Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Keesokan paginya setelah dia berkemas seluruh barang miliknya dan milik Arjuna juga kedua orang tuanya yang masih tersimpan rapi. Dia akan membawa semua barang kenangan itu ke rumah barunya, sebagian milik Arjuna akan disumbangkan ke orang yang membutuhkan sebagian lagi akan tetap ia simpan untuk sebuah kenangan.
Kini Jiwa bahkan tidak mampu untuk melangkahkan kakinya saat dia tiba di depan pintu pagar rumah barunya itu.
Arjuna seakan tengah mempersiapkan semuanya untuk dirinya sebelum kepergiannya, terlihat dari rumah baru yang saat ini ada dihadapannya.
Rumah berlantai dua dengan desain minimalis modern yang hanya ada tiga kamar, satu dibawah dan dua diatas. ruang tamu, ruang keluarga,dapur minimalis dan carport yang muat satu mobil tanpa garasi dan juga taman kecil yang menyejukkan mata dengan air mancur mini di kolam kecil dengan ikan-ikan hias yang menghiasi kolam kecil itu.
Jiwa berjalan kesana kemari dengan tetes air mata yang tidak kunjung surut saat teringat pada keluarganya yang telah tiada.
Jiwa pun berdiri di depan jendela kamar menatap keluar dimana deretan rumah yang masih satu tipe itu ada di hadapannya.
Jiwa yang sudah berhenti menangis pun langsung merapihkan kamarnya dan memasang sprei di kamar utama yang akan ia tempati itu.
Entah bonus pembelian rumah atau memang bagian dari rumah yang sudah dibeli oleh Arjuna, disana ada kasus dan meja rias yang kini ada disana.
Jiwa pun membereskan semua barang-barang nya disana, meskipun belum ada lemari Jiwa tetap membereskan pakaian nya untuk sementara dia tetap biarkan di dalam koper, dan sebagian lagi di letakkan di lantai dengan alas kain, iya tetap menata rapi pakaian dan barang-barangnya.
Sementara barang-barang keluarga nya dia tempatkan di kamar samping yang juga kosong melompong.
Rumah itu memang belum memiliki perabotan apapun kecuali satu ranjang dan juga satu rak kecantikan yang ada di dalam kamar utama.
Setelah membersihkan rumah dan juga merapihkan barang-barang nya, dia mengirimkan pesan pada Devan untuk memberitahu bahwa dia telah pindah dan sudah berada di rumah tersebut.
Jiwa bilang ia akan bekerja lagi malam nanti karena dia juga butuh uang untuk mengelar tahlilan meskipun hanya diadakan kecil-kecilan di mesjid terdekat karena tidak mungkin mengundang orang di komplek perumahan barunya yang mungkin naru dihuni beberapa orang saja.
Sementara di mesjid ia bisa minta tolong pak ustadz untuk semua itu. Dan dengan begitu dia hanya perlu menyiapkan amplop untuk orang yang ikut mendoakan kakak nya itu.
Berbeda saat di rumah dia harus sibuk menyiapkan ini dan itu, jadi itu jauh lebih baik.
Dan itu pun didukung oleh Devan yang belum tau keadaan didalam rumah yang pernah ia lihat dari bukit yang diberikan oleh Arjuna sehari sebelum kecelakaan itu terjadi.
Jiwa pun pergi ke luar rumah dengan berjalan kaki hendak menemui ustad yang ada di mesjid komplek perumahan tersebut.
Sesampainya di sana kebetulan bertepatan dengan waktu solat Dzuhur hingga ia bisa bertemu dengan ustadz yang kini menyambut nya dengan baik dan penuh hormat itu.
Jiwa pun akhirnya membicarakan niatnya untuk meminta bantuan ustadz tersebut, dan beruntunglah pria itu benar-benar sangat baik dan bisa menolong Jiwa untuk acara tahlilan yang akan diadakan di mesjid tersebut hingga selesai nantinya.
