NovelToon NovelToon
ME?

ME?

Status: tamat
Genre:Percintaan Konglomerat / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Tamat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bravania

Ketika Tuan Muda punya perasaan lebih pada maid sekaligus sahabatnya.
Gala, sang pangeran sekolah, dipasangkan dengan Asmara, maidnya, untuk mewakili sekolah mereka tampil di Festival Budaya.
Tentu banyak fans Gala yang tak terima dan bullyan pun diterima oleh Asmara.
Apakah Asmara akan terus melangkah hingga selesai? Atau ia akan mundur agar aman dari fans sang Tuan Muda yang ganas?

Happy Reading~

•Ava

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bravania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sorry

Gala berlari diikuti Eric. Bahkan ia tak sadar saat bersimpangan dengan Sebastian.

pemuda itu menatap Gala berniat menghentikannya. Tapi bahkan ia tak melihatnya sama sekali. Jadi Sebastian menghentikan Eric.

"Kau temannya Gala?"

"Tidak juga. Aku teman sebangku Asmara."

"Oh.. Aku ingin tanya. Kenapa Gala terlihat panik seperti itu?"

"Kami sedang mencari Asmara. Dia belum kembali dari perpustakaan sejak ia pergi hampir dua jam yang lalu."

Kini Sebastian juga merasakan khawatir yang sama dengan Gala.

"Boleh aku ikut? Aku ada perlu dengan Asmara."

"Oh. Baiklah."

Keduanya menyusul Gala yang sudah cukup jauh.

Eric menyusul Gala yang masuk ke perpustakaan sedangkan Jeongin berkeliling di sekitar area itu.

Sebastian menghampiri petugas kebersihan yang sedang memotong rumput.

"Permisi, Pak. Boleh tanya sesuatu?"

"Ah, iya. Ada apa, Nak?"

"Bapak pernah melihat siswa perempuan lewat sekitar sini? Dia punya bintik-bintik di pipinya."

Bapak itu tampak berpikir sesaat sebelum kembali menatap Sebastian.

"Ah, iya. Tadi saya melihat siswa perempuan itu. Tapi dia tidak sendiri. Ada dua siswa laki-laki membawanya ke... area belakang sekolah, jika tak salah."

"Terimakasih, Bapak. Saya pergi dulu."

Tanpa menunggu jawaban dari petugas kebersihan, Sebastian berlari ke area belakang sekolah.

Ada beberapa ruangan berdempet yang kini Sebastian lihat. Ia mengintip satu per satu ruangan tersebut. Namun dua ruangan yang ia lihat merupakan ruangan penyimpanan berisi peralatan olahraga dan juga alat-alat kesenian.

Sampai di depan ruangan terakhir, Sebastian langsung mendobraknya begitu saja. Entah.. Tapi ia yakin Asmara ada di dalam. Butuh beberapa kali dobrakan sampai pintu itu terbuka.

Di tengah ruangan, Asmara masih terikat dengan darah kering yang mengotori pipi dan beberapa bagian seragamnya.

"Asmara!!"

Sebastian berusaha membuka ikatan di tubuh Asmara secepat yang ia bisa. Beruntunglah ia menemukan pisau lipat kecil tak jauh darinya.

Begitu ikatan terlepas, tubuh Asmara ambruk begitu saja. Ia pun menyandarkan Asmara ke tubuhnya.

"Asmara, bangun! Ku mohon. Bangunlah!"

Tepukan-tepukan pelan di pipi Asmara membuat pemuda itu sempat membuka mata sayunya-

"Ba..Basti.."

Sebelum akhirnya pingsan kembali.

Sebastian langsung menggendong Asmara keluar dari gudang sekolah itu.

Tepat saat ia sampai di ujung koridor, Gala dan Eric mendatanginya. remaja itu langsung mengambil alih tubuh Asmara dan pergi tanpa mengucapkan apapun.

Eric yang melihatnya merasa bersyukur sekaligus tak enak.

"Terimakasih."

Di sisi Gala. Ia langsung menghubungi Pak Adit agar menjemputnya saat itu juga. Persetan dengan surat ijin dan segala macamnya. Yang terpenting sekarang adalah membawa Asmara pulang dan mengobatinya.

