Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).
Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.
Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saksi Kunci
Pada pukul delapan pagi, Galeri Artefak Kekaisaran sudah bisa dikunjungi. Tempat ini terbuka untuk umum dan diperuntukan bagi masyarakat yang ingin melihat berbagai macam artefak yang diabadikan.
Di dalam tempat itu, banyak sekali artefak yang masih berfungsi ataupun yang sudah tidak berfungsi. Hanya saja, untuk artefak spesial, ditempatkan di suatu tempat khusus dengan penjagaan yang ketat karena, mau bagaimana pun, artefak spesial masih bisa berfungsi dan bisa digunakan, kecuali barang itu hancur.
Banyak masyarakat yang hanya mengetahui bahwa tempat ini hanya untuk pameran artefak, akan tetapi di lantai bawah tanah, banyak rahasia yang mereka tidak ketahui.
“Tuan Ox, tolong periksa artefak ini,” suara wanita berbaju seragam putih.
“Oho, artefak ini hanya dimiliki oleh Kuil Klinx,” jawab Tuan Ox.
Ia adalah seorang yang mengelola Galeri Artefak Kekaisaran. Kemampuannya dalam membuat artefak tak perlu diragukan lagi.
Tuan Ox memeriksa artefak itu dengan kedua tangannya, matanya sedikit menyipit dan memperbaiki kacamata. Seperti seorang ahli yang memeriksa suatu barang antik. ”Ms. Jenna, apa ini adalah barang bukti yang hanya tersisa dari kuil itu?”
“Benar, Tuan. Saya harap Anda bisa menguak rekaman kejadian saat malam tragedi.”
Ms. Jenna adalah seorang ketua badan penyelidikan di kekaisaran. Penampilannya selalu rapi dengan rambut panjangnya yang diikat ke belakang, membuatnya memiliki daya tarik. Akan tetapi, perilakunya yang terlalu tegas dan sangat serius dalam bekerja mengakibatkan dirinya belum menikah sama sekali di umurnya yang ke-27 tahun ini.
Tuan Ox mengajak Ms. Jenna ke suatu ruangan di mana banyak layar biru melayang tanpa hardware. ”Baiklah, Ms. Jenna, tolong jangan menyentuh apa pun. Aku akan mencoba memeriksa artefak ini dengan peralatan dari tempat ini. Mohon ditunggu.”
Ms. Jenna mengangguk dan melihat apa yang dilakukan oleh Tuan Ox.
Ruangan itu penuh dengan artefak canggih yang belum dipublikasikan dan belum dijual massal. Akan tetapi, ruangan itu terlihat sangat luas.
Tuan Ox memasukkan artefak yang berbentuk kubus dengan hiasan ukiran kayu. Hingga muncul rekaman kejadian di layar biru yang melayang.
Dalam rekaman itu, ada sesosok pria bertopeng dengan perawakan besar dan berotot yang mencoba mencuri artefak. Para petugas kuil yang mencoba menghalanginya berusaha untuk membuatnya pingsan, akan tetapi pria bertopeng itu mempunyai sebuah artefak pedang yang bisa mengubah ukurannya sesuka sang pengguna.
Ini menyulitkan para petugas kuil hingga memaksa tetua turun tangan. Tetua menggunakan sebuah artefak spesial sepatu berwarna hijau dengan motif petir yang membuatnya mempunyai kecepatan secepat cahaya. Dengan tongkat kayu di tangannya, ia mencoba memukul pria bertopeng itu ketika ia berada di titik buta targetnya.
Akan tetapi, pria itu yang menyadari kesenjangan kekuatan dirinya dengan tetua, memilih untuk melakukan trik kecil. Ia mengeluarkan sebuah artefak tabung kecil berukuran jari tengah yang menghasilkan cahaya hingga beberapa puluh meter.
Semua orang dibutakan pandangannya, dan lalu setelah mereka perlahan memulihkan pandangan, pria bertopeng itu sudah tidak ada di dalam kuil.
“Hmm, aneh, Tuan Ox. Sepertinya bukan ini rekaman kejadiannya, berbeda sekali dengan hasil pembantaian yang mayatnya berserakan di mana-mana,” ucap Ms. Jenna.
Tuan Ox mengendalikan peralatan itu dengan sedikit memajukan durasi rekaman. ”Lihatlah setelah ini. Itu mungkin orang yang berbeda dengan pelaku pembantaian.”
Dalam rekaman yang sudah dimajukan itu, beberapa mayat sudah bertebaran di mana-mana dengan belasan petugas kuil yang mencoba menghentikan sang pelaku. Orang yang menjadi lawan mereka adalah dua sosok dengan penampilan jubah putih yang hanya menyisakan mulutnya.
Dua sosok itu tidak menggunakan senjata tajam sama sekali, akan tetapi mereka menggunakan artefak yang berbentuk cawan perak dan patung kayu.
