Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Pingsan?"
Athar tertawa sinis dengan langkahnya maju mendekati Halwa.
"Atau kamu sedang menikmati waktu berduaan sampai lupa diri? Kamu pikir aku bodoh, Halwa? Kamu pergi dengan pria lain, tidak memberi kabar, dan baru kembali menjelang subuh! Di rumah siapa kamu menginap?! Di kamar siapa?!"
Halwa mengangkat wajahnya dan terkejut dengan perkataan suaminya yang menuduhnya.
"Bukan begitu, Tuan! Aku benar-benar pingsan." jawab Halwa dengan air matanya yang mengalir.
"Cukup!" bentak Athar, menunjuk Halwa dengan jari telunjuknya.
"Aku tidak mau mendengar lagu pembelaan kosongmu! Istriku tidak seharusnya berada di rumah pria lain, sadar atau tidak sadar, dan kembali saat hari sudah pagi!"
Athar menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan amarahnya yang membakar. Ia beralih menatap Yunus.
"Yunus, bawa Nyonya ke kamar tamu sekarang!" ucap Athar dengan suara keras.
Yunus menganggukkan kepalanya dan mengajak Halwa ke ruang tamu.
Halwa berjalan lunglai dan hatinya sangat sakit karena tuduhan yang dilontarkan oleh suaminya.
Mereka tiba di kamar tamu, sebuah ruangan yang terasa dingin dan asing.
Saat Halwa melangkah masuk, Athar mengikuti dari belakang, tatapan dinginnya mengunci Halwa.
"Kamu akan tetap di sini sampai aku memutuskan apa yang harus kulakukan padamu," ucapnya Athar sambil menyita ponsel Halwa.
Ia membalikkan tubuhnya dan mencengkeram tasnya erat-erat.
Langkah Athar terhenti di depan pintu dan melirik ke arah Halwa.
"Aku akan ke sekolahmu hari ini dan memberhentikan kegiatan sekolahmu. Aku tidak mau mempunyai istri yang hanya bisa mempermalukan suaminya."
Halwa yang mendengarnya langsung duduk bersimpuh di hadapan Athar.
"T-tuan, aku minta maaf. Tolong, jangan hentikan sekolahku. Aku janji akan menuruti perintah anda. Aku mohon, Tuan Athar." ucap Halwa.
Athar menatap Halwa yang kini bersimpuh di kakinya dengan tatapan datar dan tanpa emosi.
Permohonan Halwa yang penuh air mata sama sekali tidak melunakkan hatinya yang sudah telanjur dipenuhi kecurigaan dan amarah.
Baginya, semua ini adalah konsekuensi yang pantas Halwa terima atas 'pengkhianatan' yang ia yakini telah terjadi.
"Terlambat, Halwa," jawab Athar yang kemudian mengunci pintu kamar tamu.
Ia meminta pelayan maupun Yunus untuk menjaga kamar tamu
"Jam tujuh nanti, beri dia sarapan dan setelah itu minta dia tidur." ucap Athar.
Yunus dan semua pelayan menganggukkan kepalanya.
Athar yang lelah langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya.
"Kenapa kamu mengecewakan aku, Hal? Padahal aku sudah melarangmu untuk pergi." gumam Athar.
Ia memejamkan mata sebentar sebelum nanti ia menuju ke sekolah istrinya.
Sementara itu di tempat lain dimana Ibu Dyah yang baru saja bangun tidur langsung terkejut ketika melihat ranjang yang kosong.
"Frain, bangun! Dimana Halwa?" tanya Ibu Dyah.
Afrain membuka matanya saat mendengar suara ibunya.
"Bu, dimana Halwa? Halwa kemana, Bu?!"
Afrain mengambil ponselnya dan disaat akan menghubungi Halwa. Ia membaca pesan yang dikirimkan oleh Halwa.
"Hal, kenapa kamu nggak membangunkan aku?" gumam Afrain.
Ibu Dyah menepuk pundak putranya dan memintanya untuk segera mandi.
"Coba nanti kamu tanyakan pada Halwa, saat nanti kamu bertemu dia di sekolah."
Afrain menganggukkan kepalanya dan ia langsung masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, ia bergegas menuju ke sekolah dan menunggu kedatangan Halwa.
Di sisi lain dimana Athar sudah bersiap untuk pergi ke sekolah Halwa.
