Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Mehmet melajukan mobilnya setelah membaca pesan dari Mbak Rini yang mengatakan kalau Stela sudah ada dirumah mereka.
Sesampai di rumah, Mehmet lekas masuk dan mengetuk pintu kamar Stela.
Tok... tok.... tok...
"Stela! Buka pintunya, Stela!"
Stela menutup telinganya agar tidak mendengar suara Mehmet yang memintanya untuk membuka pintu.
"Stela, buka pintunya atau aku dobrak!"
Stela masih menutup telinga sambil memejamkan matanya.
Mehmet berjalan mundur dan akan mendobrak pintu kamar Stela.
BRAAAKKK!
Suara keras dari pintu yang didorong oleh Mehmet sampai pintu kamar istrinya rusak.
Stela langsung bangkit dari tempat tidurnya dan melihat suaminya berhasil masuk ke kamarnya.
Mehmet berdiri di ambang pintu dengan napas terengah, dadanya naik turun menahan emosi.
Kayu pintu yang patah berserakan di lantai, sementara Stela menatapnya dengan mata membelalak antara takut dan tidak percaya.
“Gila kamu, Met! Kamu hancurkan pintu kamar aku?!” teriak Stela dengan suara bergetar.
Mehmet melangkah perlahan mendekat, matanya merah, rahangnya mengeras.
“Aku nggak bisa diam waktu kamu terus menjauh dari aku, Stela! Aku khawatir! Kamu nggak tahu seberapa paniknya aku waktu kamu pergi dari rumah sakit!”
“Panik? Kamu panik karena takut orang lain bakal tahu siapa kamu sebenarnya, Met! Alaki-laki yang kasar, egois, dan nggak bisa mengendalikan emosinya!”
“Jangan ngomong seolah kamu nggak salah. Kamu ninggalin rumah sakit tanpa izin dokter, kamu bikin aku setengah mati cemas!”
“Cemas? Jangan pura-pura peduli, Met! Kamu nggak khawatir sama aku. Kamu khawatir karena kehilangan kendali! Karena aku nggak nurut sama kamu lagi!”
Mehmet menarik tangan istrinya dan membawanya ke kamar utama.
"Lepaskan tanganku!" ucap Stela sambil memukul-mukul lengan Mehmet.
Mehmet mendorong tubuh Stela yang terus memberontak.
"Mulai malam ini kamu tidur disini dan jangan banyak bicara. Istirahatlah Stela. Aku akan tidur di ruang kerja."
Stela bangkit dari tempat tidurnya dan ia tidak mau berada di kamar Mehmet.
"Aku tidur di kamarku, saja." ucap Stela.
Mehmet langsung memandang wajah istrinya dan memanggulnya.
"Mehmet! Lepaskan aku!"
Mehmet menaruh tubuh istrinya dan ia juga ikut naik ke atas tempat tidur.
Setelah itu ia memeluk Stela dari belakang dan memintanya untuk tidur.
"Mehmet, lepaskan aku! Mehmet!"
"Ssshh.... Semakin kamu memberontak kepadaku. Semakin aku tergoda dan meminta hakku, Stela." ucap Mehmet.
Stela menelan salivanya saat mendengar perkataan dari suaminya.
Ia merasakan nafas suaminya yang berhembus di lehernya.
"Sekarang tidurlah, Stela. Kamu masih sakit." ucap Mehmet.
Stela yang ketakutan langsung memejamkan matanya.
Mehmet melihat nafas istrinya yang kembali teratur.
"Maafkan aku, Stela. Maaf." ucap Mehmet.
Mehmet meminta Mbak Rini yang berdiri di luar kamar untuk menutup pintu.
Setelah itu ia juga memejamkan matanya dan tangannya masih memeluk tubuh istrinya.
Mehmet tidak menyadari jika ponselnya dari tadi berdering.
Sudah 100 kali Tasya menghubungi Mehmet dan tidak ada jawaban.
Keesokan paginya Mehmet terbangun lebih dahulu dan ia melihat istrinya yang masih tertidur pulas.
Ia bangkit dari tempat tidurnya dan langsung menuju ke kamar mandi.
Shower hangat mengalir membasahi tubuh Mehmet.
Uap tipis memenuhi kamar mandi, menciptakan suasana tenang yang kontras dengan malam penuh amarah sebelumnya.
Ia memejamkan matanya dan mencoba menenangkan pikirannya yang masih sesak oleh rasa bersalah.
“Kenapa semuanya jadi begini…” gumamnya lirih di antara gemericik air.
Beberapa menit kemudian, Mehmet mematikan shower, meraih handuk putih dari gantungan dan melilitkannya di pinggang.
