Di bawah cahaya rembulan buatan Mata Samara, terletak Negeri Samarasewu, kota sihir yang diatur oleh hukum yang kaku dan Dewan Lima Bintang yang elitis. Di sinilah Yusuf, seorang pemuda yang bukan penyihir, menjalani hidupnya sebagai Skriptor Bayangan—seorang ahli yang diam-diam menyalin, menerjemahkan, dan memalsukan mantera-mantera kuno untuk para penyihir malas dan pasar gelap. Keahliannya bukan merapal sihir, melainkan memahami arsitekturnya.
Kehidupan Yusuf yang berbahaya hancur ketika ia tertangkap basah oleh Penjaga Hukum Sihir saat sedang menyalin mantera pertahanan tingkat master yang sangat terlarang: Mantera Pagar Duri Nirwana. Dalam pelariannya, Yusuf terpaksa merapal mantera kabut murahan, sebuah tindakan yang langsung menjadikannya buronan.
Terjebak di Distrik Benang Kusut, Yusuf bertemu dengan Rumi, seorang makelar licik yang menawarkan jalan keluar. Namun, kebebasan datang dengan harga yang mengerikan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusup Nurhamid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kode yang Terlupakan & Fondasi yang Teruji
Yusuf mengabaikan peringatan Nenek Tula. Ia membawa Kotak Kenangan itu ke tempat persembunyiannya yang baru, sebuah gua terpencil di tebing curam Veridia. Bau lumut bercampur dengan aroma garam laut. Gua itu sendiri adalah sebuah karya arsitektur awal Yusuf; ia telah mengukir simbol-simbol rekayasa sihir kecil di dindingnya, menciptakan zona tenang yang melindungi dari fluktuasi energi liar pulau.
Ia membutuhkan waktu tiga hari penuh, bekerja dalam keheningan total, hanya ditemani cahaya jamur lumut yang lembut. Tugasnya adalah memecahkan Mantera Kunci Pola Heksagonal kotak itu—sebuah desain sihir yang sangat tua dan rumit, yang hanya ia kenali dari salinan perkamen kuno yang ia palsukan bertahun-tahun lalu. Mantera ini adalah lambang dari kesempurnaan sihir Samarasewu, dan Yusuf, sebagai Skriptor, merasakan haus yang membakar untuk mengungkap kodenya.
Yusuf tidak mencoba merusak kotak itu, ia justru menyalin kode kuncinya di udara dengan jari-jarinya, membalikkan setiap langkah mantera di pikirannya. Ia melihat setiap pilar, setiap tautan logika, hingga akhirnya ia menemukan titik inversi—sebuah kelemahan yang sengaja ditinggalkan oleh penciptanya agar mantera dapat dibuka dengan niat murni.
Dengan sentuhan terakhir yang hati-hati pada salah satu simbol ukiran kuningan berkarat pada kotak, Mantera Kunci Heksagonal itu runtuh. Kotak itu terbuka dengan desisan lembut, melepaskan embusan udara kuno yang berbau kertas tua dan petir yang telah mati.
Di dalamnya, terbaring dua benda yang mengubah segalanya:
Sebuah perkamen tebal yang tidak bertuliskan apa-apa, tetapi permukaannya memancarkan cahaya putih halus. Ketika Yusuf menyentuhnya, otaknya dibanjiri oleh informasi—bukan dalam bentuk kata-kata, melainkan dalam pola sihir dasar dan filosofi. Ini adalah bahasa ibu dari sihir, fondasi yang mendasari segala sesuatu, termasuk hukum Samarasewu yang kaku dan sihir liar Veridia yang kacau. Ini adalah Mantera Asal.
Sebuah pena kuningan sederhana yang di ujungnya terdapat mata kristal kecil. Begitu ujung kristal pena menyentuh perkamen kosong itu, pena itu mulai menulis dengan sendirinya, merangkai mantera-mantera yang belum pernah ada, menggabungkan keteraturan Samarasewu dengan energi liar Veridia. Pena itu adalah alat yang sempurna untuk seorang Arsitek—alat yang dapat menulis sihir menjadi nyata.
Yusuf merasakan euforia. Ia tidak hanya mendapatkan kunci kebebasan, ia mendapatkan kunci penciptaan.
Tepat pada saat itu, sebuah bayangan jatuh di ambang pintu gua.
Itu adalah Dera, salah satu Penjaga yang mengejarnya dari Samarasewu. Dera tampak lebih keras, matanya yang tajam dipenuhi dendam. Ia berhasil menembus Dinding Laut Kabut, menggunakan jalur sempit yang belum sepenuhnya tertutup setelah pelarian Yusuf. Ia datang sendirian, bukti betapa pentingnya Kotak Kenangan itu bagi Otoritas.
