Alam Dongtian berada di ambang kehancuran. Tatanan surgawi mulai retak, membuka jalan bagi kekuatan asing.
Langit menghitam, dan bisikan ramalan lama kembali bergema di antara reruntuhan. Dari barat yang terkutuk, kekuatan asing menyusup ke celah dunia, membawa kehendak yang belum pernah tersentuh waktu.
Di tengah kekacauan yang menjalar, dua sosok berdiri di garis depan perubahan. Namun kebenaran masih tersembunyi dalam bayang darah dan kabut, dan tak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi penyelamat... atau pemicu akhir segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjelajahi Qianlong
WUUUSSSHHHH——!!!
Ledakan cahaya putih meledak ke luar, melengkung seperti pusaran surgawi yang melahap udara, sebelum menukik dan mengendap di atas daratan asing nan luas. Tanah retak pelan, menyemburkan kabut energi spiritual berkilauan yang langsung menyelimuti lima sosok yang baru saja tiba.
Zhang Wei berdiri paling depan, jubah kelabunya berkibar pelan tanpa angin, sementara pedang legendaris di punggungnya bergetar lembut seolah menyambut tanah yang penuh kenangan ini. Langkah kakinya terasa mantap, bahkan bumi pun seolah tunduk di bawah pijakannya.
Udara di sekitarnya bergetar. Aroma logam tua dan tumbuhan purba memenuhi atmosfer. Setiap tarikan napas bagaikan menyedot inti kekuatan dunia. Udara di sini… terlalu padat. Bahkan partikel qi begitu padat hingga bisa dilihat dengan mata telanjang, melayang seperti serbuk bintang keperakan.
Lalu, seberkas kilatan menyambar dari tubuh Shen Dou. Tubuh besar pria itu mendadak diselimuti cahaya tanah keemasan. Ia mengerang pelan, lalu menatap kedua tangannya yang kini tampak lebih padat, lebih hidup.
“Martial Ancestor… bintang dua!” ucapnya dengan napas berat.
WUUUNG——!!!
Di sisi lain, dua cakram berputar milik Fei Yuan berputar otomatis di udara, menyerap energi dari atmosfer. Angin mengelilinginya seperti pusaran raksasa, dan tubuhnya terangkat sedikit dari tanah.
“Ha… aku menembus batas juga,” katanya pelan. Aura angin di tubuhnya melonjak liar. “Bintang empat… baru saja.”
Sret!
Busur panjang milik Yan Zhuan bersinar ungu, sementara anak panah di punggungnya mulai bergetar sendiri. Suara denting seperti suara logam rindu terdengar.
“Panahku seperti hidup kembali…” bisiknya. “Bintang enam…”
Kilatan lembut muncul di balik bayangan Ruo Lian. Wajahnya tersembunyi, tapi seluruh tanah di sekitarnya dilapisi kabut hitam kehijauan. Uap ilusi bergulung dan berkumpul di belakangnya membentuk sosok bayangan raksasa.
“Naik satu tingkat,” gumamnya. “Bintang dua…”
Dan di tengah mereka…
Zhang Wei berdiri diam. Aura kelabu mengelilinginya dengan tenang namun pasti. Tidak ada ledakan qi, tidak ada sinar yang menyilaukan. Tapi satu helaan napas dari tubuhnya membuat retakan halus muncul di tanah, dan batu-batu kecil terangkat perlahan ke udara.
Puncak Martial Sovereign.
Sempurna.
Langit di atas mereka bergolak. Lapisan demi lapisan awan kehijauan mulai bergerak memutar, seolah menyambut raja tanpa mahkota. Suara gemuruh sayup terdengar dari dalam bumi, namun tak seorang pun di antara mereka bicara—mereka hanya memandang sosok kelabu itu.
Dan di dalam benak Zhang Wei, suara tua namun lembut bergaung.
“Ini… ya, ini adalah kekuatan yang aku kenal…”
Lian Xuhuan bersuara untuk pertama kalinya sejak mereka tiba.
“Aku pernah menginjakkan kaki di tempat ini saat aku masih muda, ketika dunia masih menyimpan kehendak para dewa. Tapi kini… tempat ini lebih ganas, lebih dalam… lebih liar dari sebelumnya. Tapi… juga lebih… sempurna.”
Zhang Wei menatap jauh ke depan. Tanah lapang terbentang, tapi bukan kosong. Setiap butiran debu di sini tampak mengandung sejarah, dan setiap langkah adalah tarian bersama waktu. Di kejauhan, gugusan batu menjulang membentuk lengkungan raksasa. Di baliknya, kabut pekat menghalangi pandangan.
“Kita tak punya waktu,” ucapnya akhirnya. “Kekuatan ini akan menuntut pengorbanan. Dan aku tidak berniat menunda terlalu lama.”
