Sophie yang naif telah jatuh cinta pada pria kaya raya bernama Nicolas setelah dia menaklukkannya dan tidur dengannya.
Ketika dia mengumumkan bahwa dia hamil, Nicolas merasa ngeri. Baginya, Sophie hanyalah pengalih perhatian yang menyenangkan. Sophie meninggalkan Nicolas setelah kegugurannya.
Bertahun-tahun kemudian Nicolas menemukan bahwa Sophie memiliki seorang putra yang sangat mirip dengannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan
Sudah satu jam sejak Nicolas pergi, tetapi Sophie masih duduk di sofa. Sofa sialan itu hampir saja membuatnya berhubungan seperti binatang, meskipun sebenarnya bukan salah sofa itu. Itu semua kesalahan Nicolas. Dia tidak memberinya waktu untuk berpikir, dan lima tahun menahan diri bukanlah hal yang mudah.
Dia terus memikirkan apa yang Nicolas katakan, juga termasuk pengakuannya soal aborsi. Mungkinkah selama ini dia salah paham? Meski begitu, Nicolas juga terlihat tidak peduli saat ia pergi meninggalkannya. Dan jika Nicolas benar, mungkin Theo suatu hari akan menyalahkannya karena tumbuh tanpa sosok ayah. Tapi ayah seperti apa yang akan dijadikan contoh? Pria brengsek dan tukang main perempuan?
Sophie memutuskan untuk pergi tidur, tapi hasilnya sama saja. Ia tidak bisa tidur karena pikirannya terus melayang.
Akhirnya ia bangkit dan mulai membereskan rumah. Setidaknya saat Theo bangun nanti, mereka bisa menikmati hari di pantai.
Sementara itu, Nicolas sedang sarapan sambil memikirkan kejadian semalam. Apakah Sophie benar-benar sudah berubah? Semua ini ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Dan yang membuat semuanya lebih buruk, ayahnya juga sedang marah. Nicolas sudah beberapa kali menghindari telepon dari ayahnya, tapi ia tahu ia tak bisa terus-menerus menghindar.
Di sisi lain, Nicolas sudah mengetahui bahwa Lorena adalah orang yang mengirim foto dan video kepada Sophie. Hal itu membuatnya curiga bahwa Lorena jugalah yang mengirim pesan-pesan itu. Ia memang belum memiliki bukti kuat, tapi hanya Lorena yang tahu tentang Sophie dan punya akses ke ponselnya. Untuk saat ini, ia memerintahkan agar Lorena diam-diam diawasi.
Telepon berdering lagi. Nicolas melirik layar ponsel—ayahnya. Ia menarik napas panjang, lalu mengangkat.
“Halo, ayah.”
“Akhirnya kau mengangkat juga! Katakan padaku, dosa apa yang telah aku lakukan sampai bisa punya anak seceroboh kamu? Bagaimana mungkin kamu meninggalkan putri sahabatku begitu saja?”
“Tunggu dulu, Ayah, tenang. Aku tidak bisa menikahi Giulia. Aku sudah punya wanita lain… dan seorang anak.”
“Seorang anak?! Cepat bawa cucuku ke sini!”
“Itu agak rumit. Ibunya tidak mengizinkan. Coba bicara dengan Alessio. Dia bilang tidak banyak yang bisa dilakukan sekarang, tapi aku akan menyelesaikannya.”
“Kau sebaiknya benar-benar menyelesaikannya. Sampai nanti.” Ricardo menutup teleponnya.
Seolah masalah Nicolas belum cukup, kini tekanan datang dari ayahnya juga. Ia memutuskan untuk menemui anaknya, yang sedang bermain di pantai bersama ibunya. Ia juga sudah memperketat pengamanan untuk Theo. Sekarang ia harus mengubah taktik, menjaga jarak dari Sophie... jika ia bisa.
Sophie memperhatikan anaknya yang sedang berlari mengejar ombak. Hatinya terasa hangat melihat anak itu tertawa. Ia memotret Theo dengan ponselnya. Tapi kemudian ia menyadari dua pria yang mengikuti mereka. Salah satunya terlihat familiar—ia pernah melihatnya di pom bensin. Ia langsung waspada.
Ia menoleh ke arah pria-pria itu dan melihat seorang pria tinggi, tampan, mengenakan celana pendek dan kaus, dengan kacamata hitam, berjalan ke arah mereka.
Sialan Nicolas Virelli. Sepertinya ia memang tidak akan pernah bisa benar-benar lepas dari pria itu. Tapi untuk pertama kalinya, Sophie merasa sedikit lega karena Nicolas muncul. Ia tidak suka dengan dua pria yang mengikutinya. Tapi... kenapa Nicolas harus setampan itu?
“Ada yang menarik perhatianmu?” tanya Nicolas, menyadari tatapan Sophie.
“Jangan sok. Pria-pria di sana itu sepertinya mengikuti kami. Aku yakin pernah melihat salah satunya sebelumnya.”
“Aku akan bicara dengan mereka,” kata Nicolas, meski Ia tahu mereka adalah pengawal Theo, tapi Sophie menarik lengannya.
“Kau mau apa? Gila ya? Mereka bisa saja menyakitimu.”
Nicolas tak menyangka Sophie akan khawatir padanya. Ia menyibakkan beberapa helai rambut Sophie ke belakang telinga, lalu akhirnya mengaku.
“Mereka adalah pengawal Theo,” aku Nicolas.
“Anak kita dalam bahaya?” tanya Sophie sambil mencari Theo dengan pandangan khawatir.
Kata “anak kita” terdengar sangat indah di telinga Nicolas. Itu pertama kalinya Sophie mengakui keberadaannya dalam hidup Theo.
