NovelToon NovelToon
Jodoh Setelah Diselingkuhi

Jodoh Setelah Diselingkuhi

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Selingkuh
Popularitas:976
Nilai: 5
Nama Author: zennatyas21

"Aku mau kita putus!!"

Anggita Maharani, hidup menjadi anak kesayangan semata wayang sang ayah, tiba-tiba diberi sebuah misi gila. Ditemani oleh karyawan kantor yang seumuran, hidupnya jadi di pinggir jalan.

Dalam keadaan lubuk hati yang tengah patah, Anggita justru bertemu dua laki-laki asing setelah diputuskan pacarnya. Jika pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang, kalau ini malah tak kenal tapi berujung perjodohan.

Dari benci bisa jadi tetap benci. Tapi, kalau jadi kekasih bayaran ... Akan tetap pura-pura atau malah beneran jatuh cinta?

Jangan lupa follow kalau suka dengan cerita ini yaa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JSD BAB 13

Pukulan itu sangat kuat sehingga membuat Widi tak bertahan atas rasa sakitnya.

Anggita pun bergegas memeluk Widi yang sudah tidak sadarkan diri.

"Widi! Ah, lo jangan gini dong. Lo harus bisa bertahan, lo gak boleh kayak gini."

Berulang kali Gita menggoyangkan lengan dan kepala Widi, namun tetap tak ada hasilnya.

Kondisi jalanan ramai, sang pelaku telah kabur dengan santainya. Dari itu membuat Anggita menyimpan dendam.

"Siapapun keluarga pelakunya, awas aja. Gue gak akan main-main karena lo udah bikin Widi kayak gini." Ucapan Gita cukup tenang, tapi nadanya penuh dengan kebencian.

Beberapa menit Anggita berusaha menghubungi supir pribadinya. Lantas, ia pun membawa sang suami ke rumah.

Dalam hitungan menit mereka seketika sampai di depan gerbang. Dibantu oleh asisten ayahnya selain supir, Widi berhasil dibawa ke dalam kamar Anggita.

"Wid, lo kenapa harus kayak gini sih? Harusnya lo tuh ngeliatin belakang, mana muka lo juga babak belur gini. Bisa gak sih kerja tuh jangan jadi preman." lirihnya sambil mengusap-usap rambut Widi. Dan sesekali ia juga menoel hidung suaminya.

"Argh ... Aduh, sakit banget. Aku di mana ini?"

"Wid? Lo udah sadar!?"

Laki-laki tersebut mengusap-usap matanya karena pandangannya belum terlalu jelas. Kepalanya pun masih terasa pusing walau lebih sakitan di bagian punggung.

"Gita? Aku pingsan, ya? Terus siapa yang bawa aku ke kamar kamu?"

Anggita menunduk menahan malu. "Karena asisten dan supir gue susah diajak kerja sama jadi mereka cuma bawa lo sampai atas tangga. Buat masuk kamar mah gue tarik lo sampai kasur."

Bukannya tenang justru terkejut. Siapa sangka jika Widi diperlakukan seolah bukan suaminya.

"Owalah, pantesan aja punggung aku babak belur semua. Ternyata diseret dari lantai ke kasur."

Tak ingin berlama-lama, Widi beranjak dari tidurnya kemudian berdiri di sebelah Anggita.

"Lo ngapain berdiri di sebelah gue? Bukannya lo istirahat malah petantang-petenteng kayak orang sehat aja lo!" cibirnya.

"Aku udah lumayan baikan, nanti juga sembuh sendiri. Kamu di sini aja, biar aku lanjutin jualannya. Takutnya preman itu ngejar kamu lagi."

Reaksi Anggita malah menirukan gaya ucapan Widi. "Nyenyenye, orang lo juga preman. Preman sama preman itu harusnya kuat, malah lemah cuma digebukin gitu aja."

Setelah mendengar perkataan itu Widi langsung mengangguk. "Iyaa, maaf ya. Aku terlalu lemah jadi preman, ya udah kalau gitu aku lanjut jualan lagi ya."

