"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."
Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.
Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.
Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.
Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.
Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAHASIA HATI
Dua minggu berlalu di Rajawali. Hari-hari berjalan dengan ketenangan yang relatif setelah drama awal. Alexa terpaksa menahan diri setelah insiden di kantin, sementara Aluna semakin nyaman di dunia barunya, meskipun ia harus berjuang keras di dunia nyatanya.
Persahabatan antara Aluna dan Gabriella semakin menguat. Gabriella dengan tulus menghargai kehadiran Aluna, dan sesekali, Aluna benar-benar memenuhi ajakan Gabriella untuk bergabung di Markas Big Five sepulang kuliah.
Meskipun setiap sesi belajar atau bersantai di markas berarti Aluna harus mengorbankan waktu istirahat atau menggeser jam kerjanya, Aluna selalu menerimanya dengan senyum. Ia menghargai usaha dan ketulusan Gabriella yang mau meluangkan waktu bersamanya tanpa memandang status. Ia tidak ingin Gabriella merasa bahwa ajakannya ditolak.
Namun, di balik senyum dan tawa ringannya, Aluna menyembunyikan kelelahan yang luar biasa. Matanya sedikit cekung, dan ia harus meminum kopi ekstra keras untuk tetap fokus saat berdiskusi di markas. Ia menjaga ketat agar tidak ada satu pun dari mereka, terutama Gabriella, yang melihat tanda-tanda kelelahan itu.
Hanya Yoga yang menyadari sepenuhnya perjuangan Aluna. Ia melihat cara Aluna memaksakan dirinya untuk tetap terlibat dalam percakapan, cara ia menggenggam erat cangkir kopinya, dan bagaimana posturnya sedikit membungkuk saat ia berpikir tidak ada yang memperhatikan.
Yoga, yang selalu mengamati dari sudut, tahu bahwa Aluna sedang bekerja keras—bukan hanya di kampus, tetapi di tempat lain. Ia tahu Aluna terlalu pandai menutupi kelelahannya dengan semangat palsu.
Melihat pengorbanan Aluna untuk mempertahankan persahabatan ini, rasa hormat dan protektif Yoga semakin dalam. Ia sering memastikan Aluna memiliki kursi paling nyaman, dan ia akan mengalihkan pembicaraan jika ada yang mencoba membahas sesuatu yang terlalu pribadi. Ia tetap mempertahankan jaraknya, menjadi pelindung sunyi yang memastikan Aluna bisa mendapatkan kebahagiaan sesaatnya di markas tanpa perlu dibebani rasa kasihan.
Di tengah kehangatan persahabatan itu, Aluna sendiri tanpa sadar mulai menaruh hati pada Axel.
Axel adalah yang paling sering duduk di dekat Aluna. Ia selalu memulai obrolan yang tulus, ia yang pertama kali memperhatikan saat Aluna terlihat kebingungan, dan ia selalu menunjukkan perhatian yang hangat dan suportif—bukan hanya karena janji perlindungan, tetapi karena ia benar-benar terpesona oleh kecerdasan Aluna.
Setiap kali Axel tersenyum padanya, atau bertanya tentang bukunya, hati Aluna berdebar kencang. Ia menyadari perasaannya. Itu adalah cinta yang mustahil dan tahu diri. Ia melihat Axel dan Gabriella sebagai pasangan yang sempurna, yang ditakdirkan bersama. Oleh karena itu, ia menyimpan rapat-rapat kekagumannya di balik topeng persahabatan.
Aluna memutuskan, selama ia bisa berada di dekat Axel sebagai teman, selama ia bisa merasakan perhatian pria itu tanpa harus merusak persahabatan dengan Gabriella, itu sudah lebih dari cukup.
Axel adalah harapan rahasianya di tengah kerasnya kenyataan.
Meskipun hari-hari berlalu dengan tenang, di bawah permukaan, Aluna harus menyimpan rahasia cintanya pada Axel.
....
Malam hari di Kontrakan Aluna dan Justin.
Aroma teh hangat dan buku-buku lama mengisi udara. Mereka sedang bersantai di lantai, bersandar di sofa usang.
