Helen Hari merupakan seorang wanita yang masih berusia 19 tahun pada saat itu. Ia membantu keluarganya dengan bekerja hingga akhirnya dirinya dijual oleh pamannya sendiri. Helen sudah tidak memiliki orang tua karena keduanya telah meninggal dunia. Ia tinggal bersama paman dan bibinya, namun bibinya pun kemudian meninggal.
Ketika hendak dijual kepada seorang pria tua, Helen berhasil melawan dan melarikan diri. Namun tanpa sengaja, ia masuk ke sebuah ruangan yang salah — ruangan milik pria bernama Xavier Erlan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Sekretarisnya merasa tidak enak kepada bosnya dan mencoba untuk menelepon bosnya sesekali, hanya untuk menanyakan bagaimana semua tugas dan pekerjaan kantor yang sedang dihandle olehnya.
Namun, bosnya sama sekali tidak keberatan. Xavier merasa bisa mengatasi semuanya sendiri karena sedang dalam mood yang baik. Ia justru merasa tidak apa-apa jika harus mengerjakan sesuatu sendirian.
Sekretarisnya, jujur saja, merasa tidak nyaman karena telah meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tetapi karena itu memang perintah bosnya, ia pun tidak bisa berkata apa-apa. Setelah itu, sekretarisnya memilih untuk tidak mengganggu lagi karena merasa bosnya juga butuh waktu untuk beristirahat sekaligus menyelesaikan pekerjaannya.
Xavier yang sedikit demi sedikit menyelesaikan semua pekerjaannya akhirnya bisa beristirahat sebentar.
Sementara itu, Helen yang sedang berada di sekolah memikirkan Xavier—bosnya yang begitu baik kepadanya—hingga ia tidak tahu harus berkata apa.
Kebetulan, Helen satu sekolah dengan Bobby, sehingga mereka sering bertemu tanpa disengaja. Suatu hari, Bobby mengirim pesan kepada Helen dan memberinya cokelat sebagai tanda terima kasih karena Helen mau membalas pesannya.
Helen merasa terganggu dengan sikap Bobby, tetapi bagaimanapun juga, ia sering meminta bantuan Bobby dalam berbagai hal.
Meskipun Helen sudah berusaha menolak Xavier, bagaimanapun Xavier tetaplah bosnya, jadi ia tidak bisa terlalu keras kepala.
Helen sadar, Xavier bukanlah pria yang buruk. Hanya saja, Xavier adalah tipe pria yang kadang keras kepala dan melakukan sesuatu sesuka hatinya tanpa menanyakan atau memikirkan perasaan orang lain.
Namun terkadang, Helen merasa nyaman dengan sikap Xavier yang terlalu peduli padanya. Seumur hidup, Helen belum pernah mendapatkan perhatian sebesar itu dari siapa pun.
> Isi hati Helen:
“Aku takut kalau suatu saat Xavier akan pergi meninggalkanku. Aku takut terlalu bergantung padanya. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa diandalkan, bukan terus bergantung pada orang lain.”
Ketika pelajaran selesai, Helen baru menyadari kalau Bobby mengirim pesan untuknya. Ia membuka pesan itu dan menghela napas panjang.
> “Helen, mau nggak hari ini kita jalan-jalan? Kan hari ini kita off.”
“Kata siapa aku off? Aku kerja hari ini. Aku nggak pernah ada off-nya, yang off tuh kamu aja. Ngapain aku harus ikut-ikutan kamu off?”
“Loh, bos kamu nggak kasih kamu libur? Kok tega banget sih? Padahal bos kamu kan orangnya baik.”
Helen hanya menaikkan kedua pundaknya, menandakan bahwa ia sendiri tidak tahu kenapa bosnya tidak memberinya libur. Padahal, sebenarnya Xavier sempat ingin memberi Helen libur, tapi Helen menolaknya karena ingin menghindar dari Bobby.
Helen memang tidak ingin bertemu dengan Bobby. Alasannya sederhana: ia ingin sendiri, fokus bekerja, dan memiliki penghasilan yang lebih banyak daripada Bobby. Ia ingin mandiri dan tidak perlu bergantung pada siapa pun, termasuk Bobby.
Helen sadar bahwa menyusahkan orang lain itu tidak menyenangkan, tapi ia juga tahu bahwa hidup tanpa kekuatan sendiri memang sulit.
Baginya, power adalah sesuatu yang harus dimiliki setiap orang—tapi sayangnya, ia belum memilikinya.
> “Kalau aku punya kekuatan itu,” pikir Helen, “aku nggak akan butuh pria mana pun untuk menopang hidupku.”
> “Kalau begitu, sampai jumpa ya. Ketemu nanti kalau kamu off.”
