Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Udara sore terasa lembap. Cahaya oranye dari matahari menembus pepohonan tinggi di area terlarang, memantulkan bayangan panjang di tanah yang basah oleh embun.
Satu per satu murid mulai siuman.
Elara membuka matanya pelan , matanya menangkap langit yang kembali cerah. Tidak ada lagi langit berwarna kelabu, tidak ada pusaran, tidak ada retakan di udara.
Ia duduk perlahan, menyentuh tanah di bawahnya.
Hangat. Nyata. Tapi… terlalu nyata untuk sekadar mimpi.
“Kita… balik?” gumam Mira sambil mengusap matanya.
“Tadi… rasanya seperti...”
“Mimpi,” sela Maria cepat, suaranya masih lemah.
Sebelum mereka sempat saling menatap lebih lama, langkah tenang terdengar dari arah hutan.
Profesor Lyra berjalan keluar dengan senyum yang jarang terlihat di wajahnya. Tatapannya lembut, namun ada sesuatu di balik sorot matanya , sesuatu yang tahu lebih banyak dari yang ia ucapkan.
“Selamat untuk kalian,” katanya, suaranya mantap namun hangat.
“Kalian dinyatakan lulus.”
Mereka semua saling pandang , kebingungan tergambar di wajah masing-masing.
“Lulus dari apa, Profesor?” tanya Maria akhirnya.
Lyra tersenyum kecil, melipat tangannya di depan dada.
“Dari ujian terakhir kalian. Dunia duplikat yang kalian runtuhkan bukan sekadar ilusi, tapi perwujudan energi leluhur. Dan kalian telah menghentikannya.”
Suasana seketika hening.
Hanya hembusan angin yang lewat di antara mereka.
“Tapi… tadi itu benar-benar nyata?” tanya Jesika ragu, masih belum bisa mempercayai kata-kata Lyra.
“Nyata,” jawab Lyra pelan tapi tegas. “Dan kalian sudah kembali sebelum portal menutup selamanya. Ayo, kita kembali ke akademi.”
Mereka mulai berjalan perlahan menuju gerbang akademi.
Langit sore berubah jingga kemerahan sangat indah tapi Elara tidak merasa tenang.
Ia menatap ke arah Brian, yang berjalan di depan dengan wajah datar seperti biasanya.
Namun… tangan mereka masih saling menggenggam.
Elara baru sadar.
Ia segera menarik tangannya, tapi genggaman itu terasa aneh seperti ada arus energi halus yang mengikat kulit mereka.
Brian menyadarinya lebih dulu. Ia cepat-cepat melepaskan tangan Elara, menepiskan ke samping, seolah itu hal sepele.
Namun Elara tahu , itu bukan hal biasa.
“Selamat untuk kalian berdua,” ucap Lyra sambil menatap sekilas ke arah mereka. “Kalian berdua menyatukan energi yang bahkan leluhur pun gagal melakukannya.”
Brian terdiam. Ia menunduk, tidak membalas tatapan Lyra.
Sementara Elara hanya bisa mengernyit, menatapnya penuh tanya.
“Menyatukan?” gumamnya pelan.
“Jadi yang tadi… bukan mimpi?”
Brian tak menoleh. Ia terus berjalan lebih dulu, meninggalkan mereka di belakang.
Arsen menatap punggungnya lama, lalu beralih pada Elara.
“Kamu gak papa?” tanyanya lembut.
Elara tersenyum tipis, berusaha tenang.
“Aku baik-baik saja, Arsen.”
Namun matanya tak bisa lepas dari Brian yang semakin menjauh di depan.
Ada sesuatu yang berbeda padanya , auranya, langkahnya, bahkan caranya menatap tanah seperti sedang menimbang sesuatu yang berat.
“Kayanya tadi kloningannya…” gumam Elara lirih tanpa sadar.
Ia berjalan lebih cepat, lalu spontan mencoba menyentuh tangan Arsen, tapi
Tangannya tembus tidak dapat menyentuhnya seperti tersengat listrik.
Tidak ada sensasi fisik, tidak ada sentuhan apapun.
Elara membeku.
“Kenapa… masih gak bisa?” pikirnya cemas.
Ia berlari kecil ke arah Dorion yang berjalan di sisi depan.
“Dorion!” panggilnya.
Dorion menoleh cepat.
“Ada apa?”
Elara langsung meraih tangan Dorion tapi lagi-lagi, tangannya merasa seperti tersengat listrik, Dorion seperti bayangan.
Ia mundur dua langkah, wajahnya berubah pucat.
“Apa hanya… sama Brian saja?” gumamnya pelan, matanya bergetar.
“Ada apa?” tanya Arsen mendekat lagi.
Elara menoleh padanya, cepat-cepat memaksa senyum.
“Tidak apa-apa,” katanya sambil menunduk.
Namun di dalam hatinya, ia tahu
Ada sesuatu yang tersisa dari dunia duplikat itu.
Sesuatu yang membuatnya masih terikat pada Brian,
dan terpisah dari semua yang lain.
Langit sore di atas mereka perlahan berubah menjadi malam.
Tapi di genggaman samar Elara, masih terasa sisa hangat ,
hangat dari tangan Brian yang tadi menyalamatkannya.