NovelToon NovelToon
Limit Unlock

Limit Unlock

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Epik Petualangan / Bullying dan Balas Dendam / Murid Genius / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Jin kazama

Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.

Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?

Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Perkelahian.

Bab 9. Perkelahian.

Malam itu cukup sepi, terutama di sekitar area gudang kosong tempat dia berjalan. Namun, kesunyian itu seketika langsung pecah oleh keributan dan suara makian yang membahana.

Jaka terus melangkah. Semakin lama, suara itu semakin sering terdengar. Bukan hanya itu, tetapi suara jual beli serangan yang brutal seolah seperti bensin yang disiramkan ke api—menyala terang membakar semangat dan adrenalin.

Barulah ketika jaraknya sudah lumayan dekat, Jaka bisa melihat dengan jelas pemandangan yang tersaji di depan matanya.

Itu adalah pertarungan antar SMA. Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah salah satu kubu memiliki seragam baju yang sangat dikenalnya, dan itu adalah seragam SMAN Nusantara.

Matanya memicing, dan dari sudut arah tertentu dia melihat sosok yang sangat familiar. Dan itu adalah Danu alias Panjul yang berhasil ia tumbangkan tempo hari.

Memandang sekeliling dan menghitung dengan cepat, sekelompok pemuda yang memakai seragam SMAN Nusantara ada sekitar sepuluh orang.

Otaknya langsung menghubungkan semua variabelnya, dan dalam sekejap mata dia sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi.

“Terlepas dari si Panjul, jadi sembilan sisanya adalah preman lain yang ada di sekolah, kah? Hahaha, ini menarik!” ujarnya menyeringai.

Ya, sebagai siswa tahun pertama, meskipun sering melihat wajah sepuluh preman terkuat yang menguasai sekolah, namun dirinya belum pernah sekalipun bertatap muka secara langsung.

Dan hari ini merupakan sebuah kejutan yang tak terduga. Bukan hanya satu per satu, tetapi dia bisa melihat sembilan sisanya sekaligus.

Kemudian pandangannya beralih kepada lawan mereka. Dari baju yang dipakai, Jaka akhirnya mengetahui dari sekolah mana semua siswa itu. SMAN Gajah Mada—itulah kata yang tertulis di seragam putih abu-abu mereka.

Yah, meskipun kini baju itu sudah tidak bisa lagi disebut putih abu-abu yang normal, karena di berbagai sudut sudah dihiasi warna merah darah, entah itu darahnya sendiri atau darah lawannya.

Jaka terus memperhatikan, dan lambat laun dirinya mengangguk-anggukkan kepala.

“Meskipun ini adalah tingkatan anak SMAN, namun pertarungan mereka ternyata sangat ganas!” bisiknya lirih.

Harus dia akui, jika itu dirinya sendiri pasti akan tumbang jika dihajar seperti itu. Yang dibicarakan adalah dirinya yang sebelumnya ya… bukan yang saat ini. Jika menghubungkan dengan dirinya saat ini, sudah pasti pertarungan yang ada di depannya tidak lebih dari permainan anak-anak.

Sekarang setelah terbangkitkan, yang menjadi tolak ukurnya bukan lagi manusia biasa, melainkan para kultivator (entah itu Esper maupun Overload). Tapi bagaimanapun, saat ini dirinya hidup di lingkungan manusia biasa, terlebih lagi yang ada di depannya adalah para siswa dari sekolahnya. Yang artinya, dia memiliki kewajiban untuk melindungi mereka.

Bagaimana tidak? Sepuluh orang itu adalah kunci emas baginya untuk mendapat kemewahan di sekolah—uang saku bulanan yang jelas, fasilitas yang memadai, beasiswa luar negeri, semuanya akan aman terkendali jika dirinya bisa membuat sepuluh berandalan ini tunduk dan menurutinya.

Jaka kembali menyeringai.

“Tadi siang aku masih kebingungan bagaimana cara membuat mereka berhutang budi, tapi sekarang… hehe! Seperti kata pepatah, pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka mulai terdesak,” ucapnya tersenyum lebar.

Tidak disangka kesempatan itu akan melambai padanya, seperti seorang gadis seksi yang mengulurkan tangan minta untuk dipeluk.

Tiba-tiba, suara Amira menggema di dalam pikirannya.

“Cih… dasar bajingan mesum. Padahal sedang melihat pertarungan, bisa-bisanya otakmu menuju ke sana… bodoh!” dengusnya dengan nada tidak puas.

Dari nadanya sudah jelas jika apa yang dipikirkan oleh Jaka membuat gadis itu kesal.

Mendengar itu, Jaka tidak tahu harus tertawa atau menangis. Ekspresi canggung langsung terukir di wajahnya, namun dia tidak mengatakan apa pun.

Jawaban yang bijak untuk wanita yang sedang marah adalah diam dan mendengarkan. Dia teringat akan pepatah:

Jangan memprovokasi wanita yang sedang marah, apalagi jika argumennya itu benar, atau semuanya akan berakhir menjadi bencana. Jika dia menyangkal, itu hanya akan membuatnya semakin kesal dan memperkeruh keadaan.