Dalam sekejap, cawan perak itu mengeluarkan cahaya yang menciptakan sepuluh klon es, sehingga perbedaan jumlah yang tadinya terlihat sekarang seimbang.
“Tunggu,” sela Tuan Ox. Ia memperbesar layar rekaman dan berfokus pada artefak cawan perak itu.
“Ada apa, Tuan Ox?”
“Tidak, bukan apa-apa.” Ia kembali memutar rekaman itu.
Semua klon es itu bertarung hingga membunuh semua petugas kuil dan hanya menyisakan tetua kuil yang memakai artefak sepatu.
Tetua itu mencoba melawan kedua sosok, akan tetapi artefak berbentuk patung kayu itu tiba-tiba melilit kakinya hingga ia tidak bisa menggunakan kemampuan artefak spesialnya.
Semua klon es yang ada mengeroyok tetua itu dengan kejam. Mereka menggunakan senjata dari mayat para petugas kuil untuk mencoba membunuh tetuanya sendiri.
Beberapa saat kemudian, setelah mereka merasa telah berhasil membunuh tetua Kuil Klinx, salah satu sosok itu mengangkat cawan peraknya. Salju mengitari mereka berdua hingga membuat mereka terlihat terkubur oleh salju. Saat salju itu hilang, kedua sosok itu turut menghilang.
Setelah mereka menghilang, pria bertopeng yang melawan mereka pertama kali mulai muncul kembali.
Ia mendekati tetua yang ternyata masih hidup dan terlihat seolah berbincang singkat. Lalu, pria bertopeng itu mencoba mengangkat tetua dan meletakkannya di belakang patung Dewa Klinx.
Artefak sepatu yang dikenakan oleh tetua, ia ambil. Mungkin baginya sebagai hadiah karena menolong tetua bangkit dan meletakkannya di samping dewa yang ia sembah.
Ia perlahan meninggalkan tetua tanpa salam perpisahan, seolah sudah selesai dengan apa yang ia mau.
“Siapa pria bertopeng dan dua sosok berjubah itu?” tanya Tuan Ox.
Ms. Jenna, yang pandangannya masih berfokus pada layar biru, tidak menatap Tuan Ox sama sekali.
“Entahlah. Ketiga orang itu yang pasti bukan orang biasa. Artefak spesial yang hanya dimiliki oleh kuil dan sangat diperhitungkan penggunaannya karena efeknya, tetapi mereka menggunakannya dengan lancar.”
“Apakah Kaisar sudah tahu dengan kejadian ini?”
“Tentu sudah. Apa kau meragukan badan intelijen kekaisaran?”
Tuan Ox, yang memiliki penampilan seperti pria berumur 40 tahunan dengan uban yang menjalar ke seluruh kepalanya, hanya membalas dengan acuh.
'Wanita ini memang tak bisa diajak basa-basi,' pikirnya.
Pandangan Ms. Jenna tak teralihkan sedetik pun dalam perbincangannya dengan Tuan Ox. Setelah kejadian pria bertopeng yang menolong tetua kuil, ia melihat seorang anak laki-laki berambut hitam memakai seragam akademi.
Anak itu berjalan mendekati patung Dewa Klinx dan melihat di baliknya ada tetua yang sedang terkapar tak berdaya. Ia menangis dan memeluk tetua itu.
Jari telunjuk Ms. Jenna menekan keras pada rekaman di layar biru itu dan mulai memperbesarnya agar terlihat jelas siapa lelaki berambut hitam itu.
“BINGO!” serunya. Ms. Jenna mengepalkan tangannya, matanya bersinar dengan cahaya kemenangan. Ia berpikir bahwa ini adalah saksi terakhir yang harus ditemui secepatnya.
Ia bergegas dengan langkah terburu-buru meninggalkan Tuan Ox.
“Mau ke mana kau, Ms. Jenna?” tanya Tuan Ox.
“Ke mana lagi jika tidak ke Akademi Kekaisaran?”
“Kau lupa atau bagaimana? Sekarang ini hari libur.”
Langkahnya tiba-tiba berhenti. Wajahnya menunjukkan kecerobohannya.
'Ah, bodohnya aku lupa hal seperti ini,' pikirnya tanpa menghiraukan Tuan Ox dan lanjut meninggalkannya.
“Lalu, kau sekarang mau ke mana lagi?” tanya Tuan Ox dari kejauhan.
“Bukan urusanmu!” suara Ms. Jenna menggema dari kejauhan.
Tuan Ox mulai membereskan kembali peralatan yang digunakannya untuk memeriksa artefak perekam kejadian. Perlahan, ia mendekati meja kerjanya yang dipenuhi artefak biasa, yang tentu fungsinya masih bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari.
'Artefak cawan itu... di mana, ya, aku pernah melihatnya?' pikirnya.
Ia tak bisa fokus setelah beberapa saat dalam membuat artefak.