Lima tahun sudah Gunung Es itu membeku, dan Risa hanya bisa menatap dingin dari kejauhan.
Pernikahan yang didasarkan pada wasiat kakek membuat Damian, suaminya, yakin bahwa Risa hanyalah gadis panti asuhan yang gila harta. Tuduhan itu menjadi mantra harian, bahkan ketika mereka tinggal satu atap—namun pisah kamar—di balik dinding kaku rumah tangga mereka.
Apa yang Damian tidak tahu, Risa bertahan bukan demi kekayaan, melainkan demi balas budi pada kakek yang telah membiayai pendidikannya. Ia diam-diam melindungi perusahaan suaminya, mati-matian memenangkan tender, dan menjaga janjinya dengan segenap jiwa.
Namun, ketahanan Risa diuji saat mantan pacar Damian kembali sebagai klien besar.
Di bawah ancaman perceraian jika proyek itu gagal, Risa harus berhadapan dengan masa lalu Damian sekaligus membuktikan loyalitasnya. Ia berhasil. Proyek dimenangkan, ancaman perceraian ditarik.
Tapi, Risa sudah lelah. Setelah lima tahun berjuang sendirian, menghadapi sikap dingin suami, dan meny
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ultimatum Arya dan Kepedulian yang Terselubung
Risa berhasil mendapatkan beberapa berkas penting dari kantor dan Damian langsung membawanya kembali ke rumah. Begitu tiba, ponsel Risa berdering. Terlihat nama Arya di layarnya. Risa tahu ia tidak bisa lagi menghindar. Ia berjalan ke balkon kamarnya dan mengangkat telepon.
"Arya, aku hanya sebentar di kantor. Aku sudah di rumah," ucap Risa cepat, berusaha meredakan kemarahan temannya.
Suara Arya di seberang terdengar tajam dan dingin. "Sebentar? Aku melihat mobil Damian keluar dari kantor, Risa! Kamu pikir aku tidak tahu kamu memaksakan diri? Aku sudah bilang, paru-parumu sangat lemah! Kamu baru saja melewati demam tertinggi, dan kamu sudah langsung ingin kembali tenggelam dalam tumpukan kertas itu!"
Risa menghela napas, menekan pelipisnya. "Aku harus memastikan semuanya berjalan. Proyek Gamma adalah garis akhirku, Arya. Aku tidak punya banyak waktu."
"Justru karena kamu tidak punya banyak waktu, kamu seharusnya menghargai waktu yang tersisa! Kamu harus mulai kemoterapi ringan sekarang, Risa! Setiap hari yang kamu tunda adalah kemenangan bagi sel-sel itu!" bentak Arya, suaranya dipenuhi frustrasi karena rahasia medis ini hanya dipikul olehnya.
Risa terdiam sejenak. Angin sore berhembus kencang, seolah-olah ikut membawa beban di pundaknya. "Aku akan mulai pengobatan, Arya. Dua minggu lagi. Aku janji. Beri aku waktu dua minggu lagi untuk menyelesaikan semua utang ini dan mendapatkan kebebasanku. Setelah itu, aku akan terbang ke Seoul, dan kamu bisa melakukan apa pun padaku."
"Dua minggu?!" Arya tertawa sinis, tawa yang terdengar seperti tangisan. "Kamu pikir penyakit ini akan menunggu tenggat waktu bisnismu, Risa? Kamu mempertaruhkan nyawamu untuk utang budi pada laki-laki yang bahkan tidak tahu betapa berharganya dirimu! Lihat dirimu! Kamu sangat kurus, kamu pucat, kamu memaksa dirimu mati!"
"Aku tahu, Arya. Aku tahu," gumam Risa, matanya berkaca-kaca. "Tapi aku tidak bisa mati dengan membawa utang budi. Aku tidak mau Damian atau keluarganya merasa aku pernah menjadi beban mereka. Biarkan aku bebas, meskipun hanya sesaat."
Arya akhirnya menyerah. Ia tahu, di balik wajah dingin Risa, ada tekad keras kepala untuk menyelesaikan misi hidupnya. "Baik. Dua minggu. Tapi aku akan mengirimkan perawat pribadi untuk tinggal di sana. Aku tidak mau ada alasan darimu. Dan aku akan mengirimkan laporan perkembangan kondisimu langsung ke Papi Harun jika kamu melanggar!" ancam Arya, menggunakan nama mertua Risa sebagai tameng.
