Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 10
Tepat waktu istirahat, Joana mendatangi ruangan Nathan. Dia sudah mengetuk pintu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Joana pun memberanikan diri membuka pintu ruangan atasannya itu.
Baru separuh terbuka, alangkah terkejutnya manakala ia melihat spaghetti, sandwich, pizza, ayam tepung, jus jeruk dan jus strawberry di atas meja. Semua makanan yang tersaji, adalah makanan favoritnya yang sempat ia sebutkan tadi.
"Apa Tuan membelikannya, untukku?" Oh rasa percaya dirinya melambung tinggi, Joana pun tersenyum sesaat lalu senyumannya memudar ketika ia mengingat sikap menyebalkan atasannya itu. "Tidak mungkin dia membelikannya untukku." Well, sebaiknya dia sadar diri.
Dimana dia? Joana tidak melihat keberadaan Nathan di dalam ruangan. Joana berencana kembali ke ruangannya, dan datang kembali nanti. Namun..
Klik.. pintu toilet terbuka. Sosok yang dicarinya keluar dari sana.
"Kenapa kau tidak masuk?"
Joana masuk, dan menutup pintu. Maniknya bergerak mengikuti langka Nathan menuju sofa. Pria itu berjalan seraya mengusap wajahnya yang basah, dengan handuk.
Wajah tampan Nathan terlihat sangat segar dan cerah usai mencuci wajahnya. Seperti matahari yang bersinar di siang hari. Begitulah perumpamaannya.
"Maaf Tuan, Aku... Astaga.. " Segera Joana menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia merinding sendiri ketika mata sucinya melihat celana Nathan yang tidak tertutup dengan benar.
Reaksi spontan yang ditunjukkan Joana membuat Nathan bingung, terlihat sekali ada beberapa lipatan di keningnya. "Ada apa?" Tanya Nathan polos, tidak menyadari jika sesuatu dibawah sana telah menodai mata Joana.
"Itu... ce-celana anda, Tuan." Sahut Joana terbata-terbata, masih dalam keadaan menutupi wajahnya yang merona.
Nathan menurunkan tatapannya ke bawah, "akh sial, ini sangat memalukan." Nathan Mengerutuki dirinya sendiri kemudian ia membelakangi Joana dan menarik resleting celananya.
"Sudah." Nathan duduk di sofa, wajahnya memerah layaknya tomat. Namun, bukan Nathan namanya jika tidak berhasil mengendalikan suasana. Lagi dan lagi, pria itu memasang wajah datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Kau boleh duduk, Joana." Nathan mengambil ponsel yang tadi ia letakkan di sofa dan sibuk memainkan benda pipihnya. Apa yang dicarinya? Entahlah... Ia sendiri juga bingung.
Wanita itu pun duduk di sofa yang berbeda dengan Nathan. Joana diam, Nathan juga diam. Entah apa yang diinginkan atasannya itu. Joana tidak akan berbicara sebelum atasannya bicara. Joana menatap makanan di atas meja, ia meneguk salivanya, dan merasakan perutnya meronta-ronta.
"Kenapa kau diam? Apa hanya dengan melihat makanan itu, membuat perutmu kenyang?"
Joana dibuat terkejut oleh pria itu lagi. Meskipun Nathan tidak mengatakan langsung bahwa makanan itu untuknya, Joana mengerti maksud kalimat yang di utarakan Nathan. Sungguh benar-benar aneh. Menurutnya, sikap Nathan hari ini di luar prediksi BMKG. Masalahnya sikap Nathan kali ini, bertolak belakang dengan sikapnya yang kerap di tunjukkan pria itu sebelum-sebelumnya. Ini tidak normal.
"Apa semua makan ini untukku, Tuan?"
"Hmm.. Tapi kau jangan kepedean. Aku membelikannya hanya sebagai bentuk terimakasih karena kau berhasil mengajak Tuan Sky untuk bekerjasama dengan perusahaan kita."
Joana diam seribu bahasa, sekarang ia mengerti kenapa sikap atasannya berubah drastis. Dia hanya ingin balas budi. Tidak lebih dari itu. Seperti yang dikatakan pria itu, jangan kepedean. Joana sadar diri, ia tidak kepedean, ia juga tidak memikirkan apa yang dilakukan pria itu sebagai bentuk perhatian, apalagi berpikir kalau pria itu menyukainya. Joana cukup tau diri.
"Makanlah, aku terganggu dengan gemuruh yang keluar dari dalam perutmu."
Astaga, sikapnya kembali ke setelan awal. Bisakah, dia bersikap manis? Tapi sepertinya itu tidak mungkin.
Joana mengigit bibir bawahnya, tangannya membuka box berisi pizza, pizza dengan lelehan saus keju yang melimpah, yang sejak tadi menggoda imannya yang setipis kulit bawang. "Apa anda tidak makan, Tuan?"
Nathan meletakan ponsel di nakas, dan menatap Joana. Ya Nathan baru sadar, jika ia tidak memesan makanan untuknya. Biasanya kebutuhannya selalu disiapkan Gabriel, sedangkan kaki tangannya itu sedang bertolak ke kantor cabang. Dan tadi, setelah memeriksa pekerjaan Joana, Nathan sendirilah yang memesan makanan dari layanan online untuk Joana, ia melupakan dirinya.
"Ayo kita makan bersama, Tuan." Ajak Joana sangat bersemangat. "Lagipula, makanan ini terlalu banyak. Aku tidak akan sanggup menghabiskan semuanya."
