Helen terkejut bukan main, ketika pria asing masuk ke kamar hotelnya. Dia sedang tidak dalam keadaan sadar, entah apa yang diberikan oleh Nicklas Bernando suaminya padanya.
"Kamu dan suamimu ingin seorang anak kan? aku akan membantumu!" ujar pria itu dengan tatapan mengerikan.
Bak sambaran petir di siang hari, Helen tidak menyangka, kalau suaminya akan berbuat seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Batas Kesabaran
"Kenapa masih mengikutiku?" tanya Helen yang merasa tidak nyaman karena Dre masih mengikutinya.
Padahal, Helen sudah mengatakan padanya. Kalau Dre juga tidak harus selalu bersamanya. Dia punya waktu untuk bebas, Helen akan menghubungi Dre jika dia membutuhkan Dre.
Dan dengan sangat santai, pria itu tersenyum sambil mengusap perlahan lengan Helen.
"Kalau tidak mengikutimu, aku harus mengikuti siapa? kamu adalah nyonyaku. Aku akan lakukan apapun untuk memuaskannmu"
Bulu kuduk Helen merinding semua. Sepertinya semua ini agak berlebihan. Meskipun Helen juga tidak pernah punya pacar, atau kekasih sebelum dia menikah dengan Nicklas. Tapi, rasanya tidak mungkin seorang pria akan bersikap berlebihan seperti ini kan?
"Aku sudah katakan, kamu bisa liburan saja dulu. Aku tidak membutuhkanmu... eh maksudku, aku belum membutuhkanmu. Aku mau istirahat, kamu kembali saja ke hotelmu!" kata Helen memberikan sedikit dorongan pada tangan Dre yang menyentuh lengannya.
"Kamu yakin? aku bisa memberikan layanan ekstra...."
Helen makin bergidik ngeri.
"Hahh, tidak tidak! tidak usah. Aku yakin, kembalilah ke tempatmu menginap. Aku akan kembali ke kamarku!"
Helen dengan cepat berbalik dan buru-buru meninggalkan Dre. Berada di dekat pria itu, dia merasa seperti kelinci yang sedang ditatap serigala kelaparan.
Begitu tiba di kamarnya. Helen baru saja ingin istirahat setelah membersihkan dirinya. Tapi suara ketukan pintu membuatnya harus bangkit lagi dari kasur yang nyaman itu.
Ceklek
"Ibuku menghubungimu?"
Wajah serius Nicklas, membuat Helen menghela nafas panjang.
"Tidak!"
"Yang benar?" tanyanya lagi seolah tak mempercayai jawaban yang diberikan oleh Helen.
"Kamu yang suruh aku matikan ponsel selama kamu pergi dengan Moza kan?" tanya Helen dengan ekspresi biasa saja.
Namun, tidak ada terlihat Helen ingin membuka pintu lebih lebar untuk Nicklas. Wanita benar-benar hanya memberikan sedikit celah untuk pria itu bisa melihatnya dan bicara dengannya.
"Aku hanya ingin memastikan! kenapa sikapmu seolah tak ingin aku masuk ke dalam?" tanya Nicklas yang pada akhirnya bisa merasakan kepekaan itu.
Helen menghela nafas panjang lagi.
"Aku tahu kamu tidak ingin masuk, aku juga tidak ingin kamu masuk. Jika hanya ingin bertanya tentang ibu..."
Ucapan Helen terjeda, ketika pria itu memberikan sedikit dorongan di pintu dengan telapak tangannya.
Helen yang merasa Nicklas tidak seharusnya melakukan itu segera menepis tangan pria di depannya itu.
"Aku yang menyewa kamar ini, kenapa aku tidak boleh masuk?" tanya Nicklas yang pada akhirnya malah memaksa masuk ke dalam kamar Helen itu.
Helen memutar bola matanya malas, sangat malas. Dia bahkan mendengus pelan. Tapi dia juga malas ribut, sudah malam. Dia juga sudah lelah.
Helen hanya berbalik, dan membuka pintu kamarnya sangat lebar.
Nicklas tampak melihat sekeliling kamar Helen itu.
"Ini sudah malam, aku malas ribut denganmu. Katakan saja apa yang mau kamu katakan..."
"Kamar ini cukup besar, kamu pasti sangat kesepian ya?" tanya Nicklas dengan sedikit sindiran tawa aneh.
Entahlah, mungkin pria itu sedang menertawakan Helen. Yang menjadi tameng hubungannya dengan Moza di depan kedua orang tuanya. Dan tidak bisa melawan Nicklas, karena anak-anak dan panti asuhan bunda Shafa.