Justin baru saja selesai mencuci piring, sementara Aluna melonggarkan ikatan rambutnya setelah seharian di kampus dan bekerja. Ia terlihat lelah, tetapi matanya memancarkan kehangatan saat melihat adiknya.
"Tugasmu sudah selesai, Dek?" tanya Aluna, menyeruput tehnya.
"Sudah, Kak. Tinggal menunggu inspirasi untuk lagu baru," jawab Justin, memegang gitar tuanya. Ia melihat wajah Aluna yang terlihat kelelahan, dan nada suaranya berubah menjadi lebih serius.
"Kak, serius sekarang. Di kampus, apakah ada yang masih mengganggu Kakak?" tanya Justin, tatapannya mencari kejujuran di mata Aluna.
"Mereka yang dulu itu... mereka masih mencoba mencari masalah?"
Aluna tersenyum lembut, menghargai kekhawatiran adiknya. "Tidak ada, Justin. Semuanya aman. Setelah insiden hari kedua, mereka semua sudah seperti... eh, seperti kucing yang baru dicuci. Diam dan bersih"
Justin menghela napas lega. "Baguslah. Aku tidak ingin Kakak merasa tidak nyaman di sana. Kakak harus fokus pada studi Kakak."
Aluna menyenggol lengan Justin, menggoda adiknya.
"Daripada mengkhawatirkan Kakak, lebih baik kamu fokus pada gitarmu itu," ujar Aluna. "Gimana kalau kamu buat lagu baru? Tema-nya... tentang kekaguman tersembunyi?"
Justin mengerutkan kening. "Kekaguman tersembunyi? Apa itu?"
Aluna tertawa kecil, memikirkan Axel. "Iya, tentang seseorang yang sangat kamu kagumi, yang selalu baik padamu, tetapi kamu hanya bisa mengaguminya dari jauh karena kamu merasa... ya, tahu diri."
Justin tersenyum misterius. Ia tahu Kakaknya berbicara tentang dirinya sendiri.
"Menarik," kata Justin, memetik senar gitarnya. "Kalau begitu, Kakak harus menceritakan lagi tentang "seseorang" itu. Setiap detailnya. Bagaimana dia bicara, bagaimana dia tertawa, bagaimana dia melihat Kakak."
"Hei! Aku hanya bercerita sebagai teman," sanggah Aluna, wajahnya sedikit memerah. "Pokoknya, buat lagu itu! Buat lagu yang bagus sekali, lagu yang sangat jujur. Aku yakin, lagu itu akan membuka semua pintu untukmu."
Justin menatap gitar tuanya, lalu menatap Aluna. "Aku akan membuatnya. Aku janji. Tapi lagu itu akan bercerita tentang dua orang yang saling melindungi dari dunia luar, Kak. Dan bagaimana kita berdua akan sukses bersama-sama."
Mereka saling tersenyum, janji tak terucap bahwa mereka akan selalu menjadi pelabuhan satu sama lain di tengah badai kehidupan. Kekhawatiran Justin telah mereda, digantikan oleh inspirasi yang diberikan oleh Aluna.
Sementara tawa dan harapan memenuhi kontrakan Aluna, Justin kembali fokus pada gitarnya, dan Aluna menikmati kehangatan adiknya, tanpa menyadari bahwa perasaannya yang tersembunyi pada Axel akan segera menjadi melodi baru dalam hidup mereka.
.....
Rayuan di Kediaman William
Ruang kerja mewah Tuan William.
Gabriella melangkah masuk, menjauhkan segala bentuk keceriaan kampus dari wajahnya, menggantinya dengan ketenangan yang penuh perhitungan. Ia tahu, setelah pernikahan Arjuna yang tinggal sebulan lagi, ia akan menjadi pusat dari semua rencana aliansi bisnis Ayahnya.
"Ayah," sapa Gabriella lembut. Ia duduk di kursi seberang meja besar Tuan William. "Aku ingin bicara tentang tanggung jawab. Aku sudah memikirkannya baik-baik."
Tuan William, yang sedang membaca laporan, mengangkat alis. "Tanggung jawab apa, Gaby? Aku tidak meragukan keseriusanmu."
