan putri di suruh beres-beres rumah. Sini, duduk deket Tante."

Gue hanya bisa nyengir aja, dan duduk di sebelah Tante Rani. Gue nggak bisa berhenti mikirin Adrian, apalagi setelah semalam dia diperlakukan nggak adil.

Gue kayaknya harus ngomong sama Tante, walaupun nggak tau ini agak nekat atau gimana. Tapi kalau nggak sekarang, Gue nggak bakal bisa berhenti mikirin ini.

"Tan," Gue akhirnya motong pembicaraannya yang bahas acara semalam yang terdengar sangat seru. Lagian ini momen yang tepat juga untuk bahas masalah Adrian. Bukan hanya serunya aja. "Aku cuma mau jelasin sesuatu soal malam tadi. Sebenarnya bukan salah Adrian, Tan. Aku liat sendiri, dia—"

Tante malah ketawa kecil, buat Gue bengong. "Kamu pikir, Tante nggak tau apa-apa?"

Maksudnya Tante, dia sebenarnya tau tapi diem aja gitu?

Tante nyender santai di kursi, ekspresinya kayak orang habis nonton drama kocak. "Tante udah cek CCTV, sayang. Dari awal jelas banget siapa yang buat ribut. Bahkan, sebelum kamu cerita, Tante udah ngomong langsung sama Adrian sebelum kamu datang. Tapi anaknya udah pamit pergi dari tadi."

"Apa?" Gue hampir kebablasan teriak, "Tante udah ngomong sama dia?"

"Iya dong," jawabannya enteng. "Tante bahkan sudah minta maaf sama dia. Bayangin, anak itu malahan ngomong nggak apa-apa. Padahal jelas-jelas orang lain yang buat ulah."

Rasanya pengen banget Gue tabok bantal sofa saking lega sekaligus kesel. "Terus... berarti Adrian balik kerja lagi kan, Tan?" Gue nanya cepet, penuh harap.

Senyum Tante berubah jadi senyum jahil. "Nah, itu dia. Adrian malah nolak."

Gue kaget bukan kain. "Nolak?" Kenapa, Tan?!"

Tante nggak langsung jawab, malah menatap Gue lama. Tatapannya buat Gue nggak nyaman, seolah-olah dia bisa baca pikiran Gue sampai akar.

"Kamu kok kaget banget? Jangan-jangan... kamu peduli banget sama Adrian?" tanyanya dengan nada setengah menggoda.

"Bukan gitu, Tan." Gue buru-buru membela diri.

"Aku cuma kasian. Dia kan nggak salah apa-apa. Masa harus kehilangan kerjaan gitu aja?"

Mata Tante Rani makin nyorot sambil tersenyum nakal. "Kasian, atau sebenarnya kamu suka?"

"Tanteee!" Gue spontan langsung jawab. Tapi entah kenapa jantung Gue berdetak kacau. "Jangan asal nuduh gitu dong! Aku cuma... ya aku cuma membela yang benar."

Bukannya berhenti, Tante malah ngakak keras. "Astaga. Kamu tuh nggak bisa bohong, ekspresimu udah jelas banget."

Gue makin salah tingkah dibuatnya. "Tante, serius deh... jangan bercanda. aku ini cuma peduli karena aku liat sendiri Darly yang manipulatif malam tadi. Aku nggak Terima kalau Adrian yang nggak salah, jadi di salahin."

Tante akhirnya berhenti ketawa, meski senyumnya masih nyisa. Dia taruh gelas tehnya, lalu menatap Gue lebih serius. "Ya udah, Tante percaya. Tapi tetap aja, masalah utamanya bukan di situ. Adrian sendiri yang nolak balik kerja."

"Nggak masuk akal," gumam Gue pelan. "Kenapa dia nolak? Dia sendiri aja kayak orang butuh duit banget."

Tante narik napas panjang. "Sebenarnya kamu juga ngerti di sisi lain tentang Darly. Bisa jadi mungkin dia merasa Adrian terlalu dekat sama kamu. Bisa jadi dia cemburu, makanya ngelakuin itu."

Gue diam. Bayangan malam tadi muncul di kepala Gue. Tatapan Darly yang tajam setiap kali meliat Adrian. Rahangnya mengeras, bibirnya menipis.

"Jadi... Darly sengaja ngejebak Adrian gara-gara itu?" bisik Gue, setengah nggak percaya.

"Mungkin," jawab Tante pelan. "Tante sendiri nggak bisa buat banyak. Bagaimana pun, Darly itu calon yang sudah ditetapkan untuk kamu. Apalagi semua orang yang mungkin meliat kejadian semalam lebih pilih tutup mata."

Kata-kata Tante buat dada Gue sesak. Lebih parahnya, Adrian masih aja santai kayak nggak terjadi apa-apa. "Tapi kenapa Adrian nolak kerja lagi sih, Tan?" tanya Gue akhirnya. Itu pertanyaan yang paling mengganggu pikiran Gue.