"Aku tahu bau sihir yang sempurna, Skriptor," ujar Dera, suaranya dingin dan beracun. Tongkatnya, yang terbuat dari kayu Akar Petir, memancarkan cahaya ungu samar. "Kotak itu milik Otoritas. Dan kau? Kau milik penjara."
Yusuf, pena di tangan dan perkamen di atas lutut, tidak lagi lari. Ia menyadari sesuatu: Dera tidak menemukan lokasinya karena pelacak sihir; Dera menemukannya karena kesempurnaan sihir Kotak Kenangan itu adalah suar yang menarik hukum.
"Kau datang terlambat, Penjaga," kata Yusuf, dengan ketenangan yang belum pernah ia miliki. "Dinding Laut Kabut mungkin telah menutup di belakangmu, tapi kau sudah masuk ke dalam infrastruktur yang aku desain."
Dera merapal mantera penyerangan yang kuat, bola api biru panas melesat ke arah Yusuf, memenuhi gua sempit itu dengan panas membakar.
Yusuf tidak bergerak. Ia hanya menunjuk ke salah satu ukiran mantera penstabil di dinding gua yang baru saja ia buat.
Bola api itu mencapai dinding, tetapi bukannya meledak, ia justru terbagi. Energi bola api itu terserap oleh ukiran di dinding, dialirkan melalui jaringan mantera baru Yusuf, dan didistribusikan ke seluruh tebing gua, hanya menghasilkan sedikit kehangatan dan gemuruh rendah. Itu bukan pertahanan; itu Pengelolaan Energi.
Dera terperangah. Mantera penyerangannya telah dinetralkan oleh arsitektur yang baru.
"Kau hanya mengalihkan energi, Skriptor!" teriak Dera, cepat-cepat merapal mantera kedua, kali ini menciptakan dinding kristal es tajam untuk menjepit Yusuf. "Mantera dasarmu tidak bisa melawanku!"
"Mungkin," jawab Yusuf, sambil mulai menulis dengan Pena Kuningan di perkamen kosong itu. Tinta yang keluar dari pena itu bukan tinta biasa, melainkan cahaya yang murni. "Tapi kau harus melawan fondasi tempat kau berdiri."
Sambil terus menulis, Yusuf menciptakan mantera di perkamen. Bukan mantera serangan, bukan mantera perisai, tetapi Mantera Perubahan Kerapatan Lokal. Ia tidak menyerang Dera; ia menulis ulang sifat fisik tanah di bawahnya, hanya dalam area kecil.
Saat ia menyelesaikan simpul mantera terakhir, Dera tiba-tiba merasakan berat badannya berlipat ganda, seolah-olah ia berdiri di bawah tekanan laut dalam. Tanah di bawahnya, yang awalnya padat, tiba-tiba menjadi sangat lembut dan kental. Dera, yang mengandalkan keajaiban kaku Samarasewu, dipaksa berlutut, kakinya mulai tenggelam perlahan ke dalam lantai gua.
Yusuf menutup pena itu, mengakhiri mantera. Mantera yang ia ciptakan di atas perkamen itu selesai, siap untuk disimpan atau digunakan kapan saja.
"Aku tidak harus melawanku," kata Yusuf, berdiri tegak. "Aku hanya harus membuatmu tenggelam ke dalam pulau."
Dera, terjebak di tanah yang tiba-tiba padat, menatap Yusuf dengan ngeri. Ia menyadari kebenaran yang menakutkan: Yusuf tidak hanya menyalin kode, ia telah menjadi Pencipta Kode.
Yusuf melangkah maju, Pena Kuningan tersembunyi dengan aman. Ia tidak lagi melihat Dera sebagai ancaman, melainkan sebagai sisa-sisa yang menyedihkan dari dunia lama.
"Kembalilah ke Samarasewu, Penjaga," kata Yusuf, nada suaranya tegas, penuh otoritas baru. "Dan katakan pada Kapten Korsin. Skriptor Bayangan telah selesai menyalin. Sekarang, ia mulai menulis. Dan aku baru saja menulis bab pertamaku di sini."
Dengan satu hentakan kaki yang halus, Yusuf memicu ukiran mantera lain, memaksa Dera keluar dari gua melalui jalur tebing yang curam, meninggalkannya bergulat dengan sihir liar yang ia benci. Yusuf kembali ke guanya, di mana Mantera Asal dan Pena Kuningan menanti. Ia adalah Skriptor Bayangan, dan kini, Peti Mati Benua adalah kertas kosongnya.