Dia bilang tanpa imbalan apapun dia bersedia melakukan nya karena menolong dan mendoakan orang itu adalah ibadah tapi dia juga tetap menerima itikad baik jiwa yang akan memberikan sejumlah uang pada siapa saja yang ikut dalam acara tahlil tersebut sebagai bentuk amal jariah nya yang dipersembahkan untuk kakak tercinta dan kedua orang tuanya itu.
Pak ustadz bahkan mengenalkan istrinya pada Jiwa agar jiwa memiliki teman di perumahan itu meskipun perumahan tersebut belum terisi semua dan mereka tinggal cukup berjauhan tapi setidaknya mereka bisa saling mengenal.
Jiwa pun sangat bersyukur dengan begitu dia tidak merasa sendirian lagi. Sore itu juga jiwa berbelanja ditemani bu ustadzah karena ingin menyiapkan suguhan untuk tahlilan nanti malam setelah solat isya nanti.
Wanita paruh baya itu begitu baik meskipun mereka baru kenal beberapa jam saja, Jiwa melihat sosok ibunya pada wanita Solehah itu.
"Nak Mutiara kerja dimana?"tanya ustazah salamah itu.
"Di cafe ustazah, saya nyanyi disana dan saya punya bos yang baik mungkin nanti malam dia hadir di mesjid."jawab Jiwa.
"Pasti suara nak Mutiara sangat merdu, bagaimana kalau sesekali ikut lomba mengaji."ucap ustazah lagi.
"Saya juga mau kalau saya bisa mengaji ustazah tapi masalahnya sudah sangat lama saya tidak pernah belajar mengaji bahkan solat saya bolong-bolong."ujar Jiwa jujur.
"Tidak apa-apa kita bisa belajar sama-sama secara pelan-pelan mengerjakannya nanti lama-lama akan terbiasa."ucap nya.
"Insyaallah ustazah."ucap Jiwa yang sedari tadi mengisi troli dengan berbagai belanjaan selain untuk hidangan dia juga membeli untuk kebutuhan rumah, bahkan Jiwa membeli lebih untuk ustazah.
Tabungan nya masih cukup untuk beberapa bulan kedepan dan dia masih akan menambahnya dengan kerja keras nya.
Mereka pun berpisah setelah Jiwa mengantar seluruh keperluan suguhan lezat untuk malam nanti, dan begitu juga dengan belanjaan ustazah yang merupakan pemberian dari Jiwa.
Jiwa pun pulang ke rumah, dengan belanjaan nya yang super instan itu, ada mie instan dan roti dan masih banyak lainnya itu bukan untuk disimpan di kulkas karena di rumah itu bahkan tidak ada perabotan apapun di area dapur kecuali kitchen set yang kosong melompong.
Dia menyediakan peralatan mandi dan belanjanya disimpan didalam kitchen set, karena hari sudah larut mungkin Jiwa baru bisa belanja perabotan seperti piring makan dan peralatan masak yang lainnya besok pagi karena malam hari ini dia akan ke cafe untuk bekerja meskipun dia sendiri tidak ikut dalam acara tahlilan tersebut.
Jiwa menakan roti untuk ganjel perut nya yang kosong dengan susu kemasan yang kini ia minum dan satu buah apel yang sudah ia cuci sebelumnya.
Sebenarnya masih banyak yang kurang, tapi Jiwa sudah sangat bersyukur dengan itu, setidaknya dia tidak perlu lagi tinggal di kontrakan, dan tidak perlu lagi memikirkan biaya ini dan itu kecuali biaya air dan listrik juga kebutuhan hidup nya.
Sementara saat tinggal dikontrakkan dia butuh bayar biaya sewa, air dan listrik dan juga iuran sampah dan masih ada lagi yang lainnya meskipun beban itu tidak seluruhnya berkurang tapi setidaknya Jiwa masih bisa tidur nyenyak tanpa memikirkan akan diusir dari kontrakan tersebut.
...*****...
Malam pun tiba ustadz dan ustadzah bilang semua sudah dimulai Jiwa pun hanya bisa berterimakasih atas semua kebaikan mereka saat ini, sementara dirinya harus bekerja Jiwa pun mengakhiri panggilan tersebut.