Tapi, hal itu juga tidak membuat Helen terganggu. Sangking biasanya dia di gertak, sudah tidak terlalu terkejut dengan hinaan dan sindiran dari Nicklas ataupun Moza.
"Apa yang kamu tertawakan, Nicklas?" tanya Helen.
Sebenarnya pertanyaan itu juga hanya pancingan, dia tahu jelas jawaban untuk pertanyaan itu sendiri.
"Kamu memang wanita menyedihkan Helen. Seorang sekertaris dengan predikat asosiasi terbaik, sampai bisa menjadi sekertaris seorang Nicklas Bernando. Bertemu dengan donatur utama panti asuhan bunda Shafa lalu ibuku yang kuno itu menjodohkan aku denganmu. Berharap aku putus dengan Moza, sayangnya mereka bahkan tidak tahu, kamu hanya wanita yang bisa dengan mudah kami manfaatkan" ucap Nicklas tanpa dosa dan rasa bersalah.
Tapi Helen terkekeh pelan. Dan itu membuat senyum Nicklas makin lebar. Pria itu berpikir, kalau Helen sedang menertawakan nasib buruknya.
"Menertawakan diri sendiri, itu memang pantas kamu lakukan Helen!" ucap Nicklas lagi.
"Menurutmu begitu?" tanya Helen pada Nicklas.
Dan pertanyaan itu, pada akhirnya membungkam Nicklas. Dan menghentikan rawa puas pria yang tadinya seolah terus ingin menghina Helen dan meremehkan Helen itu.
Helen menghela nafas dalam-dalam.
"Aku tertawa, tapi bukan menertawakan diriku sendiri. Mungkin bagimu aku orang yang sangat rendah, tidak berdaya sampai bisa dimanfaatkan. Tapi tanpa kamu sadari, kamu bahkan mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku banggakan selama ini. Kamu mengakuinya, aku adalah sekertaris terbaik asosiasi, jika bukan perusahaan sebesar Bernando Company, maka bukan tempat yang pantas untuk aku bekerja!"
Nicklas terdiam. Tapi dia masih seperti orang yang mencoba mencari celah untuk kembali menyindir Helen. Sayangnya Helen kembali membuka mulutnya sebelum Nicklas bisa kembali bicara.
"Dan kamu benar, aku tameng kalian. Bukan karena aku bodohh, aku adalah orang yang tahu balas budi. Meskipun aku bisa, aku mampu, dan aku tidak akan disalahkan oleh bunda Shafa jika menolak pernikahan itu, tapi aku menerimanya. Menanggung entah berapa kali kalian menghina dan merendahkan aku, demi balas budi. Setidaknya, aku tahu balas budi. Bukan seseorang yang dijaga, dirawat, dimanjakan, dibesarkan dan dididik sejak kecil, tapi malah menipu kedua orang tuanya demi seorang wanita yang bisa kapan saja meninggalnya!" tambah Helen lagi.
"Kamu..."
Helen menatap Nicklas tanpa rasa takut.
"Kesabaran seseorang ada batasnya, tuan Nicklas. Saat aku masih sekertarismu, aku punya kontrak yang tidak bisa aku langgar. Aku juga tidak punya siapa-siapa yang bisa mendukungku saat itu. Tapi sekarang kamu sendiri tahu, situasinya sudah berbeda" jelas Helen.
Dia juga tidak berani bicara lebih dari itu. Dia tidak mau juga memprovokasii Nicklas.
"Hehh, benar kata Moza. Bicara padamu hanya akan membuatku muak. Dengar! Besok malam ada acara amal di ballroom hotel. Kamu tidak perlu datang, Moza akan jadi nyonya Nicklas Bernando. Ingat untuk tetap diam di dalam kamarmu! dan jangan mengadu pada ibu!"
Nicklas segera keluar dari kamar itu. Dengan langkah yang kesal.
Helen hanya mendengus pelan.
"Memangnya siapa yang mau pamer jadi nyonya Nicklas Bernando, apa bagusnya?" gumam Helen.
Helen pun masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat.
Sampai di kamarnya, Nicklas terlihat kesal. Moza yang melihat itu pun segera membujuk dengan nada manja pada pria yang merupakan kekasihnya itu.
"Sayang, kenapa? apa dia membuatmu kesal?" tanya Moza.
"Kamu benar, dia itu wanita menyebalkan!"
Moza tersenyum licik.
"Iya sayang, dia memang menyebalkan. Jangan pikirkan dia, biar aku senang kan kamu ya...."
***
Bersambung...