NovelToon NovelToon
Surrogate Wife: Hati Yang Tak Pernah Diminta untuk Dicintai

Surrogate Wife: Hati Yang Tak Pernah Diminta untuk Dicintai

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Lari Saat Hamil / Selingkuh / Ibu Pengganti / Cerai
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: adelita

Rara hanyalah seorang gadis biasa yang hidupnya berubah sejak diadopsi oleh pasangan kaya, Nadine dan Damar. Di usianya yang masih 15 tahun, ia merasa mendapat kesempatan kedua dalam hidup-tempat tinggal yang nyaman, kasih sayang, dan harapan baru. Tapi semua itu bukan tanpa alasan. Rara diangkat bukan hanya sebagai anak, tapi juga disiapkan untuk satu tujuan: menjadi ibu pengganti bagi anak pasangan itu.

Sebagai bentuk balas budi, Rara menerima takdirnya. Ia ingin membalas kebaikan mereka dengan keikhlasan, tanpa berharap apa-apa. Tapi takdir memiliki caranya sendiri untuk menghancurkan segalanya.

Di malam ulang tahun temannya, sebuah kesalahan tak termaafkan terjadi. Dalam keadaan mabuk dan tak sadar, Rara dan Damar menghabiskan malam bersama-tanpa cinta, tanpa kesengajaan, hanya kekeliruan yang tak bisa dihapus. Beberapa minggu kemudian, saat prosedur inseminasi kembali direncanakan, Damar menghentikannya. Ia tahu... Rara mungkin sudah hamil. Dan yang tumbuh di dalam rahim itu adalah anaknya-bukan dari hasil inseminasi, melainkan dari peristiwa yang disangkal dan ditutupi.

Sementara Nadine, yang begitu bahagia dengan kehadiran janin dalam rahim Rara, tak menyadari bahwa anak itu bukanlah hasil inseminasi seperti yang ia yakini. Sampai akhirnya, perhatian berlebih Damar pada Rara membongkar semuanya.

Kehancuran pun menyusul. Nadine merasa dikhianati, kebenaran -tentang janin yang dikandung Rara, dan tentang hubungan terlarang yang tak pernah Rara inginkan.

Diusir.
Dihina.
Dibuang.

Rara kehilangan segalanya-termasuk harga dirinya. Tapi ia memilih pergi... karena ia tahu, dirinya bukan pelaku... tetapi korban dari cinta beracun yang seharusnya tak pernah tumbuh, karena cinta dari pria seegois Damar bukan sesuatu yang bisa dihindari-itu adalah jerat.

Dan Damar sendiri,terjebak antara dua perempuan yang sama-sama mengisi ruang berbeda dalam hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

Setelah Nadine keluar dari ruangan dan Rara pergi ke dalam ruangan lain berganti pakaian medis hanya menyisakan dokter dan Damar saja disana.

"Dokter" ucapnya pelan tapi penuh tekanan. "Saya ingin suntikan itu... tidak dilakukan hari ini."

Dokter menoleh cepat. "Maaf, Pak?"

"Saya bilang, jangan suntikkan hormon itu. Saya bayar Anda untuk cari solusi lain. Pakai obat kandungan lain atau apapun itu—asal bukan hormon untuk inseminasi."

Dokter tampak bingung. "Pak Damar, ini prosedur yang sudah disetujui. Tanpa hormon lanjutan, peluang keberhasilannya turun drastis."

" Saya juga tidak bisa mengganti prosedur semaunya. Ini sudah ada dalam protokol medis, yang sudsh di setujui kedua belah pihak ini namanya menyalah gunakan praktek medis pak! apalagi pasiennya masih sangat muda. Kalau kita hentikan tahapan induksi sekarang, ini akan mempengaruhi keseluruhan proses."

Damar mencondongkan tubuh ke depan. Tatapannya tajam namun datar. "Saya tidak bilang hentikan proses. Saya hanya minta suntikannya diganti. Berikan penguat kandungan saja."

"Untuk apa?" dokter mencoba mencari celah, curiga. "Kalau tidak ada induksi, maka tidak ada ovulasi yang dipicu. Buat apa penguat kandungan diberikan?"