“Tenang saja. Theo baik-baik saja. Ini hanya tindakan pencegahan. Sejujurnya… aku khawatir kamu akan kabur membawanya pergi.”
Sophie menatapnya, kaget. “Aku tidak berniat kabur ke mana-mana. Aku terlalu menyukai hidupku untuk meninggalkannya… demi kamu.”
Nicolas lalu menghampiri para pengawal. Mereka seharusnya tidak terlihat oleh Sophie.
“Tuan, kami hanya mendekat karena ada seorang pria mencurigakan di dekat Nyonya,” kata salah satu pengawal.
“Baiklah, pergilah makan. Aku sudah pesan dua meja. Kalian bisa pesan apa saja, biar aku yang bayar,” kata Nicolas.
“Terima kasih banyak, Tuan,” jawab mereka bersamaan.
Saat Nicolas berjalan kembali kearah Sophie, Tiba-tiba Theo berlari dan memeluknya.
“Lihat, Nicolas! Aku mengumpulkan banyak kerang,” seru Theo.
“Tapi kamu sudah punya koleksi yang banyak sekali,” kata Nicolas sambil tersenyum.
Sophie memperhatikan mereka, dan ia menyadari betapa miripnya keduanya.
“Mataharinya mulai terik. Kita harus pergi,” kata Sophie.
“Tapi Mommy, aku masih mau main di pantai,” protes Theo.
“Ibumu benar, Sinar matahari tidak bagus kalau terlalu lama. Bagaimana kalau kita makan siang dulu, lalu jalan-jalan ke hutan?” usul Nicolas.
“Kita akan cari tulang dinosaurus?” tanya Theo dengan penuh semangat.
“Tentu saja, Nak,” gumam Nicolas.
Makan siang berlangsung menyenangkan. Theo sangat terpesona dengan mobil sewaan ayahnya yang tampak keren.
“Aku mau mobil seperti itu di kamarku, Mommy,” kata Theo sambil menunjuk.
Nicolas tersenyum, menyadari betapa mudahnya anak itu mendapatkan apapun dari ibunya hanya dengan satu senyuman. Sophie memang tidak bisa berkata ‘tidak’ padanya.
Sophie dan Nicolas makan salad dan ikan untuk makan siang, sedangkan Theo memesan hotdog dan kentang goreng. Nicolas sebenarnya ragu memilih itu juga, tapi karena ingin menyenangkan hati Theo, ia akhirnya memesan makanan yang sama, meskipun tidak yakin itu makanan sehat.
Setelah makan siang, mereka kembali ke kabin karena cuaca semakin panas. Theo ingin berenang dikolam renang. Nicolas bilang ia akan menemaninya, tapi sebelumnya ia menitipkan kunci, dompet, dan ponsel pada Sophie. Nicolas berjanji akan mengawasi Theo dengan baik.
Namun sepuluh menit kemudian, Sophie mulai merasa gelisah. Sophie berjalan menuju kolam, tidak terlalu jauh dari kabin. Ia mengintip mereka dari balik semak-semak. Nicolas memang tidak melepaskan pandangannya dari Theo, meski ada beberapa perempuan mencoba menggoda.
Sophie merasa cemburu melihat Theo bersenang-senang tanpanya. Apa jadinya kalau suatu hari Theo tidak lagi membutuhkan atau menyayanginya? Ia buru-buru mengusir pikiran itu. Setelah yakin semuanya aman, ia kembali ke rumah.
“Aku memiliki mommy yang baik sekali, kamu punya juga?” tanya Theo.
“Aku juga dulu punya mommy yang sangat baik. Sekarang dia menjaga aku dari surga,” jawab Nicolas.
“Dia meninggal, terus kamu sendirian?” tanya Theo polos.
“Iya, sudah lama sekali. Tapi aku tidak sendirian. Aku punya dua saudara perempuan dan seorang ayah,” jelas Nicolas.
“Aku tidak punya ayah. Aku ingin punya ayah. Tapi aku punya Paman Marco, dan aku juga ingin mempunyai adik dan ayah,” ucap Theo.
“Kamu sebenarnya punya ayah,” ucap Nicolas pelan.
“Kamu mengenalnya?” tanya Theo antusias.
“Ya aku mengenalinya. Tapi yang harus cerita di mana dia adalah ibumu!" jawab Nicolas.
Theo sangat penasaran dan ingin tahu segalanya. Ia juga sangat manja dan sering memeluk Nicolas.
“Aku ingin menemui Mommy,” kata Theo akhirnya, dan mereka pun pulang.
Di rumah, Sophie baru selesai mandi. Sampai saat ini, Nicolas masih bersikap baik. Haruskah ia memberi kesempatan pada Nicolas sebagai seorang ayah?
Ia sedang di kamar, menyisir rambut, ketika Theo masuk rumah sambil tergopoh-gopoh dan berteriak.. Sophie langsung panik, khawatir sesuatu terjadi, dan buru-buru keluar dari kamar.
“Mommy, Mommy!” teriak Theo.
“Ada apa Sayang?” tanya Sophie sambil memeriksa tubuh Theo untuk memastikan dia tidak terluka.
“Nicolas tahu siapa ayahku! Siapa ayahku, Mom?” teriak Theo.
“Apa yang kamu katakan padanya?" tanya Sophie sambil menatap tajam ke arah Nicolas.
“Tenang, ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Dia bertanya tentang keluargaku, dan... ya, pembicaraannya mengarah ke sana. Tapi aku tidak bilang apa-apa,” jelas Nicolas cepat.
“Mommy, siapa dia?” tanya Theo lagi.
“Tenang, Theo. Ayo kita duduk. Nicolas adalah ayahmu,” kata Sophie sambil menatap anaknya.