Niatnya ingin bertemu teman lama, Anne malah salah masuk kamar. Bukan bertemu teman malah bertemu lawan.
Sky dalam pengaruh obat merasa tenang saat seorang wanita masuk ke kamarnya. Ia pikir wanita ini telah di atur oleh asistennya untuk melepaskan hasratnya.
Anne memberontak saat Sky menarik dan menciumnya secara paksa. Tenaganya jelas tidak sebanding dengan pria ini. Sekuat tenaga memberontak pada akhirnya Anne hanya bisa pasrah. Kesuciannya diambil oleh orang yang sangat ia benci.
**
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Apa yang akan Sky lakukan saat tahu Anne hamil anaknya? Menikah atau ada opsi lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Denis : Aku Menjadi Suamimu?
Berbulan-bulan mencoba belajar melupakan Anne ternyata tidak membuat hasil sama sekali. Perasaan Denis tetap sama, mencintai dan terus merindukan teman lamanya. Wanita yang telah mengubah cara pandang Denis, dari pria penakut, tidak percaya diri menjadi Denis yang sekarang, punya segalanya.
"Anne, aku merindukan mu. Sepertinya kita harus bertemu."
Pikir Denis kala itu, hatinya gundah memikirkan Anne. Ia juga penasaran apakah wanita itu memiliki perasaan yang sama dengannya. Secara, hubungan mereka sangat dekat sekali sejak masa kuliah. Kemana pun pergi selalu berdua. Bahkan banyak teman mengira keduanya berpacaran.
Namun saat masa kuliah, Denis masih cukup tahu diri untuk tidak berharap lebih pada Anne. Hidupnya masih sangat berantakan. Tidak memiliki sesuatu yang patut dibanggakan di pada Anne.
Setelah bertahun-tahun memulai karier, hidupnya perlahan mulai berubah. Sebuah kesempatan ia dapatkan sehingga bisa sampai ke titik ini. Sayang sekali saat tinggal selangkah lagi, malah ia harus terlibat cinta satu malam dengan wanita asing. Sampai Anne sendiri tahu dengan kejadian itu. Sangat memalukan sekali, harga dirinya mendadak jatuh ke jurang terdalam di hadapan wanita yang dicintai.
Menghindar dari Anne sudah ia lakukan, tapi itu malah menyiksa perasaan. Dan kemarin, setelah mengumpulkan keberanian. Denis memutuskan kembali lagi ke Indonesia khusus menemui Anne. Urusan pekerjaan disamping kan dulu karena semakin tidak waras pikiran, yang ada kehilangan fokus bekerja.
Dan ya, sekarang ia bisa menemui Anne. Kini mereka tengah duduk berdua di ruang tamu rumah Adam. Sejak Anne turun dan duduk di depannya, pandangan Denis langsung tertuju pada perut wanita ini.
Satu pertanyaan yang langsung terlintas dipikiran Denis.
"Kapan Anne menikah?"
Anne, dia mengulas senyum melihat Denis terus menatap ke arah perutnya. Pria ini pasti sangat terkejut mendapati dirinya sekarang tengah hamil besar. Padahal pertemuan terakhir mereka, tubuhnya masih ramping sekali.
"Tanyakan apa yang ingin kamu ketahui, Denis." kata Anne mempersilahkan pria itu mengajukan pertanyaan agar tidak mengganjal pikirannya.
"Perutmu... " tunjuk Denis dengan ragu. "Kamu hamil, Anne?" ucapnya dengan wajah bingung campur kaget.
"Iya, aku hamil. Sudah 7 bulan usianya." jawab Anne sembari mengelus perutnya.
Wajah Denis tampak linglung, seakan tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. "Aku berharap ini bohong, An. Tapi mana mungkin kamu mau melakukan hal diluar nalar demi mengerjai ku."
"Aku memang sedang hamil, Denis. Lagi pula untuk apa aku membohongimu? Kita bukan anak kecil yang suka usil mengerjai teman sendiri." jawab Anne, dia sangat paham dengan respon yang diberikan Denis.
"Kapan kamu menikah? Kenapa kamu tidak mengundangku atau memberitahu ku? Padahal kita sudah berteman cukup lama, Anne." Ini pukulan yang berat bagi Denis, juga ungkapan kekecewaan yang mendalam.
"Aku jelas ingat, pertemuan terakhir kita jelas kamu masih lajang. Bahkan kamu mengatakan tidak sedang jatuh cinta dengan siapapun. Lalu sekarang, saat kita bertemu kembali, kamu sedang dalam keadaan hamil seperti ini. Ayo lah, Anne. Tega sekali kamu tidak memberitahu ku."
"Denis, bukan seperti itu. Ini sulit untuk aku jelaskan."
"Sulit apanya tinggal memberikan kabar. Kamu hanya tinggal menelpon ku atau mengirimkan pesan berisi surat undangan. Kamu seperti ini aku jadi merasa kita tidak sedekat itu."
"Denis, aku belum menikah. Undangan apa yang mau aku kirimkan kepadamu?" sahut Anne
"APA?" Denis terkejut mendengarnya. "Bagaimana mungkin belum menikah? Lalu anak ini datang darimana?"
"Anne... " panggil Denis pelan. Seakan pikirannya tertuju dengan sesuatu. "Tidak, tidak, tidak mungkin kamu berbuat seperti itu." ujarnya menepis isi pikirannya sendiri.