Tidak mengurangi rasa hormatnya, Joana menunggu Nathan mengambil pizza lebih dahulu, baru dia setelahnya. Keduanya pun menikmati makan siang bersama. Biasanya, di jam istirahat Nathan menyantap makan siangnya seorang diri di dalam ruangannya atau makan siang diluar bersama koleganya, sedangkan Joana makan siang di kantin bersama Victor. Tapi siang ini berbeda, ini pertama untuk mereka makan bersama, hanya berdua.
Dan akh... mengenai Victor, pria itu diperintahkan Nathan untuk ke pabrik, memantau proses pembuatan furnitur.
Apa Nathan sengaja memerintahkan Victor untuk pergi ke pabrik? entahlah.. hanya Nathan yang tahu. 🤭
"Hmm.. Pizzanya sangat lezat, rasanya hampir mirip dengan Pizza buatan Paman Orlando." Suara lembut Joana memecah keheningan, menarik perhatian Nathan.
"Siapa dia? apa dia Paman kandungmu?"
"Bukan, Tuan. Paman Orlando, tetanggaku. Dia memiliki toko Pizza. Baru-baru ini Ibuku bekerja dengannya."
"Ibumu bekerja?" Tanya Nathan yang mulai tertarik berbincang dengan Joana. Bukan berbicara tentang pekerjaan melainkan kehidupan Joana. Tanpa sadar, ia mulai penasaran dengan kehidupan gadis itu.
"Ya, Tuan. Padahal aku sudah melarangnya untuk bekerja. Namun, Ibu menolak dengan alasan untuk mengisi waktu luang." Joana menjeda kalimatnya, dan napas panjang di hembuskannya. "Menceritakan Ibuku, membuatku semakin merindukannya." Joana melahap lagi pizzanya, Ia tersenyum samar menyembunyikan rasa sedih karena merindukan wanita yang berperan penting untuk kehidupannya. Sudah Dua minggu mereka berpisah, tidak bertemu langsung, nyatanya panggilan video tak mampu menghilangkan kerinduannya.
Tanpa Joana sadari, Nathan tengah memperhatikannya. Joana mengambil lagi potongan pizzanya.
Nathan menurunkan tatapannya ke bibir Joana melihat adanya noda saus disana. "Kenapa kau seperti anak kecil. Apa kau sengaja, agar aku mengusap bibirmu seperti Victor lakukan padamu?" Mulutnya berbicara ketus, akan tetapi tangannya bergerak menyentuh bibir Joana dengan lembut.
Joana diam membantu. Selain merasakan bibirnya di sentuh, Joana juga merasakan jantungnya berpacu sangat cepat.
"Anda melihatnya?" Joana bertanya.
Nathan menarik tangannya dari bibir Joana. "Ya, aku melihatnya." Nathan memejamkan matanya sesaat, menyesali kejujurannya itu. "Lain kali jika ingin berkencan, berkencan lah di luar kantor. Kantor itu tempat untuk bekerja bukan untuk berkencan." Ada nada ketidaksukaan dari suara Nathan membuat Joana merasa tidak nyaman.
"Aku tidak berkencan dengannya, Tuan." Bantah Joana tidak ingin kecurigaan atasannya itu jadi masalah untuk kesejahteraan hidupnya dan juga Victor. "Kita hanya berteman." Jelasnya.
"Apa maksudmu mengatakan itu? apa kau ingin mengatakan jika kau masih singel?" Kenyataannya, bantahan Joana disalah artikan oleh Nathan.
Seharusnya ia tidak perlu menjelaskannya. Ada hubungan atau tidak ada hubungan dengan Victor, faktanya atasannya itu tidak akan perduli. Walhasil jadinya seperti ini. Nathan akan tetap berpikir dengan caranya sendiri, dan menyalah artikan ucapannya.
Joana menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya. Bisa dikatakan lelah. "Oh ya Tuhan," gumam Joana kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan atasannya yang tidak jelas. "Bukan itu maksudku Tuan. Aku hanya ingin membela diri atas tudingan anda."
"Benarkah?" Sial, kenapa aku bertanya lagi. Sebenarnya Ada apa denganku.
"Anda tidak mempercayainya?" Tanya Joana. Baiknya ia mengakhiri perdebatan unfaedah dengan cara mengalah. Jika, dilanjutkan tidak akan menemui kata Selesai. "Baiklah, itu tidak jadi masalah untukku. Sepertinya, aku sudah kenyang. Terimakasih atas makan siangnya Tuan." Joana berniat pergi namun langkahnya terhenti karena Nathan mencekal tangannya.
Joana melirik tangannya didalam genggaman tangan Nathan. Lagi-lagi, gemuruh mengusik hatinya.
"Kau harus menghabiskan makannya." Nathan melepaskan tangan Joana.
Diakuinya ia masih lapar, sangat lapar. Akan tetapi perkataan Nathan berhasil menurunkan moodnya. "Aku sungguh kenyang, Tuan. Permisi." Setelah berpamitan, Joana benar-benar meninggalkan ruangan Nathan.
"Kenapa gadis itu selalu merepotkan, ck."
coba kita liat kehidupan Joana & Nathan setelah menikah gimana yaa,,apa akan happy teruss,atau malah sebaliknya...🚴♂🚴♂
Jo yang di kecup Q seng mesem" deweeeee