Ayushita Dewi, gadis berusia dua puluh dua tahun tapi memiliki tubuh yang cukup oversize. 109kg dengan tinggi badan 168cm. Kehidupannya awalnya cuek saja dengan kondisi tubuhnya yang besar itu, tapi dengan pertemuan kliennya membuat jas lengkap bernama Dewangga Aldiansyah yang cerewet itu membuat Ayushita jengah dan memutuskan untuk diet.
"Cewek kok oversize."
"Jangan usik kehidupanku yang nyaman ini, mau oversize atau ngga, bodo amat!"
Tak di sangka perselisihan masalah tubuh Ayushita itu membuat Dewa lebih dekat dan akrab dengan gadis itu. Apalagi dia melihat perselingkuhan tunangan Dewangga tunangannya membuat Ayushita dan laki-laki itu semakin dekat dan menimbulkan benih-benih cinta.
Apakah mereka akan berlanjut dengan cinta? Atau selamanya akan jadi Tom and Jerry?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummi asya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Di Kafe 2
Ayushita masih memperhatikan perempuan dan laki-laki duduk yang tidak jauh dari tempatnya duduk dengan Dinda. Dia sengaja sedikit menunduk agar tidak terlihat oleh perempuan tunangan Dewa, karena wajahnya cukup di kenal olehnya.
Saat pelayan datang, ponsel Ayushita berbunyi dengan sangat kencang membuat orang-orang di sekitar menoleh padanya. Dinda juga kaget dengan suara dering ponsel Ayushita.
"Mbak, suaranya nyaring banget. Itu telepon masuk," ucap Dinda.
"Iya ini lagi aku ambil di tas. Mana sih ini kok susah bener di carinya, mana ngga berhenti lagi," ucap Ayushita mengubek isi tasnya.
"Kampungan banget sih suara teleponnya, nyaring banget kayak di pasar."
"Heh, pantes orangnya juga gembrot. Suara telepon aja nyaring gitu, tuli dia."
"Hahah!"
Suara ledekan pengunjung kafe yang dekat dengannya membuat Ayushita kesal, ponsel sudah di tangan melihat nomor tak di kenal tertera di layar. Tapi kemudian di jawab sambungan telepon itu.
"Halo? Siapa ini?" tanya Ayushita.
"Kata karyawanmu, kamu lagi cari bahan kain di pasar induk?"
Ayushita mengerutkan dahinya mendengar suara laki-laki di seberang sana.
"Emm, iya. Kenapa pak?" tanya Ayushita masih menebak suara siapa di seberang sana.
"Lalu kapan jas pertunangan ku di buat?"
Kali ini Ayushita sudah menebak siapa laki-laki di seberang sana, pandangannya menatap ke arah dua orang perempuan dan laki-laki yang sedang makan siang seperti dirinya.
"Sepulang dari pasar induk saya akan memberikan perintah pada karyawan saya langsung membuatkan pesanan anda."
"Anda di mana? Sekalian makan siang juga?"
"Eh, iya. Dengan asisten saya."
"Di lokasi mana?"
Dahi Ayushita mengerutkan bingung kenapa laki-laki itu menanyakan dia ada di mana?
"Jauh dari butik saya pak, memangnya kenapa?"
"Sekalian saja, kirim alamat tempat makan siangnya."
"Tapi ..."
"Secepatnya ya."
Klik!
Belum sempat Ayushita meneruskan ucapannya, laki-laki di seberang sana memutus sambungan teleponnya. Dia menatap lagi ke arah perempuan dan laki-laki yang sedang mesra di depannya, tersenyum kecil lalu dia mengetik pesan singkat dan mengirimnya dengan cepat.
"Baiklah, dia yang memaksa untuk makan siang denganku. Apa jadinya jika dia tahu kalau calon tunangannya itu selingkuh," gumam Ayushita kembali menatap perempuan dan laki-laki yang hanya berjarak empat kursi dari tempatnya.
Senyumnya mengembang tipis, Dinda memperhatikan wajah bosnya dengan heran.