"Anak ini memang hadir tanpa ikatan pernikahan. Pikiranmu memang tidak salah, Denis."
"Kamu bukan tipe wanita seperti ini, An. Aku mengenalmu dengan baik. Aku yakin, meski kamu jatuh cinta pada seseorang, tidak mungkin kamu mau berbuat seperti itu. Aku yakin sekali."
Anne merasa terharu dengan perkataan Denis. Pria ini begitu mempercayainya. Mendadak Anne tidak bisa menahan air matanya yang jatuh perlahan.
Sambil mengusap pipinya, Anne bicara. "Denis, terimakasih sudah mempercayai aku. Malam itu memang sebuah ketidaksengajaan. Papa bayi ini melakukan secara tidak sadar karena dalam pengaruh obat. Sedangkan aku tidak bisa melawannya. Kondisi kami benar-benar tidak memungkinkan. Jadi, itulah mengapa aku tidak memberitahumu. Bukan karna tidak menganggap mu teman, tapi ini aib yang seharusnya tidak dikatakan."
"Hah? Bagaimana bisa seperti itu, Anne? Kamu jangan bicara ini aib, aku tidak menganggapmu seburuk itu." Kembali lagi, Denis mendapatkan sesuatu yang mengejutkan. Hatinya begitu sakit bercampur kecewa kenapa Anne bisa mengalami hal ini.
"Nyatanya memang bisa. Anak itu buktinya." jawab Anne menatap perutnya.
"Lalu sekarang dimana ayah anak itu? Kalian sudah menikah? Dia bertanggungjawab pada mu kan? Jika dia lari dari tanggungjawab aku bisa menghajarnya." tanya Denis mengepalkan tangannya.
"Anak ayah itu ada. Dia ingin bertanggungjawab dengan menikahi ku tapi aku tidak mau."
"Kenapa? Kenapa kamu tidak mau? Kamu tidak mencintainya? Atau dia bukan pria baik-baik?" sahut Denis dengan heran. Biasanya para wanita akan mencari pertanggungjawaban untuk anak mereka.
"Selain tidak mencintainya. Kami memang tidak ditakdirkan untuk bersama."
Anne menatap lurus ke depan, merangkum semua penyebab mereka tidak bisa bersama. Dengan perlahan, mulailah ia ceritakan hal ini pada Denis. Dari awal Anne bercerita, ekspresi pria ini banyak sekali terkejut bercampur kesal. Ikut merasakan apa yang Anne rasakan.
"Jadi itu sebabnya kamu memilih sendiri?" ujar Denis setelah mendengarkan keseluruhan cerita dari Anne.
Yang paling mencengangkan adalah awal mula Anne bisa seperti ini adalah karena salah masuk kamar. Benar-benar membuat Denis syok.
Bahkan dalam hati ia berkata, "andai saja saat itu aku yang bersama Anne. Mungkin sekarang kami sudah jadi keluarga bahagia dan anak itu adalah anakku."
Anne hanya mengangguk pelan dengan mata merah sebab habis menangis. Bukan untuk mencari perhatian tapi memang dengan Denis ia bisa nyaman bercerita.
"Itu juga alasan kenapa kamu sempat mengatakan tidak bisa bertemu denganku? Kamu malu dengan kondisimu saat ini?" ujarnya kembali.
Dia menunduk sambil mengangguk. "Ya, aku malu. Karena awalnya aku yang memergokimu bertengkar dengan wanita lain. Tapi ternyata aku malah hamil."
"Anne, kamu tidak perlu malu. Aku malah semakin kagum padamu, tetap mempertahankan anak itu. Padahal kamu bisa saja menggugurkan nya agar hidupmu tetap berjalan seperti biasanya." kata Denis menguatkan.
"Bagaimana mungkin aku menggugurkannya, ini adalah anakku, darah dagingku. Meski dia lahir karena kesalahan ku dan papanya, tapi dia tidak salah. Jadi mana tega aku membuangnya."
"Lalu dengan kondisi seperti ini, nanti saat dia lahir apakah tidak menimbulkan pertanyaan dari banyak orang? Kamu akan dicap sebagai wanita tidak benar dan anakmu mungkin akan dibilang sebagai anak haram. Maaf sekali terdengar kasar, tapi aku hanya bicara apa adanya saja."
"Tidak apa, Denis. Pertanyaan mu tidak salah. Dan untuk itu aku sudah memikirkannya dengan Kak Adam. Setelah melahirkan, anak ini akan jadi anak Kak Adak dan Kak Kania. Jadi identitasnya tidak ada yang berani meragukan."
"Tapi apakah hatimu ikhlas menerima keputusan ini? Aku rasa tidak ada seorang ibu yang bisa merima anaknya di akui oleh orang lain, meskipun itu kakaknya sendiri."
"Ya, tapi mau bagaimana lagi. Aku bisa saja egois tetap mengatakan ini anakku. Tapi dampaknya mungkin aku dan anakku akan direndahkan oleh orang-orang diluar sana. Karena aku melahirkannya tanpa seorang suami."
"An, bagaimana jika aku mau menjadi suami mu? Bukankah itu jauh lebih baik. Kamu tetap bisa mengakui anakmu, dan tidak akan ada yang merendahkan kalian berdua."