Fei Yuan berseru, “Arahnya?”
Zhang Wei mengangkat pedangnya. Angin berhenti. Kabut terbelah. Jalan di depan mereka tampak terbuka, dan aura misterius menyambut seperti pelukan bisu dari dunia lama.
“Kita akan langsung menuju Laut Tak Berangin,” ucapnya pelan. “Waktu tak boleh disia-siakan.”
Lalu mereka melangkah.
Dengan kekuatan baru, dan beban dunia di pundak mereka.
***
Langkah-langkah mereka menjejak tanah asing yang nyaris tak memiliki ciri khas. Padang rumput membentang sejauh mata memandang—hijau gelap yang tenang, namun penuh tekanan qi yang mengendap dalam diam. Angin tak bertiup. Langit berkabut tipis, namun tak ada tanda hujan. Semua terasa beku, seperti dunia ini sedang menahan napas.
Lian Xuhuan terdiam dalam pikiran Zhang Wei.
“Ini… bukan seperti yang seharusnya…”
Suara lembut itu mengandung kekagetan dan ketidakpercayaan. Zhang Wei, tanpa menoleh, menjawab dalam hati.
“Kau mengenali tempat ini?”
“Aku seharusnya mengenalnya…” bisik jiwa tua itu. “Lembah bunga mitos yang mengalir di antara dua bukit emas… dan danau sembilan warna, tempat para kultivator zaman kuno menenangkan jiwa setelah menembus Martial Ancestor…”
Zhang Wei menghentikan langkahnya.
Di depannya, hanya padang rumput. Tak ada danau, tak ada bukit, tak ada aroma bunga. Hanya dataran luas yang sepi dan kosong, menebarkan aura purba yang samar dan mengintimidasi.
Fei Yuan mengernyit. “Tempat aneh sekali”
“Seperti dilahirkan kembali, tapi tanpa masa lalu…” tambah Yan Zhuan, tatapannya menyapu cakrawala yang tidak pernah berubah sepanjang dua jam perjalanan mereka.
Ruo Lian diam. Tapi bayangannya bergolak tak stabil, tanda bahwa bahkan ruang di sekitar sini pun tidak bersahabat bagi pengguna teknik ilusi seperti dirinya.
Shen Dou memukul telapak tangannya ke satu batu besar di sisi jalan.
DUUGHH——!!
Batu itu tidak hancur. Justru telapak tangannya terpental dengan tekanan tak terlihat.
“Aneh. Ini bukan tanah biasa. Seolah-olah ada sesuatu yang menyamarkan wujud asli alam ini,” gumamnya.
Zhang Wei berjongkok, mengusap tanah dengan ujung jarinya.
“Qi di bawah sini... masih hidup,” ucapnya pelan. “Tapi seperti tertutup oleh lapisan tipis yang memisahkan kita dari sesuatu.”
Lian Xuhuan menimpali, suaranya perlahan berubah lebih serius.
“Ini… mungkin bukan hanya transformasi alami. Bisa jadi... ada kekuatan yang sengaja menutupi wilayah ini. Seolah dunia ini sedang menyembunyikan jantungnya sendiri.”
Zhang Wei memejamkan mata sejenak, membiarkan energi kelabu dari tubuhnya merambat melalui telapak tangan ke dalam tanah.
WUUUUNG…
Tanah bergetar pelan. Akar-akar tak kasat mata terpantul samar di udara. Namun, hanya sekelebat. Seolah ada sesuatu yang menepis balik pengamatan Zhang Wei.
“Kita tak akan menemukan apa pun jika hanya berjalan,” ucapnya, bangkit. “Tempat ini menyembunyikan sesuatu. Tapi tak akan selamanya. Arah kita tetap ke laut tak berangin.”
Ruo Lian melangkah lebih cepat, matanya menatap langit pucat.
“Kalau laut tak berangin masih ada, itu berarti inti alam ini belum berubah. Kita hanya dibawa mengelilingi labirin ilusi…”
Fei Yuan menyeringai. “Kecuali labirin itu nyata.”
Shen Dou mengencangkan sarung tinjunya. “Tak masalah. Mau nyata atau tidak, tetap bisa kita terjang.”
Langkah mereka kembali teratur. Namun setiap langkah seperti menembus lapisan waktu yang berlapis.
Zhang Wei menatap lurus ke depan. Dalam pikirannya, kenangan dari Lian Xuhuan perlahan runtuh, satu demi satu, tergantikan oleh ketidaktahuan.
“Dunia ini telah berubah… lebih dari yang kita kira,” gumamnya. “Dan sesuatu sedang menunggu jauh di dalamnya.”
tetap semangat berkarya Thor, msh ditunggu lanjutan cerita ini