Tante menatap Gue lama lagi. Lalu malah senyum hambar. "Itu kamu tanyakan sendiri ke dia. Tante rasa alasannya bukan hal yang bisa Tante ceritakan. Tapi satu hal yang Tante tau, Adrian itu anaknya nggak pernah ribet. Kalau dia mutusin sesuatu, biasanya karena dia udah mikir matang-matang. Dan mungkin juga... dia mikirin tentang kamu."

Gue tercekat. "Maksud, Tante?"

Tante angkat bahu. "Siapa tau."

Diam. Gue nggak bisa balas apa-apa. Otak Gue penuh dengan wajah Adrian. Santai, ketawa kecil, senyum jahilnya, dan caranya selalu buat orang lain merasa ringan meski dia sendiri bisa jadi sasaran.

Gue tarik napas panjang. Rasanya obrolan ini udah buat kepala Gue kayak balon, siap meledak kapan aja.

"Tan... aku pulang, ya."

Tante Rani angkat alis. "Cepet amat? Baru juga dateng."

Gue senyum kikuk, meremas jemari sendiri. "Aku cuma... sebenernya dari tadi pengen jelasin kejadian semalam aja. Karena aku ngerasa bersalah. aku liat sendiri siapa yang salah, tapi aku diem aja. Kayak aku ikut-ikutan ngebiarin Adrian disalahin. Padahal dia nggak salah. Aku..." Gue gigit bibir, suara Gue melemah. "Aku ngerasa kayak pengecut."

Tante Rani menatap Gue beberapa detik, lalu tersenyum lembut. Senyum yang biasanya muncul kalau dia ngerti banget apa yang Gue rasain, bahkan sebelum Gue selesai ngomong.

"Kamu nggak usah nyalahin diri sendiri. Kamu udah cukup berani karena berusaha jelasin ke Tante. Itu aja udah nunjukin kamu beda."

Gue cuma bisa tunduk. Hati Gue anget, tapi masih nggak tenang.

Tiba-tiba Tante Rani menoleh ke arah dapur. "Mbok Nah!" panggilnya agak keras.

Nggak lama kemudian, Mbok Nah muncul dengan jalannya yang khas, pelan tapi mantap. "Iya, Nyonya."

"Ambilin kertas berwarna putih di atas meja di dalam kamar saya," kata Tante Rani sambil melirik ke Gue penuh arti.

Gue otomatis melongo.

Mbok Nah manggut, lalu pergi. Nggak sampai lima menit, dia balik lagi sambil bawa amplop putih yang dilipat rapi. Dia serahin langsung ke Tante Rani.

"Nah ini buat kamu." Tante Rani nyodorin amplop itu ke Gue.

Gue langsung kaget. "Dari siapa, Tan?"

Tante pura-pura mikir, tangannya main-main di dagu. "Hmm... siapa lagi kalau bukan Adrian?"

Jantung Gue langsung kayak dihatam palu. Gue buru-buru ambil amplop itu, tapi tangan Gue gemeteran. "Ng... ngapain dia nitip surat ini ke Tante?

Tante Rani nyengir nakal. "Wah, nggak tau ya. Mungkin dia jatuh hati sama kamu?"

"Tante!" Gue refleks teriak kecil. "Jangan asal ngomong gitu dong! Aku sama Adrian tuh... nggak ada apa-apa!"

Tante ngakak sampai hampir baru. "Astaga. Kamu tuh gampang banget kepancing."

"Apaan sih, Tan." Gue masang wajah cemberut.

Tante akhirnya reda tawanya, lalu ngomong lebih tenang. "Tenang-tenang. Tante cuma bercanda, kok. Isinya juga biasa aja. Katanya dia seneng bisa ketemu sama temen lama. itu aja."

Gue langsung ngerasa aneh. "Temen lama?"

Tante angguk. "Iya, Adrian ngomong gitu. Jadi jangan salah paham. Dia kayaknya nggak mau juga Tante jadi salah paham soal kalian."

Gue cuma diem. Tapi di kepala Gue, kata-kata itu muter terus. Teman lama. Baru juga ketemu beberapa kali.

Tante Rani lagi-lagi ngeliatin Gue lama, lalu cuma senyum tipis. "Udah sana, pulang. Keburu kepikiran macam-macam. Kalau kamu masih penasaran, ya tanya langsung sama yang buat surat."

Gue otomatis langsung nuruti kata-kata Tante yang langsung pulang sambil bawa amplop dari Adrian. Angin hari ini menyapu pelan wajah Gue, tapi hati Gue jauh lebih ribut dari suara daun-daun yang kegesek.

Adrian... sebenarnya apa yang lo pikirin?

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!