Kembali Ke Cerita.

Persis seperti yang dipikirkan oleh Jaka, sepuluh orang yaitu Rama dan teman-temannya benar-benar kewalahan.

Ya, jelas mereka kewalahan, karena pertarungan itu sangat tidak adil. Kubu SMAN Gajah Mada berjumlahkan lima puluh orang, sedangkan mereka hanya sepuluh. Sekuat apa pun manusia, sepuluh banding lima puluh tentu saja menang yang lima puluh. Kecuali jika itu bukanlah manusia biasa—dan dirinya adalah contoh salah satunya.

Tak ingin menyembunyikan dirinya lagi, Jaka pun akhirnya melangkah keluar. Sengaja sedikit meninggikan suaranya untuk menarik perhatian, dia berseru:

“Wah, wah, wah! Ramai sekali di sini! Apakah aku boleh bergabung?” ucapnya sambil tersenyum.

Benar saja, suara Jaka yang tiba-tiba itu memang menarik perhatian mereka. Seperti menekan tanda pause pada remote control, pertarungan brutal pun terhenti. Dan entah itu dari pihak Rama dan teman-temannya, ataupun pihak lawan, semuanya mengalihkan pandangan ke arahnya.

Salah satu siswa dari SMAN Gajah Mada, yang merupakan orang terkuat dan setara dengan Rama, berteriak dengan lantang. Namanya Adit.

“Hei, bocah! Siapa kau? Apakah kau mau mati?” bentaknya.

Dipanggil bocah, bukannya marah Jaka justru terkekeh.

“Aku? Namaku Jaka. Sama seperti mereka, aku adalah siswa dari SMAN Nusantara. Melihat teman-temanku dipukuli, bukankah sudah sewajarnya bagiku untuk ikut campur?” serunya sambil tetap mempertahankan senyumnya.

Belum sempat Adit menjawab, Jaka kembali berujar.

“Dan kau sendiri, Tuyul Gemoy! Lihatlah dirimu—bundar seperti tahu bulat! Ngapain kau di sini?

"Lebih baik pulang, cuci tangan, cuci kaki, minum susu, lalu tidur! Bukankah itu lebih baik untukmu?"

"Dengan wajahmu yang lucu, kamu sangat tidak pantas untuk berkelahi. Sana pulang! Minta ibumu bacakan dongeng Si Kancil Anak Nakal, agar kau menjadi anak baik!” ucapnya yang membombardir Adit dengan berbagai kalimat yang begitu tajam.

Rama dan yang lainnya membeku sejenak. Mereka saling berpandangan, setelah itu tawa mereka pun pecah.

“Hahaha! Ram, kau dengar apa yang dia katakan? Tuyul Gemoy? Wajahnya bundar seperti tahu bulat? Hahaha! Aku benar-benar tidak bisa memikirkan hal itu sama sekali!” kata Ali sambil memegang perutnya.

Rama yang mendengarnya juga tak kuasa menahan tawa.

“Haha! Kau benar! Dan yang paling lucu lagi adalah dia memintanya untuk minum susu dan tidur, lalu menyuruh ibunya membacakan dongeng Si Kancil Anak Nakal agar dia menjadi anak baik? Apa-apaan? Anak itu kocak banget! Hahaha!”

Suara tawa dari samping ikut menimpali. Itu adalah suara Yudha.

Jika yang lain tertawa terbahak-bahak, hanya satu orang yang memiliki ekspresi terkejut di matanya—dan itu tidak lain adalah Danu Panjul. Dengan nada sedikit gugup, dia berkata kepada Rama,

“Ram, dia Jaka,” ucapnya pelan.

Namun seketika langsung membuat tawa semua orang sedikit mereda.

Rama yang mendengar itu, matanya sedikit melebar. Sepintas, keterkejutan dan rasa tertarik mulai muncul.

“Oh, begitukah? Jadi dia anak tahun pertama yang membuatmu pingsan dalam waktu singkat? Sangat menarik,” ucapnya sambil menatap lurus ke arah Jaka.

1
adi ambara
KEMBALI KE CERITA LA..FLASBACK LA..apa thor ni berapa kali ko nak ulang cerita...jangan jadi thor yg bodoh..kalau tak ada idea jangan menulis...bodoh..
adi ambara
cerita yg banyak basa basinya..skip je cerita yg perlu..jangan jadi thor yg bodoh..walaupun cerita pendek tapi padat..jgn banyak basa basi...tolol
Was pray
wah.... tujuan kepala sekolah menunjuk Jaka sebagai ketua kedisiplinan malah jadi gak. selamat sesuai Krn Jaka malah jadi ketua fraksi geng...
Bollong
saran aja Thor,jangan terlalu kebanyakan flashback Thor,dan jangan terlalu naif,kalo bisa langsung bantai bantai aja.🙏
Was pray
sesudah dianugerahi suatu kelebihan terus jangan lupa diri Jaka...gunakan anugrah yg kamu terima untuk kebaikan diri dan orang2 di sekitarmu, jangan malah timbul sifat sombong
Was pray
up nya lebih rajin biar banyak peminatnya Thor..
Pakde
lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!