Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota baru
Kota baru menyambut Alya dengan gemuruh kendaraan dan lampu-lampu jalanan yang temaram. Ia turun di sebuah terminal tua, koper tuanya digenggam erat, tubuhnya menggigil namun matanya penuh dengan tekad.
Ia berjalan pelan, menyusuri trotoar yang basah oleh hujan, mencari tempat untuk berteduh. Di sudut jalan, Alya menemukan sebuah kedai kopi kecil yang masih buka. Lampu hangat dari dalam kedai menarik perhatiannya.
Dengan langkah ragu, ia masuk ke dalam. Seorang wanita paruh baya, pemilik kedai, menoleh saat mendengar pintu berdering.
"Selamat malam, Nak. Mau pesan sesuatu?" sapanya ramah.
Alya mengangguk pelan, menghampiri meja kasir. Suaranya hampir tak terdengar saat ia berkata,
"Bolehkah saya... hanya duduk sebentar? Saya akan pesan nanti."
Wanita itu menatap wajah Alya yang basah dan pucat, lalu tersenyum penuh pengertian.
"Tak apa, Nak. Duduklah dulu. Kalau butuh bantuan, bilang saja."
Alya mengucapkan terima kasih lirih, lalu memilih meja di sudut, dekat jendela. Ia duduk memeluk tubuhnya sendiri, mencoba mengusir rasa dingin yang menggigit tulangnya. Tak lama, wanita tadi datang membawa secangkir cokelat panas dan sepotong roti.
"Ini untukmu. Tidak perlu bayar. Kau butuh ini lebih daripada aku butuh uang malam ini," katanya sambil tersenyum.
Alya menahan air matanya. Ia menerima cokelat itu dengan tangan gemetar, mengangguk penuh rasa syukur.
"Terima kasih banyak, Bu..." lirihnya.
Wanita itu hanya menepuk pundaknya lembut sebelum kembali ke balik meja kasir.
Malam itu, di sudut kedai kecil, Alya menemukan sedikit kehangatan di dunia yang terasa sangat dingin.
**
Keesokan paginya, Alya berjalan kembali menyusuri jalanan kota. Ia mulai mencari pekerjaan. Dengan ijazah SMA seadanya dan tanpa pengalaman, ia tahu ini tidak akan mudah. Namun Alya tidak menyerah.
Satu demi satu ia memasuki toko-toko, menawarkan diri untuk bekerja. Sebagian besar menolaknya dengan sopan, sebagian lainnya bahkan tidak mau repot-repot melihatnya.
Hingga akhirnya, sebuah toko bunga kecil di pojok jalan menarik perhatiannya. Di depan toko bertuliskan "Bloom Garden", dengan hiasan pot-pot mungil di jendela.Dengan napas dalam-dalam, Alya mendorong pintu kaca dan masuk.
Seorang pria muda, mungkin berusia akhir dua puluhan, sedang menyusun buket bunga di meja. Ia mendongak, menatap Alya dengan tatapan ramah.
"Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
Alya mencoba memberanikan diri.
"Maaf, saya sedang mencari pekerjaan. Apakah di sini... butuh pegawai?" tanyanya dengan suara ragu.
Pria itu terdiam sebentar, menatap Alya dari kepala hingga kaki, memperhatikan koper lusuh yang dibawanya.
"Kau pernah bekerja di toko bunga?" tanyanya lembut.
Alya menggeleng pelan.
"Tapi saya bisa belajar. Saya cepat belajar dan saya mau bekerja keras," tambahnya cepat, takut pria itu akan langsung menolak.
Pria itu tersenyum tipis.
"Aku suka orang yang mau berusaha," katanya.
Ia mengulurkan tangan.
"Namaku Andy. Aku pemilik toko ini."
Alya menyambut uluran tangan itu dengan sedikit canggung.
"Alya," jawabnya pelan.