Damar tersenyum kecil, namun senyum itu terasa dingin. "Kita tidak pernah tahu, kan? Bisa jadi... proses pembuahan sedang terjadi saat ini. Dan saya tidak ingin ada risiko keguguran kalau tubuhnya tidak cukup kuat. Suntikkan saja itu. Jangan banyak tanya."

Dokter menatapnya dalam diam, mencoba mencari tahu apa sebenarnya maksud dari laki-laki ini. Tapi ia tahu, tidak akan mendapatkan jawaban jujur.

"Dan tentu, Anda tahu... saya bisa memberikan lebih dari cukup untuk membuat Anda tidak merasa rugi telah mengganti prosedur ini." Damar mengeluarkan kartu nama dan menyelipkan secarik kertas kecil di bawahnya.

Dokter memandangi kertas itu. Satu angka, satu jumlah yang terlalu menggiurkan untuk diabaikan begitu saja.

"Baiklah..." ucapnya pelan. "Saya akan arahkan suster untuk menyuntikkan penguat kandungan saja. Tapi tanggung jawab sepenuhnya di tangan Bapak."

Damar berdiri, merapikan jasnya. "Tentu saja. Lakukan saja seperti yang saya bilang."

Dan saat pintu terbuka kembali—Rara sudah bersiap dalam pakaian medis ringan—Damar hanya menoleh sekilas.

Ruang tindakan itu bersih dan tenang. Udara terasa sedikit lebih dingin dari biasanya, membuat Rara otomatis memeluk kedua lengannya sendiri saat masuk ke dalam.

Suster Winda yang tadi disebutkan oleh dokter sudah berdiri menunggunya, mengenakan pakaian medis serba putih dan masker yang menutupi hampir seluruh wajahnya, hanya menyisakan sepasang mata yang tampak lembut.

"Silakan duduk di bed-nya, Nona Rara." ucapnya lembut, sambil menunjuk tempat tidur tindakan yang berada di tengah ruangan. "Dokter akan segera datang untuk menyuntikkan obatnya."

Rara mengangguk pelan, tak berkata apa-apa. Langkahnya terasa berat meski ia tahu ini hanyalah kelanjutan dari prosedur yang sudah ia setujui seminggu lalu. Ia duduk pelan, lalu berbaring seperti yang telah diajarkan sebelumnya, menghadap ke arah kanan, membiarkan lengannya terbuka.

Tak lama, pintu dibuka kembali. Seorang pria paruh baya dengan wajah yang begitu dikenalnya—dokter kandungan yang sama saat ia dan Nadine datang minggu lalu—masuk bersama seorang suster tambahan.

"Selamat pagi lagi, Nona Rara." sapanya sambil memeriksa berkas di tangan. "Kita akan lanjutkan dengan suntikan hari ini, ya. Kamu sudah makan pagi?"

"Sudah, Dok," jawab Rara pelan.

"Bagus. Suntikan ini untuk menjaga tubuh kamu tetap kuat dan mendukung proses kita. Jadi tidak usah tegang, rileks saja, ya."

Rara mengangguk, lalu kembali diam.

Tak ada satu pun tanda dari mereka bahwa ini bukan suntikan inseminasi seperti yang ia bayangkan. Dokter dan kedua suster menjalankan semuanya begitu profesional, tak membiarkan keraguan terbaca dari gerak-gerik mereka.

Suster Winda membantu membersihkan bagian lengan atas Rara dengan kapas alkohol, sementara dokter membuka kemasan suntikan yang sudah disiapkan oleh apoteker rumah sakit. Jarumnya ramping, cairannya bening, dan tampak tak berbeda dari suntikan manapun yang pernah Rara lihat.

"Sedikit dingin, ya," ucap sang dokter, menyentuh kulit lengannya. "Tarik napas... dan hembuskan..."

Cekkk—

Jarum menembus kulitnya dengan cepat. Rara meringis pelan, tapi tak berkata apa-apa.

"Bagus, kamu tenang sekali." puji suster yang lain sambil memberinya kapas untuk menekan bekas suntikan. "Kamu bisa istirahat sebentar sebelum pulang. Kalau merasa mual atau pusing, langsung bilang, ya."

Rara mengangguk lagi, sedikit lega karena prosedur itu selesai dengan cepat.

