Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.
Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.
Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.
Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Rencana Kuliah
Aku tidak tahu kapan tepatnya. Aku dan Nando menjadi semakin dekat. Kami sering mengobrol dan bercanda. Rasanya sangat menyenangkan melihatnya tak henti tersenyum dan tertawa.
Sekarang rasa canggung yang selama ini membentengi kami berdua telah lenyap. Dan sekarang...aku tidak pernah merasa keberatan dengan kehadiran Nando sepanjang hari di rumah, malah aku merasa bahagia.
Jika Nando ingin pergi ke suatu tempat, aku dengan suka rela menawarkan diri untuk menemaninya. Nandopun sudah tidak ragu lagi untuk memintaku membantunya dalam segala hal. Aku berharap saat-saat seperti ini terus berlanjut.
Aku tersenyum sembunyi-sembunyi dari balik tubuh suamiku memandang Nando yang sedang belajar di ruang tamu. Aku dan Ali masih menyantap makan malam kami sedangkan Nando sudah lebih dulu makan.
Aku sebenarnya ingin makan malam berdua dengan Nando tapi tidak mungkin. Kalo aku terlihat berlebihan,lama-lama Ali bisa curiga.
Biar bagaimanapun aku ini masih istrinya dan seorang istri harus menemani suaminya makan meskipun suaminya terlambat datang.
Ali sedang sangat sibuk mengurusi pekerjaannya akhir-akhir ini. katanya ada proyek baru dengan projek besar, ia sampai harus lembur setiap hari untuk menanganinya. Aku berucap syukur dalam hati karena waktuku bersama Ali akan lebih sedikit.
“Sayang, maafkan aku karena akhir-akhir ini terlalu sibuk. Tidak punya banyak waktu buat kamu lagi.” Kata Ali dengan penuh penyesalan. Aku segera merubah raut wajahku.
“Oh, tidak apa-apa namanya juga kerja.”ucapku singkat lalu kedua mataku melirik sesaat Nando lagi.
Pria itu masih sibuk berkonsentrasi membaca sambil sesekali mencatat sesuatu. Aneh, Nando kan sudah lulus kenapa dia masih terus sibuk belajar? Dia itu kelewat rajin...memangnya dia tidak takut isi kepalanya pecah apa? Ah, dia bukan aku, kalo aku yang belajar seperti itu maka isi kepalaku benar-benar pecah.
Dia berbeda. Pria yang langka. Mungkin di dunia ini hanya ada 1 pria seperti dia dan aku sangat mencintainya.
“Kamu kenapa ngeliatin Nando terus sih?”
Aku terkejut setengah mati sampai tersedak makanan sendiri. Ya ampun Ali menyadarinya. Aku pasti terlalu fokus memperhatikan Nando sampai lupa disana ada Ali.
“Em...enggak...Cuma....heran ajah liat adik kamu.” Jawabku sedikit gugup.
“Heran kenapa?”
Ali mengangkat sebelah alisnya seperti sedang menganalisis pertanyaanku. Aku harus pintar cari alasan agar dia tidak curiga.
“Nando kan sudah lulus kuliah, tapi kenapa dia belajar terus?” akhirnya aku mendapat jawaban yang masuk akal.
Wajah Ali yang sejak tadi berkerut berubah lembut kembali.
“Kamu lupa yah, Nando kan mau lanjut kuliah S2.”
Ah...benar. Aku lupa soal itu.
“Nando beruntung yah.” Ucapku pelan.
Perasaan menjadi manusia gagal meraih impian menghantuiku.
“Beruntung karena bisa kuliah S2 maksud kamu?”
Aku tersenyum malu “Iya.”
“Nando bisa kuliah S2 karena kepintarannya sendiri. Dia belajar seperti itu karena sedang mengejar beasiswa. Ngomong-ngomong kamu masih ingin kuliah Aura?”
Aku terkejut Ali menanyakannya. Aku tidak tahu pasti ingin kembali kuliah atau tidak. Hatiku masih terasa sakit saat mengingat kejadian yang mengharuskanku berhenti mendadak dari kampus.
Waktu itu aku merasa impianku telah terenggut, menghilang begitu saja. Setiap kali mengingatnya akan terasa perih sekali.
“Aku tidak tahu.” Jawabku. Rasa bimbang masih menghinggapi hatiku.
“Sayang, kamu itu masih muda dan meskipun kamu tidak pernah cerita, aku tahu kalo kamu masih sangat ingin kuliah kan?”