Jiwa yang kini tampil dengan senyum manis yang menyiratkan luka di hati nya itu pun membuat setiap orang yang hadir bisa merasakan nya.
Namun pens nya yang hadir terus membuat jiwa tersenyum dengan tingkah mereka, malam ini lagi-lagi para remaja itu meminta lagu galau yang kini mewakili perasaan mereka begitu juga dengan jiwa yang terkadang terbawa suasana.
Mereka larut dalam iringan musik dan alunan suara merdu jiwa yang begitu menghayati lagu tersebut.
Saat jiwa tengah menyanyikan lagu terakhir nya seseorang datang, dia duduk di meja pojok sambil menatap lekat wajah cantik Jiwa saat ini.
"Ah teman-teman waktu sudah berlalu dan saya sudah selesai mewujudkan keinginan kalian jadi sekian dulu dan salam sayang untuk kalian semua selamat malam."ucap Jiwa yang dibalas oleh para anak muda tersebut.
"Kak Jiwa besok hadir lagi ya, aku punya sesuatu untuk kakak."ucap salah satu penggemar berat Jiwa.
"Hmm... tapi saya tidak janji, saya ada kegiatan lain tapi semoga saja selesai sebelum jam kerja."balas jiwa yang kini sudah menyingkirkan headset dari telinganya itu.
Jiwa pun berjalan menuju loker penyimpanan, dia meraih tas nya tanpa mengganti pakaian karena saat ini dia hanya menggunakan t-shirt dan celana jeans panjang juga topi tidak seperti biasanya yang terkadang menggunakan dress.
Jiwa pun melangkah ke luar dari area belakang cafe tapi saat tiba disana langkah nya dihadang oleh seseorang.
"Tuan Alvino ada apa lagi anda temui saya?"ucap Jiwa yang kini melirik kearah lain seakan mencari sesuatu.
"Menemui calon istri ku apa tidak boleh?"ujar Alvin tegas.
"Oh calon istri anda juga ada disini ya, silahkan masuk saya permisi dulu."ucap Jiwa yang melangkah hendak melewati Alvin tapi Alvin langsung menahan langkahnya.
"Tuan apa-apaan ini lepas bagaimana kalau calon istri anda salah faham?"ucap Jiwa yang kini hendak melepaskan diri namun tidak bisa.
"Jangan menguji kesabaran ku babe, kamu sudah keterlaluan."ucap Alvin.
"Tuan Alvino yang terhormat kenapa anda masih memanggil saya dengan sebutan itu, anda tau sendiri bukan Jiwa sudah mati jadi tolong lepaskan saya sebelum ada orang yang salah faham."ucap Jiwa tegas.
"Jiwa!"bentak Alvin yang kini tengah merasakan sakit yang teramat sangat saat melihat gadis cantik itu menyembunyikan perasaannya sekuat tenaga.
"Sudah saya bilang tuan Jiwa sudah mati apa anda tidak mengerti itu?"ucap Jiwa yang kini menarik diri dari Alvino.
"Jangan menguji kesabaran ku babe, aku sudah berusaha untuk sabar menghadapi mu selama ini."ucap Alvino.
"Memangnya kesalahan apa yang saya lakukan tuan, saya tidak merugikan anda, saya persilahkan anda memilih wanita lain bahkan saya sudah berusaha untuk menghilang dari kebahagiaan kalian berdua apa salah saya?"ucap Jiwa yang kini memalingkan wajahnya.
"Tatap aku babe, jelaskan padaku kapan aku pernah berkhianat padamu pada cinta kita!"ujar Alvin yang kini membingkai wajah cantik itu.
