Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan menuju Karma
Sesuai permintaan anaknya, Azhar mulai membangun warung kopi, di sebelah warungnya. Beruntung, tanahnya masih cukup untuk sekedar membangun warung kopi.
Dan rencananya, Azhar juga membangun bale-bale, untuk para penikmat kopi, di belakang warungnya, nanti dia akan memberikan lampu yang terang, agar pelanggan tidak berbuat macam-macam.
Seperti nyabu ataupun, main judi contohnya.
Dia akan melarang keras, bagi siapapun yang melakukannya. Kecuali merokok.
Akhirnya, tak butuh waktu lama, warung kopi tersebut rampung juga. Karena Azhar meminta taman-tamannya untuk mengerjakan warung tersebut. Dia hanya mengarahkannya saja.
Dan hari ini, giliran Daffa belanja peralatan yang di perlukan. Seperti kursi, gelas, piring kecil, dan juga lain sebagainya.
Sedangkan meja, Azhar memilih untuk membikinnya sendiri.
Amar sudah hampir dua bulan berada di kampung, berjalan gotai ke arah Azhar, yang sedang mengukur kayu-kayu.
"Eh, Mar ... Belum balik?" tanya Azhar basa-basi.
Dia memang belum tahu, masalah yang di hadapi oleh Amar.
"Mungkin gak balik lagi bang, karena aku berencana mengalihkan bengkel las tersebut," ungkap Amar jujur.
"Mengalihkan? Ya sih, lebih baik kamu kerja di sini aja, dekat-dekat dengan istri, anak dan juga orang tua. Apalagi, emakmu sudah semakin tua ... Bukan aku, berdoa yang tidak-tidak, tapi umur gak ada yang tahu," kata Amar, seraya menghentikan pekerjaannya.
"Bukan karena itu, tapi karena aku ketipu," lirih Amar.
Amar pun, menceritakan tentang apa yang dialaminya sekarang. Termasuk tentang emaknya yang enggan meminjamkan modal kembali.
"Aku gak tahu, harus bagaimana bang," keluh Amar.
"Coba kamu bicara dari hati ke hati dengan emak mu, membujuknya ..." ujar Azhar memberi pendapat.
"Udah bang, emak tetap sama ..." lirih Amar.
Tak lama, Tari datang membawakan rantang untuk Azhar makan siang. Tak hanya itu, dia juga menggendong anaknya yang bernama Marsya.
"Makasih ya, kamu istirahat dulu," Azhar menyambut rantang dari tangan Tari. "Aku ke samping dulu ya, mau cuci tangan," pamit Azhar pada Amar.
Amar mengira, jika Azhar hendak makan siang. Dia pun, bangun dari duduknya.
"Mau kemana Mar?"
"Pulang bang, barangkali Nisa udah bangun," sahut Amar.
Azhar mengangguk, dia berjalan ke arah Tari, dan mengambil Marsya sari gendongan istrinya.
"Cantik sekali putriku," puji Azhar mencium Marsya gemas.
Di tempat lain, semenjak hubungannya dengan Amar merenggang. Rohani lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan para tetangganya. Dia bahkan sudah amat jarang menggendong ataupun bercengkrama dengan Nisa.
Tak hanya itu, dia mulai enggan mengeluarkan uang walau sekedar untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Seperti hari ini, Andin yang sabarnya mulai menipis, tercetus sebuah ide gila, agar membuat Rohani jera.
Iya gila, karena walaupun mertuanya bermasalah dengan suaminya, diam-diam Rohani sering mencium Nisa, jika Nisa sedang seorang diri. Bahkan, Andin pernah melihat mertuanya, memeluk Nisa dalam keadaan menangis.
Mungkin, saja Rohani gengsi menunjukkan kasih-sayangnya pada Nisa, jika di depan Amar ataupun Andin.
"Mak, kami pamit merantau dulu ... Barang kali, di luar kota sana, kami bisa mencari modal, untuk usaha bang Amar," cetus Andin pada Rohani, ketika selesai makan malam.
"Me-merantau? Kenapa tiba-tiba? Terus bagaimana dengan Nisa?" tanya Rohani tergagap.
"Kami akan membawanya mak, toh disini kami pun, tidak mengahasilkan apa-apa," sahut Andin lagi, karena Amar sejak tadi memilih diam.