Sekali lagi, status sebagai istri memberatkanku. Meskipun zaman sudah berubah dan seorang istri bisa berkarir tapi, tetap saja tidak sama seperti harapanku dulu.
Aku memang berharap bisa menjadi sukses tapi saat diusia muda dan lajang, bukan berstatus seperti sekarang. Terlalu banyak batasan. Aku akan merasa tidak nyaman.
“Sudahlah, lupakan saja. Toh...impianku bukan yang terpenting sekarang.”
“Tapi buatku itu penting. Sebagai seorang suami, aku ingin melihat istriku bahagia meraih impiannya. Kita bisa sukses bersama-sama.”
Ali tersenyum padaku membuatku merasa bangga mendengar ucapannya. Aku bangga memiliki suami yang sangat baik dan pengertian seperti dirinya.
“Baiklah, akan aku pertimbangkan.” Aku membalas senyum Ali dengan lembut.
“Nando!”
Ali tiba-tiba berteriak memanggil Nando. Dari arah belakang suamiku,aku melihat Nando sedang berjalan santai ke arah kami, dia lalu duduk di samping suamiku sementara aku, hanya bisa tertegun menikmati pemandangan aneh sekaligus gila ini.
Apa ini? Aku baru saja memuji suamiku dan sekarang pria lain sudah berhasil merebut kekaguman itu. Aku memang istri yang tidak tahu malu.
Sebentar, aku tidak boleh mencela diriku sendiri. Ali memang suami sekaligus kakak yang baik tapi dibalik itu semua,dia tetap seorang yang jahat, sangat jahat.
“Ada apa kak?”
“Kamu besok mau ke kampus?”
“iya, memangnya kenapa kak?”
Ali sekali lagi menatapku sambil tersenyum namun aku hanya menatap dingin ke arahnya. Aku tahu, Ali tak akan sanggup mengerti arti tatapanku padanya. Aku membencinya....aku menbencinya....!
“Ajak Kakak Iparmu yah”.
Nando dan aku sama – sama bingung. ‘untuk apa Ali menyuruh Nando mengajakku ke kampus?’ Nando tidak akan nyasar mulai sekarang karena
Ali sudah membelikan sebuah mobil beserta supir pribadi untuk Nando. Dia tidak membutuhkanku lagi.
“Kak Aura jadi kuliah?”
Aku terkejut. Dari mana Nando tahu? Rasa penasaranku terpecah oleh suara tawa Ali yang tiba – tiba meledak.
“Kamu terkejut ya? Ide agar kamu kuliah lagi itu datangnya dari Nando!”
“Apa?” aku tidak sanggup mengatakan apapun lagi. Jadi, Nando yang...?
“Nando cerita kalau kamu membantu dia menyusun proposal. Katanya kemampuan kamu mengetik sepuluh jari dan penguasaan komputer luar biasa. Aku belum pernah melihatmu berada di depan komputer jadi aku tidak tahu. Kata Nando juga,kemampuan akutansimu sangat bagus. Itu sebabnya, aku setuju agar kamu kuliah lagi”.
“aku tidak sehebat itu!” jawabku, langsung membuat kedua pria didepanku terdiam.
Aku masih trauma. Aku tidak ingin merasakan kecewa untuk kedua kali, meskipun mungkin kali ini aku akan benar-benar kuliah sampai lulus tapi perasaan takut itu selalu menghantuiku hingga sekarang.
“Aku kan sudah bilang akan mempertimbangkan. Bukan berarti aku setuju”.
Aku mendorong kursi hendak pergi namun langkahku terhenti oleh ucapan tulus dari Nando.
"Kak Aura ga perlu takut, nanti kita satu kampus. Kalo kak Aura bingung bisa tanya sama aku aja kak!"
Aku berpikir sejenak. Mungkin hasratku untuk kuliah tidak sebesar dulu, tapi bukankah ini kesempatan yang bagus untuk lebih dekat dengan Nando?
Kami sudah menghabiskan masa SMA berdua dan sekarang, kami akan satu kampus meski berbeda jenjang dan jurusan. Tak apa, ini adalah sempatan yang bagus.
"Baiklah" Aku tersenyum semanis mungkin pada Nando.
dan bodohnya, suamiku ikut tersenyum puas atas jawabanku.
'Kita akan menghabiskan banyak waktu berdua kan, Nando?'