"Mbak Ayu, kok senyum-senyum sendiri? Ada yang lucu ya?" tanya Dinda.
"Kita lihat nanti ada drama sinetron di sini, lihat saja nanti," ucap Ayushita membuat Dinda heran.
"Drama sinetron? Ada syuting di tempat ini?" tanya Dinda lagi bingung.
"Sudah, kita tunggu aktor utamanya. Pasti ada drama sebentar lagi, heh. Aku pengen tahu bagaimana ya perempuan sombong itu wajahnya. Pasti dia akan malu, hahah," ucap Ayushita lagi.
Lagi-lagi membuat Dinda bingung, tapi dia tidak meneruskan pertanyaannya. Menunggu makanan yang datang karena perutnya sudah lapar sejak keluar dari pasar induk tadi.
Lima belas menit berlalu, Ayushita melirik jam di tangannya. Makanan hampir habis, dia melirik ke arah dua orang laki-laki perempuan masih asyik bercanda mesra. Sedikit gelisah dia karena menunggu orang yang akan membuat kafe itu ramai.
"Mbak, sudah kenyang. Apa kita langsung pulang setelah ini?" tanya Dinda.
"Tunggu dulu, klien kita mau datang kesini," ucap Ayushita.
"Klien? Mau datang kesini? Siapa? Tumben mau datang ke tempat makan begini," ucap Dinda bingung sendiri.
"Sudah kamu diam saja, tunggu dengan santai. Kita tidak langsung pulang, mau di traktir makan siang lagi," ucap Ayushita membuat Dinda lagi-lagi bingung.
Tapi dia malas bertanya lagi, yang penting dia kenyang dan mau mengikuti apa kata bosnya. Dua puluh menit berlalu, ponsel Ayushita kembali berdering. Gadis itu langsung menjawab sambungan teleponnya.
"Ya."
"Di meja berapa?"
"Dua puluh tujuh."
Klik!
Sambungan telepon di tutup, dia menoleh ke arah pintu masuk. Melihat laki-laki sedang mencarinya, Ayushita melambaikan tangan agar seseorang di depan itu melihatnya. Dan benar saja laki-laki yang mencarinya itu menatapnya lalu melangkah mendekatinya.
Dinda melihat bosnya pun kaget, menoleh ke arah seseorang yang mendekat padanya. Matanya melebar heran, tapi kemudian dia tersenyum ramah setelah laki-laki itu sudah berdiri di hadapan Ayushita.
"Siang pak Dewa." sapa Dinda.
"Hmm."
Ayushita hanya diam saja, Dewa masih diam di tempatnya sebelum gadis itu mempersilakan duduk di depannya. Pandangannya mengedar sekilas ke penjuru kafe.
"Duduk pak Dewa," ucap Ayushita setelah tangannya di senggol Dinda.
"Ya."
Dewa pun duduk, tapi dia berdiri lagi ketika Ayushita berdiri di ikuti Dinda.
"Kenapa?" tanya Dewa heran.
"Maaf, anda duduk di sini saja. Pindah, heheh," ucap Ayushita tertawa kecil.
Tentu itu membuat Dewa bingung dan juga asistennya, tapi Ayushita menarik tangan Dinda agar cepat pindah duduknya.
Mau tidak mau Dewa pun kembali berdiri dan berpindah tempat duduk, Ayushita dan Dinda juga kembali duduk. Meja sudah bersih, Dewa bingung harus melakukan apa.
"Sudah pesan makanan?" tanya Dewa.
"Sudah, kami sudah makan," jawab Ayushita.
"Oh, jadi sudah makan ya?" tanya Dewa sedikit kaku.
Dia juga bingung kenapa bisa mengajak makan siang dengan gadis bertubuh besar itu. Mengajaknya bertemu di tempat makan siang karena dia juga sedang lapar.
Pandangannya kembali mengedar ke depan, tepat di meja dua orang laki-laki dan perempuan sedang tertawa kecil. Dahinya berkerut matanya melebar melihat pemandangan yang membuat hatinya panas.
"Sintya?!"
_
_
*****