"Gak, kalian gak boleh pergi kemana-mana," larang Rohani setelah beberapa saat terdiam. "Amar bisa bekerja di ladang sawit, dan kamu juga bisa bekerja di sana ... Dan untuk Nisa, biar emak yang urus," ujar Rohani memberi ultimatum.
Amar dan Andin saling melirik. Tak menyangka, dengan jawaban yang di lontarkan oleh emaknya.
"Maaf mak, dari pada kami disini, mendingan kami merantau aja," putus Amar.
"Gak, kalian gak boleh kemana-mana, kalian gak boleh menjauhi aku dengan Nisa. Dia cucuku, dan aku sama dia tidak boleh dipisahkan," ujar Rohani dengan suara yang tinggi.
Rohani bangkit, meninggalkan Amar dan Andin yang masih berada di meja makan.
"Semoga emak bisa memikirkannya ya," lirih Andin penuh harap.
Dan Amar mengangguk, berharap yang sama.
Di kamar, Rohani mendesis kesal kala mengingat tentang perkataan anaknya.
"Biar aja, biar mereka pergi ... Atau, bisa saja ini cara mereka agar aku mau memberi mereka uang," gumam Rohani, berjalan mondar-mandir.
...****************...
Sebulan telah berlalu, Amar dan Rohani sudah pergi merantau, seperti perkataannya tempo hari.
Dengan bermodalkan uang lima puluh juta, mereka pergi ke kampung halaman Andin. Disana, Andin akan berencana, menjual jajanan-jajanan viral, yang di minati oleh para remaja.
Tinggal lah, Rohani seorang diri di rumah. Karena pada akhirnya, dia kalah dengan kebutuhan anak serta cucunya.
Sedangkan bengkel las yang sebelumnya, telah di jual oleh Amar. Beruntung, Gio bisa mengalihkan barang-barang yang sebelumnya pernah di order oleh Amar. Sehingga, setelah melunasi hutang-hutangnya, Amar masih ada uang sisa sebesar lima puluh juta.
Kembali ke Rohani, hari ini dia mendapatkan notifikasi pesan dari whatsapp. Tentang tata cara mendapatkan uang, secara cuma-cuma.
Karena tertarik, Rohani di arahkan untuk mendownload telegram oleh oknum tersebut.
Semula, orang tersebut membayar Rohani setelah masuk ke grup tersebut. Rohani mendapatkan uang sebesar sepuluh ribu.
"Wah, beruntung sekali aku, kalo gini terus, aku bisa kaya mendadak," kekeh Rohani.
Rohani memang mempunyai aplikasi m-banking di ponselnya. Karena itu, mempermudah Amar ataupun Andin, mengirimkannya uang.
Rohani di masukkan ke grup, yang berisi sekitar lima orang. Kata admin grup, mereka ialah orang-orang terpilih yang berhasil masuk ke grup tersebut.
Disana, semua peserta grup di suruh untuk mengirimkan mereka uang. Dan mereka berjanji, akan membayar kembali uang tersebut, sekaligus dengan bonusnya.
Semula Rohani ragu, namun ke empat penghuni grup lainnya berbondong-bondong mentransfer ke rekening yang di kirimkan admin.
Tak lama setelahnya, para penghuni grup, kembali mengirim bukti, jika uang mereka berhasil dikembalikan beserta bonusnya.
Dengan mengucapkan bismillah, Rohani mengirimkan mereka uang sejumlah dua ratus ribu. Tak lama setelahnya, uangnya kembali dengan jumlah dua ratus lima puluh ribu.
Tergoda, Rohani mulai mengirimkan dengan jumlah lima ratus ribu. Dan kembali dia mendapatkan transferan dengan jumlah enam ratus lima puluh.
Beberapa saat, admin mulai mengirimkan daftar tentang jumlah investasi lebih besar.
Bukan lagi, ratusan ribu, melainkan jutaan.
Kembali, orang-orang dalam grup berbondong-bondong mengirimkan uang sejumlah yang tertera. Lagi-lagi Rohani tertarik dengan iming-iming bonus yang lebih besar.
Tanpa pikir panjang, Rohani memberanikan diri mengirim dengan jumlah sepuluh juta.
Dia berharap-harap cemas, kala bonusnya belum juga dikirimkan. Dan beberapa saat kemudian, dia mendapatkan transferan dua belas juta.
"Aku beruntung, aku kaya ... Dan aku, bisa mengalahkan keluarga Tari," kekeh Rohani memancarkan binar kebahagian.
Semoga masalahnya lekas membaik thor