Tapi dia tak tahu. Tak satu pun tahu selain mereka yang berdiri di ruangan ini—bahwa cairan yang kini mengalir di tubuhnya bukanlah hormon untuk inseminasi.

...➰➰➰➰...

Langkah kaki Rara terdengar pelan saat ia keluar dari ruang tindakan. Wajahnya sedikit pucat, dan tubuhnya masih terasa agak lemas—bukan karena sakit, tapi mungkin karena gugup, atau mungkin karena rasa asing dari cairan yang baru saja masuk ke tubuhnya.

Di ujung lorong, tampak sosok pria tinggi yang tengah duduk santai di kursi tunggu ruangan dokter kandungan. Damar. Duduk dengan kaki bersilang, wajahnya seperti biasa, datar. Tidak menunjukkan raut cemas atau sekadar perhatian—seolah semua ini hanya rutinitas remeh.

Saat Rara mendekat, pria itu hanya melirik singkat.

"Sudah?" tanyanya pendek, tanpa nada tanya yang sesungguhnya.

Rara mengangguk kecil. "Sudah..." suaranya nyaris tak terdengar.

Mereka duduk kembali di kursi tunggu yang sama, seperti tadi sebelum tindakan. Tidak ada percakapan lebih lanjut. Damar menunduk menatap layar ponselnya. Rara menunduk juga, menatap kedua telapak tangannya yang saling menggenggam erat di pangkuannya.

Beberapa menit kemudian, dokter kandungan yang tadi menangani Rara keluar dari ruangannya. Ia tersenyum hangat ke arah Rara, lalu mengisyaratkan agar mereka masuk kembali untuk konsultasi pasca-tindakan.

...➰➰➰➰...

Di dalam ruang konsultasi.

Dokter duduk di balik meja kerjanya, memegang berkas dan hasil catatan prosedur. Ia mulai berbicara dengan tenang, penuh kehati-hatian, seperti seorang guru yang menjelaskan pelajaran penting.

"Baik, Nona Rara... Pak Damar..." Dokter melirik sebentar ke keduanya. "Suntikan hari ini sudah diberikan, sesuai jadwal yang telah disepakati sejak minggu lalu. Sekarang, kita tinggal menunggu proses alami dari tubuh Rara."

Rara mengangguk. Sambil itu, ia diam-diam menyalakan perekam suara di ponselnya, sesuai permintaan Nadine. Letaknya ia sembunyikan di balik tas kecilnya di pangkuan. Ia ingin Nadine mendengar semua penjelasan dokter secara lengkap.

"Secara medis, proses inseminasi buatan ini akan memakan waktu sekitar dua sampai tiga minggu untuk bisa kita nilai hasilnya, ya. Itu artinya... sekitar dua minggu lagi kita bisa lakukan tes darah awal untuk melihat apakah ada kemungkinan kehamilan."

Dokter melirik Rara, matanya lembut. "Selama masa ini, tubuhmu akan bekerja keras, jadi pastikan banyak istirahat, cukup minum air putih, dan hindari stres berlebih. Jangan mengangkat beban berat dan usahakan tidur cukup setiap malam."

Rara hanya mengangguk pelan lagi. Sorot matanya kosong, pikirannya jauh.

Dokter kemudian mengambil sebuah kantong kecil berisi obat dari laci di sebelahnya. "Ini... beberapa vitamin dan suplemen tambahan. Ada asam folat, vitamin D, serta penguat rahim. Kamu konsumsi sesuai petunjuk di label, ya."

Ia menyerahkan kantong itu ke Rara, yang menerimanya dengan dua tangan.

"Jika ada keluhan seperti pusing, mual berlebihan, atau kram yang tidak wajar, langsung hubungi saya. Tapi sejauh ini, semua prosedur berjalan sangat baik."

"Terima kasih, Dok..." suara Rara lemah, tapi cukup jelas.

Damar tetap diam. Ia hanya menyandarkan tubuh ke kursinya, seperti sedang mendengarkan laporan keuangan, bukan tentang proses menciptakan kehidupan baru dari seorang gadis muda yang ia jebak dalam skenario ini.

"Baik... saya rasa itu saja. Selamat beristirahat, Rara. Minggu depan kita jadwalkan kontrol ringan untuk memantau kondisi, ya."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!