"Ya udah sana, lagian di luar lagi panas banget. Ogah sih gue jualan panas-panasan."

Widi berbalik badan sambil memegangi bagian punggungnya yang terasa sangat perih.

"Aku ganti baju dulu, ya. Izin masuk ke kamar mandi kamu. Kayaknya baju aku agak basah, tapi kayak bukan air."

Baru saja ingin melangkah, tiba-tiba Anggita memeluknya cukup erat. Tentu saja Widi terkesiap, jantungnya mendadak berhenti sekian detik.

"Kenapa meluk? Bajuku kotor loh ini, kan abis diseret."

"Lo gak ngerasain sakit?" tanya Gita sambil melepas pelukan.

Empat itu saling bertemu. Sungguh pemandangan yang menghangatkan bagi Anggita.

"Enggak terlalu banget, emang kenapa?"

"Punggung lo berdarah!!" pekik Anggita ketakutan.

"Hah? Berdarah? Banyak kah?" Dengan santainya Widi memegang punggungnya yang terasa nyeri.

Anggita tak tinggal diam. Ia berlari menuju meja tidak jauh dari kasurnya. Mengambil obat-obatan yang masih ada.

"Buka dulu baju lo! Ini gawat, gue gak mau lo kenapa-napa, Wid."

Sebelum Anggita membantu membuka baju Widi, laki-laki itu mencegatnya lebih dulu.

Wajahnya tampak tenang, seakan tidak merasakan sakit di punggungnya. "Aku gak apa-apa, Gita. Jangan khawatir, aku harus kembali jualan."

Hati mungil Anggita pun tersentuh. Air matanya menetes perlahan. Dua tangannya memeluk Widi.

"Gue sayang sama lo, Wid. Jangan jualan dulu lah, gue gak mau lo sakit-sakitan."

"Aku kan preman, Anggita. Kamu juga tahu kan kalau preman itu keras dan kuat."

"Punggung berdarah kayak gini lo masih kuat, hah!? Emang lo kira gue gak khawatir punya suami lagi sakit begini!?" Anggita melepas pelukan dengan kasar. Sontak membuat Widi meringis kesakitan.

"Duh, sakit juga ya. Tapi, masih bisa lah buat jualan es. Nanggung tinggal sedikit."

Anggita semakin geram, matanya tajam mengarah ke suaminya. "Lo mau nekat keluar dari rumah!?"

Laki-laki itu mengusap tengkuk lehernya sambil menatap sang istri yang sedang mode singa.

"Kalau aku keluar, kenapa?"

"Gak usah balik lagi ke rumah ini!"

"Yakin? Ya udah, malah bagus kalau gitu. Aku jadi gak repot-repot izin ke ayah kamu biar bisa pulang sama ibu. Kan yang bikin aku gak balik karena kamu." Dengan entengnya Widi berucap seperti itu, Anggita lantas semakin kesal.

"Ohh ... Main sok asik lo ya! Lo mau jahat sama istri sendiri? Gila lo, gak patut punya gue."

Setelah mendengar ucapan tersebut, Widi menunduk diam. Saat keadaan dirasa telah tenang, mereka kembali duduk di kasur.

Mata keduanya saling bertemu. Usai bertatapan, Anggita meraih kotak obat-obatan lalu menyuruh suaminya berbalik badan.

"Sebagai istri yang galak dan tidak baik hati, gue bakal ngobatin luka lo sekarang. Lo, buruan tengkurap dan lepas bajunya!"

Tidak ada pilihan lain selain nurut. Widi melepas bajunya serta mengambil sikap tengkurap di atas kasur.

"Jangan kasar ya, suatu saat kalau aku gak ada biar gak menyesal." Perkataan Widi seketika membuat Anggita merasa sesak.

"Ngomongnya gak usah gitu bisa gak!? Cerewet banget sih, baru juga preman bukan mafia."

Widi mati-matian menahan rasa sakitnya yang begitu parah. Akan tetapi, di sisi lain ia juga memikirkan dagangan di pinggir jalan tersebut.

"Aku akan tetap jualan, apa pun resikonya."