“Oke, maaf ya. Aku nggak bisa temenin kamu pergi hari ini. Aku kerja soalnya, susah dapat libur.”
“Seharusnya kamu nggak perlu terlalu giat kerja, kan ada aku. Kalau kamu kurang duit atau butuh apa-apa, aku bisa bantu. Aku suka kok kalau kamu nyusahin aku.”
Helen paling tidak suka mendengar perkataan seperti itu. Ia tidak suka diperlakukan seolah-olah wanita harus bergantung pada pria.
Padahal, tidak semua wanita seperti itu. Wanita pun bisa membiayai dirinya sendiri, asalkan punya pekerjaan dan penghasilan yang cukup.
Ia sering berpikir, “Emangnya pria mau sampai kapan menanggung hidup wanita? Apalagi kalau mereka sedang marah atau kesal karena urusan ekonomi.”
Helen tahu banyak tentang kehidupan karena sudah lama hidup bersama pamannya. Dulu, ia bekerja untuk membantu pamannya, tapi karena pamannya bersikap kurang ajar kepadanya, Helen memutuskan untuk berhenti peduli.
Kini pamannya hidup sendiri, bahkan terkadang menunjukkan gejala demensia. Namun bagi Helen, perbuatan pamannya di masa lalu tidak bisa dimaafkan. Sejak itu, ia berhenti mencoba memperbaiki hubungan dengan siapa pun.
Helen tidak lagi mudah percaya pada orang lain—baik kepada bosnya, Bobby, atau siapa pun. Baginya, semua orang sama. Yang penting adalah bekerja dengan baik dan benar.
Setelah percakapan terakhirnya dengan Bobby, Helen memilih diam dan tidak membalas pesan apa pun lagi. Ia lebih nyaman sendiri daripada bersama Bobby yang selalu mengganggunya.
Sementara itu, Helen sempat mencoba menghubungi bosnya, tapi tidak mendapat balasan sama sekali. Ia mulai berpikir, “Apa bosku mudah bosan, ya?”
Namun ia mencoba bersabar, berpikir mungkin bosnya sedang sibuk, rapat, atau tidak memegang ponsel.
Kenyataannya, Xavier memang sedang tidur. Ia kelelahan karena menanggung semua pekerjaan sendirian setelah menyuruh sekretarisnya libur.
Meskipun memiliki asisten, tapi asistennya tidak bisa memahami dirinya seperti sekretarisnya. Xavier tahu dirinya sulit dipahami, tapi sekretarisnya sudah lama bekerja dengannya, sehingga bisa mengerti karakter dan kekurangannya.
Itulah mengapa Xavier sangat menghargai sekretarisnya. Ia tahu wanita itu bukan tipe yang mudah emosional atau sensitif.
Ketika Xavier sedang tidur, asistennya masuk ke ruangan tanpa izin. Sekretarisnya segera menahan dan berkata, “Bos lagi tidur. Jangan diganggu. Dia lagi lelah banget, biarkan dia istirahat cukup dulu.”
Asistennya pun menurut. Sementara itu, sekretarisnya merasa bersalah karena meninggalkan Xavier di saat sibuk seperti ini.
Xavier sendiri sebenarnya tidak suka bekerja dengan terlalu banyak wanita karena ia tahu kebanyakan dari mereka hanya mengincar hatinya atau hartanya.
Namun Helen berbeda. Ia sederhana, tidak materialistis, dan tidak peduli dengan kekayaan. Mungkin itulah sebabnya Xavier menyukainya.
Lucunya, Xavier masih ingat Helen kecil—gadis kecil yang dulu menjual permen padanya. Ia bahkan masih menyimpan permen itu.
Setiap kali melihat permen itu, Xavier tersenyum.
> Isi hati Xavier:
“Apa kalau aku menunjukkan permen ini padamu, kamu akan ingat kalau pria itu adalah aku dan bukan orang lain?”
Ketika akhirnya Xavier mengecek ponselnya, ia kaget melihat pesan dari Helen.
> “Bos, hari ini aku nggak off kerja ya. Aku tetap kerja, soalnya kalau aku off, aku harus pacaran sama pacarku.”
Xavier mengerutkan dahi. Ia bingung, bukankah seharusnya Helen senang bisa pacaran? Tapi kenapa malah memilih kerja?
Dan kenapa juga Helen merasa perlu memberi tahu hal itu padanya, padahal Xavier sama sekali tidak menanyakan?
Ia berpikir, jangan-jangan ini ada hubungannya dengan rumah yang ia berikan pada Helen. Mungkin Helen takut rumah itu akan diambil kembali, makanya ia berusaha bersikap seolah-olah sibuk dan menjaga jarak.