Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Pengkhianatan yang Terungkap.
"Ada apa?" tanya Rania merasa tidak nyaman dengan tatapan menelisik yang Raffael berikan. Suaminya itu dari tadi diam dan terus memperhatikan dirinya.
Rania bergerak halus, ingin melerai tangan Raffael yang berada di lengannya. Namun, Raffael tidak melepaskannya. Ia menegakkan kepala, matanya menatap Rania dengan campuran antara keheranan dan kecurigaan.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Rania?"
Suara Raffael terkendali, namun ada ketegangan yang tidak bisa disembunyikan.
"Apa maksudmu?" Rania tidak mengerti dengan pertanyaan Raffael.
"Dari mana kau sebenarnya? Kau bertemu seorang pria?" tanya Raffael terdengar lebih seperti tuduhan. Suaranya rendah dan tatapannya begitu intens, ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres dari istrinya.
Aroma maskulin yang begitu khas sangat melekat di tubuh Rania. Membuat pikiran Raffael berkelana, menerka-nerka siapa yang sudah istrinya itu temui.
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud." Rania sadar ke mana arah pertanyaan Raffael, tapi ia memilih mundur saat merasakan posisi mereka begitu dekat.
Rania sudah ingin beranjak masuk ke dalam kamarnya, sikapnya begitu dingin meski kepulangannya disambut dengan kejutan yang begitu romantis dari Raffael.
"Jangan coba-coba bermain di belakangku, Rania."
Deg!
Ucapan itu berhasil menghentikan gerakan Rania. Ia berbalik dan menatap Raffael.
"Kau mengatakan padaku pulang lebih dulu, tapi saat aku tiba di sini, aku tidak menemukan dirimu." Netra Raffael berkilat. Dirinya dipenuhi dengan kecurigaan saat ini. Ke mana sebenarnya istrinya? Siapa yang sudah Rania temui?
Raffael tidak percaya ucapan Rania. Ia bisa merasakan ada yang aneh, terlebih dengan sikap dingin yang akhir-akhir ini Rania perlihatkan padanya.
"Aku hanya pergi makan."
"Jangan berbohong!" Suara Raffael tiba-tiba meninggi. Dan itu berhasil membuat Rania terkejut. "Aku bisa melihatnya. Aku bisa merasakannya. Ada sesuatu yang kau sembunyikan! Dari mana kau mendapatkan aroma ini?!" tanya Raffael beruntun dan sangat tajam.
Tapi Rania tetap tenang menghadapinya. Ekspresi yang diperlihatkan bahkan semakin membuat Raffael tidak mengerti. Wanita yang berdiri di hadapannya saat ini seperti bukan Rania.
"Kau menuduhku bermain api?" tanya Rania dengan tersenyum sinis. Ia menatap Raffael begitu dingin, nyaris tak berminat. "Aku bukan dirimu!" tekan Rania sebelum beranjak pergi.
Namun, lagi-lagi Raffael menahan istrinya itu dengan meraih pundak Rania dan membaliknya. "Apa maksudmu?" tanya Raffael. Suaranya kini berubah penuh dengan kecemasan.
Rania menepis tangan suaminya itu, ia tidak menjawab, tapi matanya tajam mengunci Raffael. Sampai tangan Rania terulur, menyikap sedikit kerah pakaian suaminya. Memperlihatkan bekas merah yang semua orang tahu itu bekas gigitan apa.
"Menjijikan," desis Rania tajam.
Raffael terkejut dengan gerakan Rania yang tiba-tiba itu. Ia menutupinya dan ingin bersuara, tapi Rania sudah beranjak pergi meninggalkannya masuk ke dalam kamar.
Raffael menyusul istrinya. Tentang aroma parfum pria lain yang membungkus tubuh istrinya jauh lebih penting daripada bekas gigitan yang Natalie ceroboh tinggalkan.
"Jangan berkilah. Kita belum selesai bicara. Dari mana kau sebenarnya?"
"Jawab aku, Rania?!" Raffael mulai terpancing karena Rania yang terus mengabaikan dirinya.