Begitu sampai di mansion, Gala membawa Asmara ke kamarnya. Ia menyuruh beberapa maid nya untuk mengobati luka di pipi gadis itu.

Begitu selesai, semua maid tadi keluar. Gala mengganti seragam Asmara yang sudah kotor dengan piama miliknya.

Gala kini duduk di samping Asmara. Menggenggam tangannya dan terus menggumamkan kata maaf.

"Maaf, Mara. Maafkan aku.. Maafkan aku dan bangunlah! Aku tak bisa melihatmu seperti ini. Bangun, ku mohon."

~·~

Asmara membuka matanya. Mengerjap beberapa kali untuk beradaptasi dengan cahaya remang di ruangan yang ditempatinya sekarang. Gudang, itu yang terlintas di kepalanya saat bisa melihat isi ruangan tersebut.

Tubuhnya sakit. Saat akan menggerakkan tangannya, Asmara sadar ia tengah terikat di kursi.

"Katakan selamat tinggal pada suami tercintamu."

Suara berat seorang pria menyita atensi Asmara. Di sana, di sisi lain ruangan, seorang pria menodongkan pistol ke arah ibunya yang juga terikat sama sepertinya.

Dor! Dor!

"Ibu!!"

"Ibu.. Hiks.. Ibu.."

Gala menepuk-nepuk pelan pipi gadis yang masih memejamkan matanya. Jelas ia khawatir melihat Asmara yang menangis sambil memanggil ibunya.

"Asmara, bangun! Hey.."

"Ibu.. Hiks."

"Asmara, bangun! Ku mohon."

Gala memeluk sahabatnya yang terbaring di ranjang kamarnya. Ia takut sesuatu terjadi pada gadis manis dipelukannya ini.

"Eungh.."

Asmara melenguh pelan membuat Gala melepas pelukannya. Ia berusaha membuka matanya susah payah akibat pusing yang masih dirasakannya.

"Mara, kau sudah bangun?"

Pekikan pelan dari Gala membuat Asmara tersenyum kecil. Ia duduk di bantu Gala yang bahkan tak melepaskan genggaman tangan mereka sama sekali.

"Ada yang sakit? Kepalamu pusing? Kau butuh sesuatu? Mau makan? Atau-"

"Pertanyaan mu yang membuatku pusing."

Gala langsung menutup mulutnya.

"Maaf. Aku sangat takut jika kau tidak bangun lagi."

"Ck. Kau berharap aku tidur selamanya?!"

"Tentu saja tidak, Ish!"

Asmara tersenyum tipis. Badannya terasa sedikit lemas. Apalagi ditambah perdebatan kecilnya dengan Gala.

Ia melihat ruangan tempatnya berada sekarang. Kamar Gala. Ia tak tahu pukul berapa sekarang, tapi langit di luar sudah gelap terlihat dari gorden jendela yang sedikit terbuka.

"Gala, sekarang jam berapa?"

"Setengah sembilan malam."

"Ayah-"

"Paman masih di kantor menemani Papa."

"Tolong jangan cerita apapun pada ayahku."

"Tapi Ma-"

"Tolong.."

Gala menghela napas pasrah. Ia bisa apa jika Asmara sudah memohon padanya.

"Sekarang kau harus makan lalu minum obat."

Asmara ingin protes. Untuk apa ia minum obat? Ia kan ta-

"Kau demam, Mara."

Asmara hanya bisa merengut mendengar ucapan Gala.

"Aku ingin ke kamar ku."

"Tidak! Kau harus istirahat dulu."

"Aku bisa istirahat di kamarku, Gala."

"Asmara."

"Aku ingin ke kamarku. Aku tidak ingin Tuan Besar memarahi a-akh."

Asmara memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Mungkin efek karena ia berteriak saat kepalanya belum sembuh benar.

Gala panik. Ia menarik Asmara kembali ke pelukannya dan mengusap kepala gadis yang baru saja sadar itu.

Hening. Asmara menikmati usapan lembut yang sedikit meredakan sakit kepalanya.

Ia pun menjauhkan tubuhnya dari Gala.

"Tolong antarkan aku ke kamarku. Aku tak ingin Ayah khawatir jika melihatku ada di sini."

