Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Ada Rasa
Sementara itu di ruang kerja Sean...
"Ada apa?" Tanya Sean.
"Pak, Anda meminta saya mengawasi keluarga Pak Pramono, dan saya melakukannya. Pak Pramono ada rapat di restoran X dengan pemilik perusahaan Marlin." Ujar Julian.
"Apa ini ada hubungannya dengan saham yang mereka tawarkan? Si idiot itu ingin menggunakan uangku untuk membeli beberapa saham perusahaan yang sedang berkembang pesat di negara ini." Ucap Sean.
"Sepertinya begitu. Dan Pak? Soal tadi, maaf. Saya cuma ingin bantu karena Pak Sean kelihatan agak gugup. Pak Sean bilang bahwa Pak Sean lah yang ada di kolam renang, tapi saya tidak tahu soal ciuman itu." Ucap Julian.
"Apa yang dia katakan padamu?" Tanya Sean.
"Non Intan bilang dia keluar dari pertunangan yang rumit dan menikah dengan pria yang mungkin seumuran dengan Papanya. Dia tidak ingin menimbulkan masalah bagi saya dan meminta saya untuk tidak melakukannya lagi." Jawab Julian.
"Seusia Papanya?" Ucap Sean bingung.
"Saya juga tidak mengerti bagian itu, Pak." Balas Julian bingung.
"Baiklah, besok kita akan mengobrol sebentar dengan orang-orang dari Perusahaan Marlin sebelum pertemuan ini." Ucap Sean.
"Baiklah, Pak, saya akan mengaturnya." Balas Julian.
Mereka menutup telepon dan Sean tetap di ruang kerjanya.
Semakin hari Sean semakin peduli pada Intan, dan itu mengganggunya, terutama karena mereka sudah sepakat dan pernikahan itu akan segera berakhir. Dia harus melupakan Intan.
Dia berganti pakaian dan pergi menuju bar yang dia tahu tempat beberapa rekan kerjanya sering nongkrong. Saat mereka minum, bermain biliar, dan mengobrol, dia tidak memikirkan Intan. Namun, ketika semua orang duduk untuk minum, para gadis mendekati meja mereka dan salah satu dari mereka mendekat.
Seorang wanita mencium Sean, ciuman yang sama seperti yang dia berikan pada Intan di tepi kolam renang. Pikirannya dipenuhi oleh Intan, lalu dia mendorong wanita itu menjauh.
"Ada apa?" Tanya Denis teman Sean.
"Aku tidak tertarik!" Jawab Sean kasar.
"Tidak tertarik? Ada apa Sean? Wanita itu sangat seksi." Ucap Denis.
"Aku tahu, tapi aku sedang tidak ingin. Sudah malam, aku pulang dulu." Balas Sean.
Sean bangkit dan pergi, sudah lewat pukul tiga pagi. Dia memarkir mobilnya dan ketika membuka pintu rumah, dia mendengar suara sesuatu pecah. Dia segera menuju dapur. Bi Lila tidak mendengar suara itu karena pintu kamarnya tertutup rapat. Intan menutupnya dengan sengaja agar tidak mengganggunya, karena setiap kali dia bangun untuk minum air, Bi Lila akan terbangun untuk menyusul. Intan menyadari bahwa hal itu mulai melelahkan bagi Bi Lila, jadi sekarang dia menutup pintu setiap kali dia bangun agar tidak mengganggu Bi Lila.
Ketika Sean sampai di dapur, dia melihat pecahan kaca di lantai dan Intan berdiri di sana. Ketika mendekat, Sean melihat darah di kaki Intan dan mengangkatnya tanpa berkata apa-apa, yang membuat Intan takut.
"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku." Ucap Intan.
Intan mencium bau alkohol dan rokok dari pria yang menggendongnya. Dia tidak mengenali baunya. Intan lalu meletakkan tangannya di wajah pria itu. Dia tampak seperti orang yang sama dari kolam renang.
'Tapi apa yang dilakukan sekretaris Julian di sini pada jam segini?' tanya Intan dalam hati.
Intan seolah tengah memandang pria dihadapannya dengan heran.
"Apa yang kau lakukan di sini pada jam segini?" Tanya Intan.
Sean hendak mengatakan bahwa dia bukan Julian, tapi dia mengurungkan niatnya. Dia ingin tahu mengapa Intan mengatakan dia telah menikah dengan pria yang cukup tua untuk menjadi Papanya.