Pernikahan mereka memang tidak seperti pasangan pada umumnya, tapi jika Rania mendua dan berani bermain api di belakangnya, maka Raffael tidak bisa menerima hal itu.
"Tidak ada yang perlu aku jawab."
Mendengar perkataan acuh Rania, Raffael naik pitam. Ia menyentak kasar istrinya dan berhasil membuat Rania menjerit kesakitan.
"Kau berselingkuh?! Kau memiliki pria lain?!"
"Lepas, Raf!! Apa-apaan kau?!" balas Rania berusaha melepaskan cekalan kuat Raffael dari tangannya.
"Jawab aku, Rania!!"
"Aku tidak berselingkuh!!" berang Rania jauh lebih keras. Ia menghempaskan tangan Raffael dan mendorong kasar tubuh suaminya itu untuk menjauh darinya. "Kau yang berselingkuh!!" tukas Rania tajam.
Amarah dan kilatan kekesalan karena sikap kasar Raffael terpancar jelas di mata Rania. Napasnya bahkan memburu, dan dengan nada suara yang penuh penekanan ia berujar, "Kau pikir aku tidak tahu tentang perselingkuhanmu dengan Natalie, hah?!"
Deg!
Netra Raffael melebar. Jelas tak menduga atas ucapan Rania. Bagaimana bisa istrinya mengetahui tentang hubungan gelapnya dengan sang sekretaris?
"Rania—"
Ucapan Raffael tergantung saat Rania mengangkat tangan, tak ingin mendengarkan apa yang akan Raffael katakan. Karena tak jauh-jauh, pasti hanya sebuah sangkalan yang ingin Raffael berikan.
"Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu tentang hubungan kotor kalian," kata Rania dengan ekspresi yang nyaris begitu tenang. Bukan seperti seseorang yang telah disakiti dengan begitu dalamnya oleh suaminya sendiri.
"Rania, aku... Sepertinya kau sudah salah paham, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya." Wajah Raffael berubah drastis, dari yang sebelumnya penuh dengan kemarahan, kini sudah putih memucat.
Tapi Rania tidak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Ia mengeluarkan selembar kertas dari laci nakas kamarnya dan melemparkannya ke arah Raffael.
"Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun. Karena semuanya sudah sangat jelas."
Raffael meraih kertas itu, matanya terbelalak tajam saat melihat apa isinya. Surat gugatan cerai.
"A-pa maksudnya ini?" Raffael mengangkat wajahnya dan menatap Rania tajam. "Kau tidak serius, kan? Ini hanya lelucon!"
"Aku sangat serius. Aku ingin berpisah. Aku tidak ingin hidup bersama orang yang tidak setia!"
Deg!
Raffael mematung. Kesadarannya sempat hilang hingga tak memiliki pertahanan ketika Rania mendorong dirinya keluar dari kamar dan mengunci pintu.
Raffael baru tersadar saat pintu berdentum tepat di depan wajahnya. Ia terlihat panik dan langsung berusaha membuka pintu kamar istrinya. "Rania, tolong dengarkan aku dulu..." Raffael mengetuk pintu berulang kali. Memanggil nama istrinya, berharap Rania mau membuka dan mendengarkan semua penjelasannya.
"Rania, aku mohon dengarkan penjelasanku. Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Sayang!!" ucap Raffael dari balik pintu, tapi tak mendapatkan jawaban apapun dari dalam kamar istrinya.
"Rania, buka pintunya! Biarkan aku masuk, Sayang!" Raffael terus berusaha. "Sayang?!!" panggil Raffael. Namun, hanya keheningan yang ia dapatkan. Rania tetap mengabaikannya.
"Aku tidak bisa kehilanganmu, Rania," bisik Raffael dengan kepalan tangannya yang mendarat di pintu kamar Rania. Ia menjatuhkan pandangan pada tangannya yang memegang surat gugatan cerai yang Rania berikan.
Raffael meremasnya keras, wajahnya membara dengan kemarahan, juga kecemasan. Ia beranjak pergi dari sana. Raffael tidak akan pernah melepaskan Rania. Ia akan melakukan apa saja untuk mempertahankan pernikahan mereka.