"Jangan lakukan itu," pinta Risa.
"Kalau begitu, patuhi aku! Istirahat!" Arya memutuskan sambungan telepon. Risa berdiri di balkon, air mata yang sudah lama ia tahan akhirnya menetes. Ia tahu Arya melakukan ini karena peduli, tetapi tekanan ini membuatnya semakin merasa bahwa ia sedang berpacu melawan waktu dan tubuhnya sendiri.
Damian masuk kedalam kamar milik Risa, Damian melihat Risa kembali dari balkon. Risa terlihat lebih tenang, tetapi matanya sedikit bengkak. Damian tahu ia baru saja bertengkar hebat dengan Arya.
Damian mendekati Risa, membawa nampan berisi sup hangat yang dibuat oleh Bi Darmi (atas perintahnya).
"Makan ini," perintah Damian kaku. "Ini buatan Bi Darmi. Bukan dari 'musuhmu'."
Risa menatap sup itu, lalu ke wajah Damian. "Saya tidak lapar."
"Makan! Atau aku akan menghubungi Mami dan memberitahu bahwa kamu menolak makan makanan buatan rumah," ancam Damian, menggunakan cara yang sama seperti yang Risa hindari.
Risa akhirnya mengambil sendok itu dengan kesal. Ia tahu Damian melakukan ini bukan karena ia mencintainya, tetapi karena ia takut kehilangan warisannya dan dimarahi Papi Harun. Namun, ada sedikit bagian kecil dalam hatinya yang lega. Setidaknya, seseorang memaksanya untuk tetap hidup.
"Kenapa kamu menunda pengobatan di Korea?" tanya Damian tiba-tiba. Pertanyaan itu terucap begitu saja, didorong oleh penemuan surat di dompet Risa semalam.
Risa menegang. "Anda menemukan surat itu?, saya yakin anda mengambil bukan menemukan surat itu" kesal Risa
"Surat penundaan pembayaran perawatan medis jangka panjang. Kenapa? Apa yang kamu sembunyikan selain kelelahan?" selidik Damian, matanya menembus kacamata Risa
dan tidak peduli dengan tuduhan Risa.
"Itu bukan urusan Anda," jawab Risa, suaranya sedikit bergetar. "Itu penyakit lama. Sudah sembuh. Saya hanya menunda pembayaran rutin tahunan."
"Dan kamu menundanya demi proyek ini? Demi melunasi utang 15 miliar itu?" Damian menyuarakan rasa tidak percayanya. "Kamu rela mati demi uang?!"
"Saya rela mati demi kebebasan," jawab Risa, menatap Damian dengan mata penuh luka.
"Saya tidak mau mati sebagai 'aset' Anda, Tuan Damian. Saya akan melunasi semuanya, dan kemudian saya bebas untuk pergi, entah itu ke Korea untuk pengobatan, atau ke mana pun takdir membawa saya."
Jawaban Risa menusuk Damian. Risa rela memilih kematian daripada terus menjadi milik Damian. Kepedulian Damian yang baru tumbuh kini terasa sia-sia.
Sementara Risa dan Damian bertarung dengan luka emosional mereka, Atha tidak tinggal diam. Atha, yang sudah mengambil alih Proyek Gamma atas nama 'membantu Risa', memanfaatkan cuti Risa untuk mendapatkan beberapa persetujuan kunci dari dewan.
Di kantor, Atha mengirimkan surel kepada Damian, melampirkan beberapa dokumen yang sudah ditandatangani.
[Surel Atha]: Damian, Risa tidak bisa diganggu. Aku sudah meminta dewan untuk menyetujui anggaran tahap 2. Aku hanya perlu tanda tanganmu sebagai CEO untuk bergerak cepat. Ini demi Risa dan proyeknya.
Damian melihat dokumen itu. Atha bergerak cepat dan efisien. Atha tidak hanya melindungi Risa, tetapi juga mempercepat proses yang membuat Risa semakin dekat pada tujuannya—melunasi utang dan meninggalkan Damian.
Damian merasa seperti bidak catur yang sedang dimainkan. Ia dikontrol oleh Papi, didorong oleh rasa bersalah, dan kini dicurangi oleh Atha yang berpura-pura menjadi pahlawan. Ia harus segera mencari cara untuk menghentikan ini, tanpa melanggar perintah Papi untuk menjaga Risa.
ok last go bacaaaa 🥰🥰