"Yunus, jangan lupa untuk menjaga Halwa dan jam tujuh harus sarapan."
Yunus menganggukkan kepalanya ke arah Athar yang masuk kedalam mobil.
Athar menghidupkan mesin mobilnya dan segera menuju ke sekolah Halwa.
Di sepanjang perjalanan, ia masih kecewa dengan Halwa yang pulang pagi.
Beberapa menit kemudian Athar mematikan mesin mobilnya tepat di depan gerbang Sekolah Menengah Atas Negeri Garuda.
Aura dingin dan wajah datarnya membuat siapa pun yang melihatnya akan merasa segan.
Saat ia keluar dari mobil mewah hitamnya, gerakan itu bagaikan adegan dari film, memancarkan pesona seorang pria kaya dan berkuasa.
Seketika, pandangan para murid yang sudah berdatangan dan berada di sekitar gerbang langsung tertuju padanya.
Begitu juga dengan Dinda, Rina dan Bobby yang juga terpana melihat ketampanan Athar.
"Ya ampun, siapa itu? Ganteng banget!"
"Seperti aktor di drama Turki!"
"Dia wali murid siapa ? Kok keren sekali."
Athar sama sekali tidak peduli dengan mereka yang membuat satu sekolah heboh.
Tidak jauh dari gerbang, Afrain masih berdiri dengan gelisah.
Ia terus memandangi gerbang sekolah, berharap Halwa akan muncul.
Athar melangkah menuju ke ruang guru yang ada di dekat tangga.
"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu guru wanita.
"Saya ingin bertemu dengan wali kelas sepuluh," jawab Athar.
Guru tersebut langsung memanggil Bu Dayang yang baru saja datang.
Bu Dayang menganggukkan kepalanya dan melihat Athar untuk duduk.
"Saya Bu Dayang, wali kelas sepuluh. Anda dengan Bapak siapa?" tanya Bu Dayang.
Athar menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Bu Dayang.
"Saya Athar Emirhan, Paman dari Halwa." ucap Athar yang terpaksa membohongi Bu Dayang.
Bu Dayang yang mendengarnya langsung tersenyum tipis.
"Halwa murid yang sangat berprestasi, Pak. Beberapa hari yang lalu dia memenangkan pertandingan dan mendapatkan hadiah berupa uang tunai." ucap Bu Dayang.
Athar yang mendengar sedikit terkejut dengan perkataan Bu Dayang.
Ia melihat Halwa bukan hanya sebagai istri yang "membuat malu" dirinya, tetapi juga seorang siswi berbakat yang masa depannya sedang dipertaruhkan.
Athar tidak bisa menghancurkan sesuatu yang telah diakui dan dibanggakan oleh orang lain.
Tindakannya akan terlihat tidak masuk akal, dan lebih parahnya, dia menyadari bahwa jika Halwa tidak bersekolah, waktu luangnya justru akan semakin banyak, yang mungkin menjadi bumerang baginya.
Athar memejamkan matanya sebentar sambil menarik napas panjang.
Ia menggeser emosinya dari amarah murni menjadi kalkulasi yang dingin.
"Dimana Halwa sekali, Pak? Apa ada sesuatu?" tanya Bu Dayang.
"Hari ini Halwa tidak dapat mengikuti pelajaran karena sakit." jawab Athar.
Bu Dayang menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang sedih.
"Oh begitu. Kasihan sekali Halwa. Saya doakan semoga dia lekas sembuh, Pak. Sampaikan salam dari saya untuk Halwa, ya,” ucap Bu Dayang.
Athar menganggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah Bu Dayang.
"Baik, Bu Dayang. Saya permisi dulu," ucap Athar, bangkit dari duduknya.
“Baik, Pak Athar,” jawab Bu Dayang sambil tersenyum.
Athar melangkah keluar dari ruang guru dengan langkah cepat.
Athar melihat para murid yang sudah masuk kedalam kelas.
"Afrain, ayo masuk ke kelas." ajak teman Afrain.
Athar yang mendengar nama 'Afrain 'langsung menoleh ke arah lelaki tampan yang berjalan masuk dengan pandangannya masih ke arah pagar sekolah.
"Ternyata selera istriku boleh juga," gumam Athar yang kemudian masuk ke dalam mobil.