"Aku akan melakukan segalanya, Ayah. Aku akan mengambil alih portofolio investasi properti yang Ayah minta. Aku akan lulus summa cum laude, aku akan menyusun strategi pasar baru," janji Gabriella, suaranya mantap dan profesional. "Aku akan menjadi pewaris yang setara dengan bang Arjuna."
Ia kemudian mengambil napas dalam-dalam. "Tapi, aku meminta satu hal sebagai imbalan untuk semua kepatuhanku: Izinkan aku memilih pasanganku sendiri."
Tuan William meletakkan laporannya. Keputusan ini penting. Ia tahu bahwa jika Gabriella bahagia, ia akan menjadi aset yang lebih stabil. Ia melihat tekad di mata putrinya—tekad yang bisa dimanfaatkannya.
"Sebuah perjanjian, Gaby?" tanya Tuan William. "Jika kamu memenuhi semua kewajiban bisnis yang kupinta, dan jika pilihanmu memiliki latar belakang yang setara dengan kita—finansial dan sosial—maka aku akan mengabulkannya."
"Tidak ada lagi perjodohan politik, Ayah?" desak Gabriella untuk memastikan.
"Tidak ada lagi perjodohan politik," Tuan William menyetujui, senyum kecil terukir di bibirnya. "Namun ingat, standar kita tidak akan pernah turun."
Hati Gabriella melonjak. Ini adalah kemenangan besar. Ia kini punya kendali atas hidupnya, dan ia yakin, Axel adalah pilihan yang sempurna. Ia bergegas keluar, lega dan bersemangat, tidak menyadari bahwa kebebasan ini akan segera menjadi tekanan bagi sahabat-sahabatnya.
..
Rooftop Markas Big Five. Mereka berkumpul, menikmati musik keras dan pemandangan kota.
"Baiklah, rencana pesta ulang tahun Ariana harus final malam ini!" seru Jhonatan, memegang tablet berisi checklist acara.
"Gila! Aku tidak sabar dengan ide live music itu," gerutu Kevin. "Kenapa tidak kita sewa saja band pop terkenal? Lebih keren dan megah."
Axel menggeleng. "Ariana bilang dia bosan dengan yang itu-itu saja. Dia ingin sesuatu yang pure. Dia ingin seorang siswa dari sekolahnya yang tampil. Katanya, suaranya tulus dan lagu-lagunya mendalam."
"Seorang siswa?" tanya Jay, tertarik. "Apa dia kenal? Kenapa kita harus repot-repot?"
"Ariana bilang dia menolak setiap kali diajak," jelas Axel. "Dia bilang anak itu terlalu pemalu atau terlalu menjaga harga diri, aku tidak tahu. Tapi Ariana ingin sekali anak itu tampil. Dia bilang, musiknya akan sangat pas untuk pesta yang intim."
Yoga, yang hanya mendengarkan sambil menyesap minumannya, mengangkat kepala sedikit. Ia tertarik dengan kata-kata 'menolak' dan 'menjaga harga diri'. Itu mengingatkannya pada seseorang yang ia kenal baik.
"Siapa namanya?" tanya Jhonatan. "Axel, cari tahu detailnya. Kita tidak akan tanya Ariana lagi. Kita yang akan mengurusnya. Kita harus tunjukkan pada Ariana bahwa kita bisa mendapatkan siapa pun yang dia mau."
"Aku tidak tau, ariana hanya bercerita dia sering bermain gitar di taman belakang sekolah. Dia anak beasiswa, tapi bakatnya nyata," kata Axel.
"Aku akan meminta bodyguardku untuk mencari tahu namanya dan di mana rumahnya besok."
Mereka semua tidak menyadari bahwa 'siswa beasiswa' yang menolak Ariana karena harga dirinya, yang memiliki bakat musik murni, adalah Justin, adik kandung dari Aluna—gadis yang baru saja mereka akui sebagai sahabat mereka.
Rencana ini, yang dibuat dengan niat baik untuk menyenangkan adik mereka, tanpa sengaja akan membawa mereka langsung ke jantung Aluna.
Dengan kebebasan memilih yang didapat Gabriella, dan rencana Big Five untuk merekrut Justin, akankah Aluna mampu menjaga jarak antara dua dunia yang kini saling mendekat itu?