Bugh!

Anggita kembali memukul punggung Widi cukup keras. Bahkan laki-laki itu sampai meringis lemas.

"Kamu kasar banget ya, padahal kita udah suami is—"

"Gue bukan istri lo! Kita cuma dijodohin!!"

Setelah mendengar ucapan itu, Widi beringsut lalu berdiri tanpa menjawab. Ia membuka koper yang berada di pojok kamar Anggita. Kemudian berganti baju tanpa permisi.

Sang istri terdiam. Anggita lebih merasa ada yang beda dengan Widi. "Dih, kok diem aja sih! Eh, lo mau ke mana!?"

Anggita berlari menyusul Widi yang terus keluar dari kamarnya. Sampai ketika menuruni tangga, Gita menarik tangan Widi hingga laki-laki tersebut berhenti berjalan. Dan keduanya saling menatap.

"Kenapa lagi? Aku tahu, kamu gak suka sama aku kan? Ya, terus aku harus apa selain bekerja buat nafkahin kamu meskipun ini cuma perjodohan dan pasti ada akhirnya. Karena pernikahan tanpa cinta itu menyiksa, Gita. Jadi, kalau kamu memang gak niat untuk berusaha menjadi istri yang baik, itu gak apa-apa. Paling pentingnya aku cari nafkah buat kamu, udah gitu aja."

Widi kembali berjalan meninggalkan Anggita.

••••

Senja mulai terlihat begitu indah, Anggita masih di halaman depan rumah duduk sendiri menunggu kehadiran Widi.

Sang suami ternyata tetap keras memilih melanjutkan penjualan es dawet di pinggir jalan.

Tak lama kemudian orang yang dipikirkan Anggita pun datang.

"Assalamualaikum, ini ada martabak buat kamu. Maaf, kalau rasanya cuma cokelat sama kacang. Maaf juga kalau nunggu lama, karena aku pulang dulu buat beli makanan untuk ibu."

Widi duduk di sebelahnya. Ia terdiam memandang lurus langit sore hari.

"Lo gak ikut makan?"

Yang ditanya menggeleng. "Buat kamu aja, yang penting kamu kenyang."

"Lo kenapa jadi gini sih? Gue bingung tahu, coba deh lo cerita apa kek gitu. Biar gue gak ngerasa salah." Anggita sampai menyeret tubuhnya mendekat di samping sang suami.

Dengan keadaan tubuh lelah Widi menoleh. "Gak apa-apa, aku cuma sadar diri aja kalau aku ini preman. Yah, hidupnya cuma isi mencari uang dan pulang. Kalau kamu, hari ini ada cerita apa?"

Sontak Anggita terkejut dengan pertanyaan dari suaminya. "Tunggu, kok lo kek beda sih? Ini bukan Widi, lo siapa?"

"Ini aku kok, aku cuma lagi ... Mungkin lelah memikirkan bagaimana cara biar kamu bisa pisah dari aku."

Deg.

Ungkapan itu seketika mengiris hati Anggita. Entah mengapa terasa begitu menyakitkan. Padahal dia dan Widi hanyalah pasangan hasil dijodohkan.

"Pisah? Maksudnya?"

"Iya, ini lebih ke arah aku adalah preman dan kamu anak dari Pak Anggara. Kalau ayah kamu tahu kalau aku ini preman, mungkin kita tidak akan bersama lagi, Gita."

"Tunggu dulu! Jelasin, ini gimana maksud lo sih!?" Gita semakin tak mengerti, semua obrolannya malah justru meleber ke mana-mana.

Widi masih menatap Anggita begitu lekat. "Aku preman yang ayah kamu kenal singkat seperti orang baik. Padahal kalau aku boleh jujur, aku ...."

"Tapi kan ayah gue gak masalah sekalipun lo preman jahat awalnya."

"Bukan itu. Tapi lebih, aku ... Akh, aku gak bisa cerita sekarang."

1
Lonafx
kacau banget cwok kayak Arya, gak modal😅

hai kak, aku mampir, cerita kakak bagus💐
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!