"Apa perlu saya perjelas lagi tuan, bahkan tanpa itu semua pun semua sudah terbukti Kania adalah teman ku tapi kamu tega mempermainkan perasaan ku dengan menjalin kasih dengan nya dibelakang ku! Apa kesalahan ku hingga kalian tega melakukan itu padaku? Jika kamu tidak pernah mencintai ku dan hanya memanfaatkan ku sebagai batu loncatan untuk mendapatkan dia kenapa tidak bilang sejak awal, setidaknya kakak ku tidak perlu mengalami masalah karena itu, dan setidaknya dia masih ada di sisiku saat ini aku juga tidak mungkin kehilangan kedua orang tuaku karena kepedihan atas kehilangan ku saat itu. Sekarang yang sebenarnya keterlaluan itu siapa tuan...ayo jawab!"tangis jiwa pun pecah dia langsung menghempaskan tangan Alvin dan bergegas pergi namun lagi-lagi Alvin berhasil meraih tangan nya dan kini dia menarik Jiwa kedalam dekapannya.
"Lepaskan aku belum cukupkah kau mengambil semuanya dariku, apa salah ku hingga aku harus melewati hukuman terberat ku seperti saat ini apa!"ujar Jiwa lagi.
"Kita akan segera menikah, aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi sekarang juga kita akan segera menikah."ucap Alvin.
"Tidak tuan, tidak ada pernikahan sekalipun aku harus menyendiri seumur hidupku aku tidak akan pernah menikah dengan mu."ucap Jiwa yang kini membuat Alvin terdiam sambil menatap lekat wajah cantik itu.
"Babe apa kamu benar-benar tidak mencintai ku?"ucap nya lirih.
Jiwa pun langsung mengangguk."Ya saya tidak pernah mencintai anda tuan, sudah puas bukan."ucap Jiwa yang berbalik pergi tapi lagi-lagi Alvin menghentikan langkahnya.
"Katakan sekali lagi babe apa kamu benar-benar sudah tidak mencintai ku lagi, aku ingin mendengar nya."ucap Alvin yang kini sudah menodongkan pistol di kepalanya.
"A, apa-apaan ini tuan? Ini tidak lucu kenapa anda lakukan ini.
"Jawab Babe, aku ingin mendengar nya untuk yang terakhir kalinya."ucap Alvin tegas.
"Tuan hentikan ini sekarang juga ini bukan mainan."ucap Jiwa yang kini terlihat panik.
"Babe cepat katakan padaku apa kamu benar-benar tidak mencintai ku, aku hitung sampai tiga. satu...dua...ti
"Ya aku mencintaimu kamu puas bukan."ucap Jiwa yang kini semakin bercucuran air mata.
Sementara Alvin menurunkan pistol itu dan menatap lekat wajah cantik yang kini basah dengan air mata."Maaf tuan semua sudah berakhir."ucap Jiwa yang kini berlari pergi diiringi hujan deras yang tiba-tiba turun Jiwa pergi dengan motornya dengan kecepatan tinggi.
"Babe."ucap Alvin yang langsung berlari dengan kencang menuju parkiran mobil nya, karena khawatir dengan keadaan Jiwa yang membawa kendaraan tersebut dengan ngebut tanpa peduli dengan keselamatan nya itu.
Alvin langsung tancap gas mengikuti arah kemana Jiwa pergi tadi, baru saja setengah lima belas menit ia mengemudi ia melihat motor yang dikendarai oleh Jiwa tergeletak di tengah jalan dengan darah yang tergenang di jalan.
Alvin yang turun dari dalam mobil tersebut langsung berteriak memanggil Jiwa."Babe!!"teriak nya.
Sementara Jiwa sendiri kini tengah kebingungan pasalnya orang yang ia tolong tadi langsung koma dan dia tidak tau harus menghubungi siapa.
"Nona Jiwa, saya sudah dapat data pasien, dia adalah tuan muda Dion putra tuan Diego Alexander."ucap sang dokter.
"Ohhh tuhan syukurlah."ucap Jiwa yang kini mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sebaiknya anda pulang untuk istirahat karena keluarganya ada dalam perjalanan."ucap dokter itu.
"Baiklah dok, tolong sampaikan pada mereka putra mereka menjadi korban kejahatan jalanan."ucap Jiwa.