"Baiklah, Alya. Aku memang butuh bantuan. Kalau kau tidak keberatan mulai dari hal-hal kecil dulu, seperti menyapu, merapikan bunga, dan melayani pembeli, kau bisa mulai hari ini."
Alya hampir tak percaya dengan apa yang ia dengar. Matanya berbinar.
"Saya bersedia! Terima kasih banyak, Pak Andy!."
Andy terkekeh kecil.
"Panggil saja Andy. Tidak usah terlalu formal."
Alya mengangguk cepat, perasaannya membuncah antara lega dan haru. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan secercah harapan di hatinya.
**
Sementara itu, di rumah besar yang kini terasa hampa, Kevin duduk di ruang kerjanya, mengingat kembali pertengkaran mereka yang berujung kepergiannya Alya dari rumah itu.
Bayangan Alya terus menghantuinya. Tatapan terakhir gadis itu, suara lirihnya yang penuh luka...
Kevin menyesal. Penyesalan yang membuat dadanya terasa sesak setiap waktu.
"Maafkan aku, Alya..." gumamnya pelan.
Tak berapa lama Soraya masuk dan menghampiri Kevin yang sedang termenung. Soraya mencoba menghiburnya dengan sedikit kenakalannya. Tangannya langsung melingkar dileher pria itu.
"Ada apa,hm? kau masih memikirkannya?." ucap Soraya lembut.
Kevin terhenyak,ia memegang tangan Soraya lalu melepasnya,
"Aku salah... Aku salah telah mengusirnya. Seharusnya aku tidak melakukannya. " Kevin merasa terbebani dengan sikapnya.
Soraya kembali menghiburnya,
"Sudahlah...gadis itu bukan anak kecil lagi. aku yakin dia baik-baik saja."
Kevin menatap nanar,sementara Soraya merasakan perubahan sikap Kevin itu. Tak seperti biasanya tatapan pria itu kian lembut dan tulus namun bukan untuknya. Selama ini Soraya selalu bersikap baik sebab ia sangat menghargai dan tentunya menyukai Kevin lebih dari sahabat.
"Aku harap begitu.Besok aku akan ke luar kota untuk beberapa hari ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan." ujar Kevin.
Soraya mengernyit,
"Benarkah? Boleh aku ikut bersamamu?."
Kevin menggeleng,
"Sebaiknya tidak.Kau akan merasa bosan nanti."
Soraya terdiam sejenak, mencoba menyembunyikan kekecewaannya dengan senyum manis. Ia tahu, dari caranya Kevin berbicara, pria itu tidak benar-benar ingin ditemani. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tidak sanggup Kevin bagi padanya.
"Kalau begitu, hati-hati di jalan," ucap Soraya akhirnya, suaranya sedikit bergetar.
Kevin mengangguk, mengambil jaketnya dan berjalan keluar tanpa banyak kata. Soraya hanya bisa menatap punggungnya yang menjauh, dengan perasaan berat yang tak bisa ia kendalikan.
***
Keesokan harinya,tanpa berpamitan Kevin berangkat pagi-pagi sekali. Kali ini Kevin tak sendiri. Ia ditemani sopir pribadinya menuju kota kecil tujuan bisnisnya. Karena perjalanan cukup memakan waktu, Kevin memilih diam sepanjang jalan, menatap kosong ke luar jendela. Hujan tipis kembali turun, membasahi kaca mobil dan membuat suasana makin sendu.
Hampir di sepanjang jalan,Kevin hanya menatap jalanan tanpa berbicara sepatah katapun. Bane merasa keheranan, tapi ia tetap fokus menyetir, hanya sesekali melirik lewat kaca spion.
Beberapa jam kemudian, mereka akhirnya memasuki kota kecil yang menjadi tujuan. Hujan sudah reda, menyisakan bau tanah basah yang menusuk hidung. Kevin meminta Bane menghentikan mobil di pinggir jalan.
"Aku turun di sini. Kau cari tempat parkir saja dulu," ucap Kevin singkat.
