NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Mafia

Terjerat Cinta Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:941
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Ketika Maya, pelukis muda yang karyanya mulai dilirik kolektor seni, terpaksa menandatangani kontrak pernikahan pura-pura demi melunasi hutang keluarganya, ia tak pernah menyangka “suami kontrak” itu adalah Rayza, bos mafia internasional yang dingin, karismatik, dan penuh misteri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

"Kenapa harus melibatkan Maya? Dia sama sekali nggak tahu apa-apa, kayak anak kecil..." kata Rayza sambil mendesah berat.

"Itu pilihan dia sendiri buat melunasi utang orang tuanya. Sesederhana itu," jawab sang bos dengan suara dingin.

"Maksudmu... itu jalan yang kamu paksa dia ambil…" gerutu Rayza.

"Atau kamu lebih suka aku jual organ tubuhnya di pasar gelap? Atau lelang dia biar dibeli sama om-om kaya buat dijadiin budak seks pribadi? Menurutmu, itu bisa nutup utangnya? Kayaknya sih nggak," ujar bos itu sambil menyeringai geli.

"Kamu gila… bajingan..." desis Rayza, matanya menatap liar penuh amarah.

"Aku nggak peduli kamu mau lihat aku kayak apa, Rayza. Aku punya tanggung jawab, dan kamu juga. Nikahi dia, tiduri dia, hamili dia, dan kasih aku seorang ahli waris!" bentak bos itu keras.

"Kamu sadar nggak sih sama omonganmu barusan?" Rayza memandang ayahnya dengan wajah tak percaya.

"Emangnya kenapa? Kalau kamu nggak suka urutannya, ya udah, tidurin dulu sebelum nikah. Aku nggak peduli. Tapi menurutku, kamu tetap nggak bisa bikin dia hamil tanpa ngelakuin itu... haha. Lakukan dengan cara alami, Nak..." katanya dengan senyum puas di wajah.

"Kamu nggak ngerti. Aku bisa aja tidur sama dia sampai dia hancur, tapi aku tetap nggak akan cinta. Aku bisa bikin dia gila, tapi itu nggak akan bikin kamu punya ahli waris. Aku bilang sekali lagi: aku nggak mau nerusin bisnis ini, dan aku juga nggak akan punya anak buat jadi penerusnya," ucap Rayza dengan lantang dan jelas.

"Jangan egois, Rayza. Aku juga nggak akan pilih kamu kalau ada pilihan lain. Tapi sayangnya, baik untuk kamu maupun aku... nggak ada pilihan," balas ayahnya dengan nada kelam.

"Kamu nggak bisa pakai gadis itu buat ngiket aku ke bisnis ini…" kata Rayza, nada suaranya tenang tapi tegas.

"Kita lihat aja nanti…" jawab ayahnya, mengangkat bahu santai.

Kedua pria itu saling menatap tajam, tidak ada yang mau mundur. Ketegangan itu akhirnya dipatahkan oleh ketukan pelan di pintu. Sang bos mendengus dan memalingkan muka dari anaknya. Tapi sebelum pintu itu terbuka, Rayza sudah menariknya dan membantingnya keras sebelum pergi dari ruang kerja ayahnya.

"Masuk! Kenapa kamu cuma berdiri di situ?!" bentak sang bos pada pria yang tadi mengetuk.

Jelas bagi pria itu, apapun yang baru saja dibahas bosnya dengan putranya, tidak berjalan baik… dan sekarang dia-lah yang akan menanggung amarah sang bos.

Aku terbangun keesokan paginya dengan kepala sedikit pening dan nyeri di antara kedua pahaku. Setiap kali aku bergerak, rasa sakit itu mengingatkanku pada Rayza pada bagaimana dia menyentuh dan memanjakan tubuhku malam itu.

Tersisa 27 hari lagi. Bertahanlah, Maya!

Setelah apa yang terjadi semalam dengan Rayza, aku semakin yakin harus menjauhinya. Untuk bisa bertahan hidup selama 27 hari ke depan, aku harus menjalankan rencana "Hindari Rayza Seperti Penyakit". Aku harus sebisa mungkin menghindarinya dalam setiap kesempatan dan membatasi waktu serta interaksi dengannya.

**

Pagi ini waktu yang tepat untuk memulai. Aku menyingkirkan semua pikiran dan kenangan tentang kebersamaan kami semalam, dan mengingatkan diriku sendiri untuk fokus pada masa kini dan masa depan bukan masa lalu. Sama seperti hari-hari sebelumnya, aku langsung ke dapur, memasak sesuatu untuknya, lalu meletakkannya di meja makan.