Kali ini Gala mengangguk. Ia tak bisa melihat Asmara kesakitan seperti tadi.

Setelah bicara pada Bibi di dapur untuk membawakan Asmara makan malam dan obat, Gala mengantar sahabatnya ke paviliun di belakang bangunan utama mansion keluarga Pramadana. Itu paviliun yang selama ini ditempati Asmara dan ayahnya.

Gala menuntun Asmara dengan hati-hati sampai ke kamarnya dan membaringkannya di ranjang.

"Kau tak perlu sekhawatir itu. Aku baik-baik saja."

Gala menatap Asmara yang bersandar di headboard ranjang. Gadis itu ingin tertawa melihat raut khawatir yang tak hilang dari wajah Gala sejak kepalanya sakit tadi.

"Maaf.. maaf aku tak bisa menjagamu. Maaf."

Asmara jelas terkejut mendapat pelukan tiba-tiba dari Gala. Ia tak seberani itu membalas pelukan Tuannya.

"Aku tidak apa-apa. Ini juga bukan salahmu."

Keduanya kemudian terdiam cukup lama masih dalam posisi yang sama. Gala enggan melepas pelukannya dan Asmara tak berani meminta si tuan muda melepaskannya.

Tok Tok Tok

Sampai ketukan pintu itu akhirnya membuat Gala melepas pelukannya.

"Permisi, Tuan Muda. Saya membawa makan malam untuk Asmara."

Bibi Indah masuk lalu meletakkan nampan berisi semangkuk bubur, air putih, dan obat di meja kecil yang ada di samping ranjang Asmara.

"Terimakasih, Bibi Indah. Maaf, Asmara merepotkan Bibi lagi."

"Tidak apa. Asmara sudah Bibi anggap seperti anak Bibi sendiri. Dimakan, ya. Cepat sembuh, Mara."

Asmara mengangguk patuh.

"Saya permisi dulu, Tuan Muda."

Gala hanya mengangguk. Ia meraih mangkok berisi bubur.

"Ayo, makan!"

Gala mengarahkan sesendok bubur pada Asmara. Dan sudah pasti ditolak olehnya.

"Aku bisa makan sendiri."

Gala menjauhkan sendok dan mangkok bubur itu saat Asmara akan meraihnya.

"Cepat, makan! Atau aku tak akan kembali sebelum kau selesai makan dan minum obat."

Asmara akhirnya menurut saja saat Gala menyuapinya sesendok demi sesendok bubur sampai mangkok itu kosong. Ia pun meminum obatnya tanpa disuruh membuat Gala tersenyum simpul.

"Gala."

"Iya, kenapa? Perlu sesuatu?"

Asmara menggeleng.

"Apa tadi saat di sekolah Bastian ikut mencariku? Dan bagaimana kau tahu aku di gudang?"

Ekspresi Gala mendingin seketika.

"Tidak. Eric memberitahuku kau belum kembali dari perpustakaan hampir dua jam."

"Lalu?"

"Kami mencarimu dan bertemu petugas kebersihan. Dia bilang melihatmu dibawa ke belakang sekolah. Jadi aku ke sana."

"Benarkah?"

"Kenapa? Kau tak percaya?"

"Bukan begitu. Aku... merasa sempat melihat Bastian sebelum keluar dari gudang."

"Sudah ku bilang kan. Dia tidak mencarimu."

Asmara diam. Apa penglihatannya yang salah? Tapi ia merasa benar-benar melihat Sebastian. Apa itu hanya halusinasi karena ia berada dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar?

"Istirahatlah. Ayah dan Paman akan pulang sebentar lagi. Aku pergi dulu."

Gala beranjak dari ranjang Asmara dan kembali ke mansion utama.

'Maaf, Asmara. Aku tak suka kau dekat dengannya. Apalagi sampai kau merasa berhutang budi padanya. Aku tak mau.' -Gala

1
Awa De UwU lavita uwu
Akhirnya ketemu cerita yang bikin aku kecanduan baca!
Ava: ikutin terus ceritanya yaa. happy reading😘
total 1 replies
Texhnolyze
Ceritanya keren banget, thor. Sangat menginspirasi!
Ava: aw.. makasiii. semoga ceritaku bisa menghibur temen temen. pantengin terus yaa😆
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!