Dendam Dan Cinta Tuan Mafia

Aira bangkit dari sofa dengan langkah gontai. Ia merasa sesak dan tidak bisa bernapas. Ia memutuskan untuk pergi dari rumah itu, mencari tempat yang bisa menenangkan hatinya, meskipun ia tahu, mungkin tidak ada tempat yang bisa benar-benar menyembuhkan lukanya.

Dengan langkah lesu, Aira menuju ke garasi dan membuka pintu mobilnya. Ia menyalakan mesin dan melaju dengan kecepatan tinggi, tanpa tahu ke mana tujuannya. Ia hanya ingin menjauh dari semua kenangan pahit yang menghantuinya.

Setelah beberapa saat berkendara tanpa arah, Aira tiba di depan rumah orang tuanya. Ia merasa ragu untuk masuk. Ia tahu, ia telah mengecewakan orang tuanya dengan menikah tanpa restu. Ia tahu, ia telah melukai hati mereka dengan memilih Dimas daripada mereka. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Ia membutuhkan dukungan dan cinta dari keluarganya, meskipun ia tahu, mungkin ia tidak pantas mendapatkannya.

Dengan hati berdebar, Aira keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia mengetuk pintu dengan pelan, berharap orang tuanya akan membukakan pintu untuknya.

Namun, saat pintu terbuka, Aira disambut dengan tatapan maut dari sang ayah. Sejak menikah dengan Dimas, baru kali ini lagi Aira menginjakkan kakinya di rumah itu. Ia merasa bersalah dan malu. Ia tahu, ia telah mengecewakan ayahnya dengan keputusannya untuk menikah dengan Dimas tanpa restu.

"Pah?" lirih Aira, dengan suara bergetar. Ia berharap ayahnya akan memeluknya dan menghiburnya. Ia berharap ayahnya akan memaafkannya atas semua kesalahannya.

"Apa? Apa dia meninggalkanmu? Dan sekarang kau ingin pulang?" tanya sang ayah, dengan nada sinis dan penuh amarah. Belum sempat Aira menjawab, sang ayah sudah mengusirnya dan membentaknya.

Aira tahu ia salah. Menikah dengan Dimas bisa dianggap kawin lari, karena ia menjalani pernikahannya tanpa restu sang ayah. Ia tahu ia telah melukai hati orang tuanya. Ia tahu ia telah membuat ayahnya kecewa.

Aira menangis, air matanya kembali luruh setelah sang ayah menutup keras pintu rumah itu dan meninggalkan ia seorang diri di luar dengan kondisi hujan lebat dan angin kencang. Ia merasa seperti orang yang paling malang di dunia ini. Ia merasa seperti tidak ada seorang pun yang mencintainya. Ia merasa seperti tidak ada tempat baginya di dunia ini.

Aira menangis, terisak tak tertahan. Ia kembali lagi ke mobilnya, dengan tubuh menggigil kedinginan. Entah ke mana tujuannya saat ini. Ia linglung dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa seperti kehilangan arah dan tujuan hidupnya.

*

Setelah beberapa saat berkendara tanpa tujuan, Aira tiba di depan rumah Rania, rumah yang sempat ia pergoki kemarin. Ia merasa marah dan benci melihat rumah itu. Rumah itu adalah simbol dari kehancuran rumah tangganya. Rumah itu adalah tempat di mana suaminya berselingkuh dengan wanita lain.

Aira menatap rumah itu dengan tatapan kosong. Ia menatap jendela di lantai atas yang menyala, melihat bayangan yang terlihat tengah bercumbu. Aira tahu, itu adalah Dimas dengan wanita yang telah menghancurkan pernikahannya. Ia tahu, Dimas sedang bersenang-senang dengan Rania, tanpa memikirkan perasaannya.

Hatinya begitu sakit, tangisnya menggema di dalam mobil, berlawanan dengan suara hujan yang semakin lebat. Ia merasa seperti ada ribuan pisau yang menusuk hatinya secara bersamaan. Ia merasa seperti sedang sekarat, perlahan tapi pasti.

Setelah tangisnya cukup reda, Aira memilih untuk pulang. Ia tidak ingin berlama-lama di sana. Ia tidak ingin melihat kebahagiaan orang lain di atas penderitaannya. Ia tidak ingin membiarkan Dimas dan Rania terus menyakitinya.

*

Mobilnya melaju kencang, membelah jalanan yang terhalang oleh hujan yang lebat. Aira tidak peduli dengan keselamatan dirinya. Ia merasa seperti tidak ada artinya lagi untuk hidup. Ia merasa seperti lebih baik mati daripada terus merasakan sakit hati seperti ini.

di persimpangan Aira tak dapat mengendalikan mobilnya ketika ia melihat sebuah mobil yang melaju didepannya.

duar...

tabrakan pun tak terhindari, mobilnya terguling dan menyeretnya cukup jauh.

kesadarannya perlahan menghilang, di detik terakhir ia melihat sosok pria yang mengenakan payung berdiri didekatnya, namun detik itu juga kesadarannya pun menghilang...

Bersambung...

Jangan lupa tinggalkan komentar ya...