Bane mengangguk patuh.Lalu Kevin berjalan menuju sebuah Kedai, ia menanyakan sebuah alamat rekan bisnisnya berada.
Kevin mendorong pintu kayu kedai itu dengan perlahan. Aroma kopi dan kayu basah menyambutnya. Seorang wanita paruh baya yang duduk di balik meja kasir menoleh.
"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.
Kevin menghampiri, menyebutkan nama seseorang yang menjadi tujuan bisnisnya.
Wanita itu mengangguk paham.
"Oh, Pak Dimas. Kantornya di seberang taman kota, bangunan merah bata. Anda tinggal jalan lurus ke sana."
Kevin mengangguk, mengucapkan terima kasih, lalu segera melangkah keluar. Hatinya sedikit lega, setidaknya ia tak perlu berlama-lama di tempat asing ini.
Namun, saat ia menyeberangi jalan kecil menuju taman kota, langkahnya terhenti. Dari kejauhan, di antara lalu lalang orang-orang, ia melihat sosok gadis muda yang sangat dikenalnya yaitu Alya.
Kevin tersadar,namun sosok Alya langsung menghilang dari pandangannya.Kevin merasa pikirannya dipenuhi oleh sosok Alya.
"Tidak...Tidak mungkin Alya disini." gumamnya.
Kevin berpikir,bagaimana mungkin gadis itu berada dikota ini. Dalam benaknya Alya kembali ke desanya. Desa Melati,dimana sebelum Kevin membawanya.
Kevin berdiri mematung di trotoar, dadanya berdegup kencang. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling taman, berharap menemukan kembali sosok Alya. Namun kerumunan orang yang berlalu-lalang membuatnya ragu apakah tadi ia benar-benar melihat Alya atau hanya bayangannya saja?
Dengan langkah cepat, Kevin menyeberangi jalan, matanya liar mencari di antara kios-kios kecil, bangku taman, dan deretan pohon. Tak ada tanda-tanda gadis itu.
"Bisa saja aku salah lihat...," gumamnya, mencoba menenangkan diri.
Tapi ada rasa tak tenang yang menggelitik hatinya. Ada firasat kuat bahwa Alya memang berada di kota ini.
Mengabaikan niat awalnya untuk menemui rekan bisnis, Kevin malah berjalan menyusuri jalanan sempit di sekitar taman. Setiap kedai kecil, setiap toko, bahkan gang sempit tak luput dari pandangannya. Ia tak peduli lagi soal pekerjaan. Ada sesuatu yang lebih penting: menemukan Alya.
Sementara itu, di Bloom Garden, Alya tengah sibuk membantu Andy menyusun buket pesanan pelanggan. Pipinya bersemu merah karena semangat dan kerja keras. Andy, yang memperhatikan dari meja kasir, tersenyum kecil.
"Kau cepat belajar, Alya," pujinya.
Alya tersipu, membungkuk sedikit.
"Terima kasih, Andy. Saya senang bisa bekerja di sini."
Andy hendak menjawab, tapi suara bel pintu yang berdering membuat mereka berdua menoleh.
Seorang pria berjas hitam, dengan tatapan tajam namun lelah, masuk. Alya tak langsung mengenalinya sampai pria itu melangkah lebih dekat, dan tatapan mereka bertemu.Jantung Alya seakan berhenti berdetak.
"Tuan Kevin..."
Tubuh Alya menegang, sementara wajah Kevin seolah membeku. Keduanya saling memandang dalam keheningan yang canggung, dunia seolah berhenti berputar.
Andy, yang tidak mengerti apa yang terjadi, hanya bisa melirik bingung ke arah Alya.
"Alya..." lirih Kevin akhirnya, suaranya serak.
Alya menggenggam erat pinggiran meja, mencoba menahan getaran di tubuhnya. Campuran rasa marah dan takut melihat kehadiran pria itu.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.