"Kenapa kau tidak menjawab ku? Apa karena ucapanku tadi?" Tanya Intan.
Sean lalu mendudukkan Intan di sofa. Dia hendak bicara, tapi dia tetap terdiam. Dia lalu mengambil ponselnya, mengetik sesuatu, lalu mengaktifkan fitur pembacaan suara.
Suara Elektronik "Tetap di sini."
"Apa kau serius mau pakai suara itu padaku? Aku sudah harus mendengarnya setiap kali aku menyentuh ponselku, Sekretaris Julian." Ucap Intan.
"Diam saja. Kau berdarah." Suara elektronik kembali terdengar.
"Aku akan mengalami pendarahan otak jika kau tidak bicara padaku." Balas Intan.
"Kalau kau tidak bisa diam, aku akan menciummu, Intan!"
Intan langsung terdiam dan wajahnya memerah setelah mendengar suara elektronik itu bicara. Di ruangan yang remang-remang, Sean tidak menyadari wajah Intan yang memerah. Dia pergi ke dapur untuk mencari kotak P3K, tapi tidak menemukannya. Dia kemudian pergi ke lemari kamar mandi dan menemukannya.
Sean kembali ke ruang tamu untuk merawat kaki Intan. Saat dia menyentuh kaki Intan dan dengan lembut mengoleskan kapas ke atasnya agar tidak melukainya, dia menyadari bahwa lukanya tidak terlalu dalam tetapi berdarah cukup banyak karena pecahan kaca membuat lukanya tetap terbuka. Ketika dia menggunakan pinset untuk mencabut kaca itu, Intan tersentak kesakitan.
"Itu menyakitkan." Desis Intan.
"Kenapa kau berjalan-jalan di dapur tengah malam?" Tanya suara elektronik.
"Aku ingin segelas air. Sebenarnya, aku masih ingin minum karena aku belum bisa meminumnya karena gelasnya jatuh dari meja." Jawab Intan.
"Aku akan mengambilnya untukmu nanti. Biar aku bersihkan lukamu dulu dan menutupinya." Lagi-lagi suara elektronik yang bicara.
"Baiklah." Kata Intan.
Sean menyentuh Kaki Intan dengan begitu lembut hingga Intan tersipu, dan kali ini Sean menyadari hal itu dan tersenyum. Setelah selesai membersihkan dan membalut luka Intan, Sean dengan lembut mengusap betis Intan, membuat Intan menghindar karena malu.
"Apa yang kau lakukan? Kau sudah berjanji ini tidak akan terjadi lagi." Ucap Intan.
Sean teringat apa yang Julian katakan kepadanya dan berkata, 'aku berjanji tidak akan menciummu, dan aku akan menepati janji itu.'
"Sekretaris Julian?" Ucap Intan.
Sean tidak menjawab dan mengangkat tangannya sedikit lagi. Intan menggigil dan berdiri, dia berbicara dengan gugup.
"Kita tidak bisa melakukan ini, meskipun pernikahanku adalah kebohongan belaka. Aku tidak tahu apa yang bisa dilakukan Sean karena aku tidak percaya padanya, dan kau juga seharusnya tidak. Setahuku, dia sudah membunuh calon istrinya. Bayangkan apa yang bisa dia lakukan pada kita? Dan aku mungkin akan tertangkap oleh pihak berwenang atas apa pun yang telah dia lakukan dan membuatku menanggung kesalahannya. Kau tidak boleh berada di dekatku." Ujar Intan.
Sean merasa sangat tidak nyaman dengan ucapan Intan.
'Apakah ini cara pandangnya padaku? Pria kejam yang tak pantas dipercayainya?' tanya Sean dalam hati.
Sean lalu tersadar. Sejak bertemu Intan, dia tak pernah bersikap baik padanya. Dia memperlakukan Intan dengan buruk di gedung pertama kalinya mereka bertemu. Dia memanfaatkan disabilitas Intan untuk keuntungannya, dan membuat Intan disalahkan atas kejahatannya. Apa lagi yang dia harapkan dari Intan.
"Apakah kau mencoba melindungi ku?" Suara elektronik lagi berbicara.
"Tentu saja, kau tampak seperti orang baik. Jadi, kau harus berhati-hati." Balas Intan.
"Dan agar aku berhati-hati, aku tidak bisa menyukaimu, begitukah?" Tanya suara elektronik lagi.
"Bodoh sekali kalau menyukaiku." Jawab Intan.
Bersambung...