Shadow Skriptor
Langit di atas Negeri Samarasewu tidak pernah benar-benar gelap, selalu dihiasi cahaya rembulan artifisial yang tergantung di atas menara-menara batu, warisan dari para penyihir pendiri. Cahaya itu, yang oleh rakyat disebut 'Mata Samara', menyinari setiap sudut gang becek di mana asap dupa herbal dan bau tempaan besi berbaur menjadi aroma khas kota sihir.
Di tengah hiruk pikuk pasar mantra, di sebuah kedai kecil yang menjual ramuan penyembuh murah, hiduplah Yusuf. Ia bukanlah penyihir yang gagah berani, bukan pula anggota klan elit dari Dewan Lima Bintang. Yusuf hanyalah seorang pemuda berumur dua puluh tahun, kurus, dengan mata yang selalu waspada dan jari-jari yang dihiasi noda tinta dan debu 'Kekuatan Primer'—serbuk mineral ajaib yang menjadi bahan dasar hampir semua mantera.
Yusuf bekerja sebagai Skriptor Bayangan. Tugasnya bukan merapal sihir, melainkan menulis. Ia menyalin, menerjemahkan, dan, yang paling sering, memalsukan gulungan mantera untuk para penyihir yang terlalu malas atau terlalu sibuk untuk melakukannya sendiri. Pekerjaannya ilegal, berbahaya, namun menjamin ia bisa bertahan hidup di Samarasewu yang mahal.
Malam itu, dinginnya batu lantai merayap menembus jubah katun lusuhnya. Yusuf sedang menyelesaikan pesanan paling sulitnya: salinan sempurna dari 'Mantera Pagar Duri Nirwana', sebuah mantera pertahanan tingkat tinggi. Ia bekerja di bawah cahaya redup lampu minyak, kuasnya menari lincah di atas perkamen kulit naga imitasi.
Tiba-tiba, pintu kayu lapuk kedainya didorong keras hingga berderak.
Dua sosok besar, berbalut jubah beludru hitam dengan lambang Burung Garuda Bermata Satu—simbol dari Otoritas Penjaga Hukum Sihir Samarasewu—berdiri tegak di ambang pintu. Mereka adalah Korsin dan Dera, dua Penjaga yang terkenal akan ketidakberbelaskasihannya.
"Yusuf," suara Korsin menggema, berat seperti dentuman gong kuno. "Kami mencium bau Kekuatan Primer yang tercemar dari sini. Sebuah pelanggaran tingkat tiga, kawan."
Jantung Yusuf mencelos. Mereka tidak datang untuk mantera palsunya. Mereka datang untuk 'Racun Hati Hitam' yang ia buat minggu lalu—ramuan sihir gelap yang ia harap sudah ia buang jauh-jauh.
Yusuf berusaha tersenyum, senyum gugup yang terasa dingin di wajahnya. "Selamat malam, Penjaga. Hanya aroma ramuan herbal untuk sakit kepala, tuan. Bisnis yang jujur." Ia berusaha menutupi gulungan Pagar Duri Nirwana dengan lengan.
Dera, yang matanya setajam elang Samarasewu, mengabaikan perkataan Yusuf. Matanya terfokus pada debu mineral berwarna biru muda yang menempel di ujung jari Yusuf—'Debu Samara Murni', bahan baku yang hanya boleh dimiliki oleh penyihir terdaftar.
"Debu itu," ujar Dera, suaranya tenang, namun penuh ancaman, "Bukan untuk 'sakit kepala'. Itu berharga lebih dari seluruh kedai usangmu ini."
Korsin melangkah maju. "Kau melanggar batas, Yusuf. Dan kali ini, bahkan Dewa Mantera pun tak bisa menolongmu."
Yusuf tahu ia tak punya waktu. Hati-hati, ia menggeser kakinya, merasakan gulungan kecil yang tersembunyi di dalam sol sepatunya. Itu adalah mantera kecil, murahan, hanya untuk membuat kabut. Tapi dalam situasi mendesak, itu mungkin satu-satunya kesempatan yang ia miliki.
"Tunggu, Penjaga," kata Yusuf, mengangkat kedua tangan, berpura-pura menyerah. "Aku bisa jelaskan—"
Saat itu juga, Yusuf merapal mantera tanpa suara. Sebuah desisan kecil terdengar dari sol sepatunya. Kabut Ungu Pucat tebal segera menyembur, memenuhi ruangan dalam hitungan detik. Kabut itu bukan hanya mengaburkan pandangan, tetapi juga menumpulkan indra perapal mantera.
"Sialan! Ia merapal sihir!" teriak Korsin, batuk-batuk.
Yusuf tidak menunggu. Ia melompat ke jendela belakang, menabrak tumpukan botol ramuan kosong. Pecahan kaca berderai, dan dengan satu tendangan, ia berhasil menembus bingkai kayu rapuh itu.
Ia jatuh ke gang belakang yang gelap, bau kotoran kuda dan limbah ramuan menyambutnya. Di belakangnya, ia mendengar raungan mantera dari Penjaga.
Sebuah bola api hijau zamrud meledak di dinding batu di dekat tempatnya terjatuh, menghanguskan batu itu menjadi abu.
Yusuf bangkit, tak peduli pada rasa sakit di lututnya. Ia lari, berlari secepat yang ia bisa, ke jantung tergelap Samarasewu, ke distrik labirin di mana para Skriptor Bayangan dan Penyihir Tersingkir bersembunyi.
Saat ia berlari, Yusuf mencengkeram erat gulungan Mantera Pagar Duri Nirwana yang masih basah dengan tintanya. Ia tahu, setelah malam ini, hidupnya berubah selamanya. Ia bukan lagi sekadar pemalsu mantera kecil. Ia adalah buronan yang memiliki pengetahuan tentang sihir terlarang, di bawah langit artifisial Negeri Samarasewu.
Apakah gulungan yang ia pegang akan menjadi penyelamat, atau justru perangkap yang akan menyeretnya lebih dalam ke dunia gelap Samarasewu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Arfan Miyaz
👍
2025-10-09
0