Seperti dugaanku, aku tidak bertemu Rayza sama sekali pagi itu sebelum aku keluar dari penthouse. Seperti biasa, aku pergi ke rumah sakit untuk menjenguk nenekku. Bedanya, mulai hari ini aku akan mulai mengerjakan lukisan potret nenek.

“Pagi, Nek!” sapaku riang sambil menjulurkan kepala ke pintu kamar rumah sakitnya.

“Maya… kamu datang lagi hari ini,” kata nenek dengan senyum hangat dan penuh kasih.

“Tentu dong. Aku kangen, Nek,” jawabku sambil menghampirinya.

“Kamu nggak harus datang setiap hari, lho. Nenek yakin kamu pasti punya banyak hal yang harus dikerjakan,” katanya dengan nada khawatir.

Aku hanya tersenyum. Aku tak ingin berbohong padanya, tapi kenyataannya sejak kejadian mafia membobol toko dan aku terpaksa tinggal di tempat ini, aku sudah tidak kuliah. Karena ini tahun terakhirku, sebenarnya tidak banyak kelas tatap muka lebih banyak tugas akhir berupa karya seni dari berbagai proyek.

Aku benar-benar fokus agar tidak sampai terlambat mengumpulkan tugas-tugas itu. Kalau sampai telat, kelulusanku bisa tertunda.

Tapi aku tidak ingin membuat nenekku cemas, jadi semua itu tak pernah aku ceritakan. Aku hanya berharap, setelah semua ini selesai dalam sebulan, semuanya bisa kembali normal. Nenek sedang sakit, dan stres tidak akan membantu kesembuhannya.

“Sebenarnya sekarang kuliah lagi santai-santainya, Nek. Tapi tetap aja ada beberapa proyek yang harus kukerjakan,” jawabku sambil tersenyum, mencoba terdengar santai.

“Apa rencanamu hari ini? Kamu bawa banyak banget barang,” tanya nenek sambil menunjuk ke lorong, tempat beberapa kertas dan peralatan gambar dibawa masuk oleh pengawal yang menemaniku.

"Sudah kubilang kemarin, kan? Aku bakal nunggu fotomu, makanya hari ini aku bawa beberapa bahan biar kita bisa mulai bikin sketsa," jelasku.

"Sketsa? Maksudmu, kamu mau gambar aku?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Iya. Rencanaku sih mau bikin beberapa sketsa kamu dengan berbagai pose dan ekspresi muka yang beda-beda, nanti kamu bisa pilih mana yang paling kamu suka buat aku lukis. Gimana?" kataku sambil tersenyum bangga.

"Oh gitu... ya sudah, kedengarannya seru. Ayo kita jalanin rencanamu," kata nenekku sambil terkekeh gugup.

Walaupun aku berusaha menggambar nenekku sesuai rencana, ternyata nggak semudah yang kupikir. Masalah utamanya: aku susah banget buat fokus. Setiap kali menatap halaman putih di buku sketsaku, pikiranku malah ke mana-mana. Dan sialnya, setiap kali pikiranku mengembara, ujung-ujungnya pasti kembali ke satu orang: Rayza.

Seharian ini aku nggak bisa berhenti mikirin Rayza. Mukaku rasanya panas tiap kali keinget Rayza dan semua hal nakal yang dia lakuin semalam di ruang teater. Aku cuma bisa berharap nggak ada yang denger teriakanku atau erangan yang keluar dari mulutku. Malu banget rasanya, karena aku udah nunjukin sisi diriku yang kayak gitu ke Rayza.

Aku merasa susah sekali untuk fokus menggambar. Saat menunduk melihat tanganku yang memegang pensil, aku menyadari tangan ini sedikit bergetar. Aku memejamkan mata dan menarik napas panjang. Pikiran ini terus melayang padanya aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi.

Mataku kembali menatap beberapa coretan kasar yang sempat kubuat. Tidak ada yang memuaskan. Hasilnya sungguh tidak sebanding dengan waktu yang sudah kuhabiskan hari ini.

“Maya, kamu nggak apa-apa?” tanya nenekku. Nada suaranya terdengar khawatir. Mungkin dia bisa merasakan kalau ada yang aneh dariku.

“Ah, aku nggak apa-apa, Nek,” jawabku cepat-cepat, berusaha terdengar tenang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!