Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Laras kembali mengobrol dengan keluarganya lewat video call.
Adik: “Mbak, serius kamu jalan sama bos?”
Laras: “Ya... semacam jalan-jalan refreshing gitu. Kan libur.”
Ibu: “Yang penting kamu senang dan tetap tahu batas. Tapi... eh, bos kamu kok makin cakep ya? Ibu liat di IG kamu”
Laras nyengir. “Bu, ibu ngepoin Instagram aku?”
Ibu: “Ibu juga pengin update zaman sekarang dong. Lagian... siapa tahu jadi calon mantu!”
Laras menjerit dan langsung matikan kamera. Tapi pipinya merah sampai telinga.
Keesokan harinya
Revan memandangi jendela dari kantornya. Jakarta sore itu dipenuhi gemerlap cahaya lampu dan hiruk pikuk lalu lintas, tapi pikirannya melayang jauh. Dulu, ia pernah duduk di sudut kafe kecil dengan seseorang yang kini hanya menyisakan luka.
“Pak Revan, tanda tangan ini dulu. Dan jangan bengong kayak tokoh drama Korea, ya. Kita di Indonesia, realitas lebih kejam,” celetuk Laras, sang sekretaris yang multitalenta dan... blak-blakan tanpa filter.
Revan tersenyum miring. “Kamu nggak pernah ada sopan-sopannya, ya.”
Laras menjongkokkan badan, berbisik sok serius, “Sopan itu buat yang nggak punya kuasa, Bos. Saya sekretaris multitalenta. Sekretaris, pengatur jadwal, peredam gosip, sekaligus bodyguard dari mantan-mantan toxic. Kayak yang satu itu...”
Belum sempat Revan menimpali, pintu ruangan terbuka. Arga, asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya, masuk dengan wajah tidak biasanya.
“Bos. Ada tamu. Namanya Clara.”
Revan langsung menegang.
Clara.
Mantan yang meninggalkannya 8 tahun lalu saat bisnisnya jatuh. Yang memilih pindah ke pelukan sahabatnya, Dimas. Yang membuat Revan membangun kembali hidupnya dari nol, dengan dendam sebagai bahan bakarnya.
“Bilang saya sibuk.” ujar Revan dingin
“Dia maksa. Duduk di lobi. Nungguin. Sudah satu jam.” ujar Arga
Laras menyodorkan segelas kopi. “Kalau saya jadi Bapak, saya suruh security gotong dia keluar. Tapi, kalau mau gaya cool dramatis, hadapi aja. Biar sekalian ditunjukin, ini saya yang sekarang.”
Revan terdiam beberapa saat. Lalu berdiri.
“Bawa dia ke ruang meeting. Tapi, kamu dan Laras ikut. Saya nggak mau sendirian.”
Laras dan Arga saling pandang, kompak menjawab, “Siap, Pak Bos!”
Ruang Meeting
Clara tampak sama seperti dulu: cantik, rapi, wangi... dan penuh kepalsuan.
“Revan...” Clara berdiri, tersenyum seolah mereka tak pernah punya luka.
Revan duduk tanpa membalas senyum itu. Laras duduk di sisi kanan, Arga di kiri, masing-masing menatap tajam seperti bodyguard istana.
“Langsung saja. Mau apa kamu ke sini?” tanya Revan datar.
Clara tersenyum manis. “Aku dengar perusahaan kamu berkembang pesat. Kamu luar biasa, Van... Aku bangga.”
Laras melirik Arga dan berbisik, “Fix, ini pasti babak baru dari drama ‘Mantan Tak Tahu Diri’. Siap popcorn?”
Arga menahan tawa, nyaris gagal jadi asisten kalem.
“Aku... Aku minta maaf. Dulu aku khilaf. Aku salah milih. Dimas ternyata—” ujar Clara terpotong
Revan mengangkat tangan. “Jangan bawa nama dia. Dia bukan sahabatku lagi. Dan kamu... bahkan bukan masa lalu yang layak diingat.”
Clara tercekat.
“Aku hanya ingin... kita bisa mulai lagi. Aku berubah, Van. Aku sadar, aku hanya bahagia saat bersamamu.” ujar Clara tanpa tau malu
Laras mendesis, “Wah, skrip murahan banget. Udah kayak sinetron jam 2 siang.”
“Maaf, Mbak Clara,” ucap Arga sopan,
“Kalau boleh tanya, waktu Mas Revan susah dan dikhianati sahabatnya sendiri, Mbaknya ke mana?” tanya Arga
Clara merona, bingung menjawab.
Revan menatap tajam. “Kamu datang karena uang. Bukan karena cinta. Kamu berharap aku masih bodoh seperti dulu.”
Clara bangkit, suara meninggi, “Aku tulus!”
Laras juga berdiri, melipat tangan. “Tulus itu bukan ninggalin orang pas jatuh, lalu datang pas sukses. Tulus itu nggak jual diri ke sahabat, pacar cuma karena mobil mewah. Tulus itu... kayak kopi hitam. Pahit, tapi asli.”
Clara mendelik ke Laras. “Kamu siapa sih? Nggak usah ikut campur!”
“Oh saya ini? Sekretaris. Yang bantu bangun perusahaan ini pas kamu dan Dimas ngeruntuhinnya. Saya yang nyari investor, bikin strategi, bahkan yang ngantar nasi padang ke rumah bos pas dia nggak punya duit buat makan!”
Arga menambahkan, “Dan saya yang gendong Bos pas pingsan karena kerja terlalu keras. Waktu kamu, Mbak, lagi upload foto liburan ke Bali bareng cowok yang sekarang bangkrut itu.”
Clara tersentak. “Dimas bangkrut?”
Laras nyengir. “Oh... jadi ini ya, niat utamanya? Cieee. Pindah ke Revan karena ATM sahabat udah jebol?”
Revan berdiri.“Clara, kamu bukan siapa-siapa. Kalau kamu butuh bantuan, hubungi lembaga sosial. Tapi kalau datang untuk numpang sukses, pintu keluar ada di belakang. Saya nggak tertarik pada kenangan yang busuk.”
Clara tak bisa bicara. Ia memutar badan, berjalan cepat keluar.
Begitu pintu tertutup, Laras mengangkat tangan tinggi, “Misi berhasil, mantan ditolak! Asisten dan sekretaris menang telak!”
Arga tertawa, lalu berkata, “Bos, malam ini kita makan bakso Pak Slamet, ya? Traktiran merayakan Revan bebas dari mantan gila!”
Revan tertawa kecil. Untuk pertama kalinya sejak Clara muncul lagi, hatinya terasa ringan.
“Ayo. Tapi Laras nggak boleh nambah sambal lima sendok kayak kemarin. Nanti kamu yang muntah, saya yang disalahin.” ujar Revan
Laras mendongak. “Bos jahat! Tapi baik deh, demi perayaan bebas dari mantan toxic!”
Dan mereka bertiga pun keluar ruangan dengan tawa. Di luar sana, Clara hanya jadi bayangan masa lalu. Sementara Revan, Laras, dan Arga sudah berjalan ke masa depan—dengan cerita yang lebih waras, lucu, dan tentunya... bebas dari drama murahan.
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