Ia melangkah keluar dari kamar mandi, menatap ke arah ranjang di mana Stela masih tampak terlelap.
Namun, begitu langkahnya mendekat, Stela perlahan membuka matanya.
Tatapannya langsung membulat kaget ketika melihat suaminya keluar hanya dengan sehelai handuk yang melilit di pinggang.
Stela menutup matanya rapat-rapat saat melihatnya.
“Ya Tuhan…” gumamnya cepat, wajahnya memerah.
Mehmet menoleh ke arah istrinya yang ternyata sudah bangun
Ia membuka handuknya dan melihat reaksi istrinya, tapi belum sempat ia membuka handuknya.
Stela langsung membuka mata dan langsung berteriak,
“Dasar mesum!”
Suara itu menggema di kamar dan Stela segera bangkit dari tempat tidur, namun langkahnya langsung dihalangi Mehmet yang berdiri tepat di depannya.
“Jangan salah paham, Stela. Aku cuma mau ambil pakaian.”
“Pakai handukmu! Sekarang juga!” bentak Stela sambil menatap ke arah lain, menahan rasa malu dan kesal.
Mehmet terkekeh kecil, kemudian dengan cepat mengenakan celananya.
Selesai berpakaian, ia menatap Stela yang kini berdiri dengan wajah penuh amarah.
“Kamu istirahat saja di rumah. Jangan ke mana-mana,” ucap Mehmet.
Stela menatapnya dengan tatapan tajam saat mendengar perkataan dari suaminya.
“Kamu mau ke rumah sakit, kan? Menemui kekasihmu?”
Mehmet terdiam sesaat, lalu mengangguk pelan tanpa mencoba berbohong.
“Ya. Aku harus memastikan dia sudah lebih baik.”
Stela tertawa getir sambil menggelengkan kepala.
“Luar biasa, Met. Istrimu baru saja kamu buat trauma, tapi kamu masih sempat mikirin perempuan lain.”
Stela langsung melangkah keluar dari kamar tanpa menoleh lagi.
Langkahnya cepat, namun matanya sudah basah oleh air mata yang ia tahan sekuat tenaga.
Begitu pintu kamar tertutup di belakangnya, Mehmet menatap kosong ke arah pintu itu.
Ia menarik napas panjang, menunduk, lalu berbisik lirih,
“Semakin aku berusaha memperbaiki semuanya, semakin aku menghancurkannya sendiri.”
Stela berjalan ke dapur, menatap secangkir teh di meja yang sudah dingin, lalu bergumam lirih,
“Mulai hari ini, aku nggak mau lagi jadi perempuan yang menunggu.”
Stela masuk ke kamarnya dan segera mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Setelah itu ia bersiap-siap untuk menuju ke kantor.
Mehmet yang melihatnya langsung menahan lengannya.
"Kamu harus istirahat, Stela. Kamu masih sakit!"
"Aku nggak mau dan biarkan aku bekerja!"
Mehmet menggelengkan kepalanya dan meminta istrinya untuk kembali ke kamar.
"Kalau kamu masih nekat keluar rumah hari ini, maka aku akan meminta hakku sekarang juga.”
Stela yang baru saja hendak mengambil tas kerjanya langsung terdiam di tempat.
Tangannya gemetar memegang tali tas, matanya membulat tak percaya.
“Met, kamu nggak serius, kan?”
Mehmet tidak menjawab dan hanya berdiri tegak di depan pintu sambil kedua tangannya bersedekap, menatap istrinya tanpa berkedip.
Stela menundukkan kepalanya, lalu menutup mata rapat-rapat.
Ia tahu, berdebat dengan Mehmet dalam keadaan seperti ini hanya akan memperburuk segalanya.
Dengan langkah pelan, ia menurunkan tasnya dan menghela napas panjang.
“Baik. Aku istirahat,” ucap Stela.
Tanpa menatap lagi ke arah suaminya, Stela melangkah pergi menuju ke kamarnya.
Namun begitu sampai di depan pintu, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat dadanya semakin sesak adalah pintu kamarnya yang rusak parah, patah di engselnya, bekas didobrak semalam.
Ia menatap serpihan kayu di lantai, lalu memejamkan mata.
“Bahkan pintu pun nggak punya hak untuk bertahan di rumah ini," gumam Stela.
Mehmet berdiri di pintu kamar Stela yang rusak karena ulahnya.
"Naik ke kamarku dan mulai sekarang aku melarangmu tidur kesini atau,"
"Atau aku akan meminta hakku sekarang," potong Stela yang sudah hapal.
Stela mengambil bantal dan naik ke atas menuju kamar Mehmet.