Nesya, seorang gadis sederhana, bekerja paruh waktu di sebuah restoran mewah, untuk memenuhi kebutuhannya sebagai mahasiswa di Korea.
Hari itu, suasana restoran terasa lebih sibuk dari biasanya. Sebuah reservasi khusus telah dipesan oleh Jae Hyun, seorang pengusaha muda terkenal yang rencananya akan melamar kekasihnya, Hye Jin, dengan cara yang romantis. Ia memesan cake istimewa di mana sebuah cincin berlian akan diselipkan di dalamnya. Saat Nesya membantu chef mempersiapkan cake tersebut, rasa penasaran menyelimutinya. Cincin berlian yang indah diletakkan di atas meja sebelum dimasukkan ke dalam cake. “Indah sekali,” gumamnya. Tanpa berpikir panjang, ia mencoba cincin itu di jarinya, hanya untuk melihat bagaimana rasanya memakai perhiasan mewah seperti itu. Namun, malapetaka terjadi. Cincin itu ternyata terlalu pas dan tak bisa dilepas dari jarinya. Nesya panik. Ia mencoba berbagai cara namun.tidak juga lepas.
Hingga akhirnya Nesya harus mengganti rugi cincin berlian tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menerima kenyataan Pahit
Sejak pagi, kantor Jae Hyun terasa lebih ramai dari biasanya. Bukan karena ada rapat besar, tetapi karena kedatangan seorang wanita yang membuat banyak karyawan membicarakannya di belakang.
"Wahhh ,itu model dan artis terkenal Hye Jin,"ucap oara karyawan.
Hye Jin, mantan kekasih Jae Hyun yang kini kembali—datang dengan penuh percaya diri. Mengenakan gaun ketat berwarna merah, ia berjalan menuju ruang CEO seolah-olah itu sudah menjadi miliknya.
Di dalam kantor, Jae Hyun menyambut Hye Jin dengan senyum hangat, sesuatu yang tak pernah diberikan pada Nesya.
"Hye Jin,"gumam pelan Jae Hyun.
"Aku merindukanmu," bisik Hye Jin, melingkarkan tangannya ke leher Jae Hyun.
"Aku juga," balas Jae Hyun dengan nada lembut, membalas pelukan wanita itu tanpa ragu.
Di luar ruangan, beberapa karyawan yang melihat pemandangan itu mulai berbisik-bisik.
"Jadi mereka sudah balikan? Lalu bagaimana dengan istrinya?"
"Istri? Memangnya CEO kita sudah menikah?"
"Iya, bukankah ada rumor dia menikah dengan seorang gadis berhijab? Tapi CEO kita tidak pernah mengakuinya."
"Eh siapa ya, gadis berhijab itu?"
Bisikan itu sampai ke telinga Nesya, tetapi ia hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya seolah tidak terjadi apa-apa.
Baginya, ini bukan sesuatu yang mengejutkan. Sejak awal, Jae Hyun tidak pernah menganggapnya sebagai istri, jadi kenapa ia harus peduli?
"Kenapa harus peduli? toh aku dan dia hanya nikah secara kesepakatan saja tidak sah," batin Nesya.
Ketika akhirnya Hye Jin keluar dari ruangan, ia sempat melihat sekilas ke arah Nesya. Ada senyum penuh kemenangan di wajah wanita itu.
Seolah ingin mengatakan, "Aku telah mengambil kembali apa yang seharusnya milikku."
" Oppa, kita mau kemana hari ini?"Tanya Hye Jin bergelayut manja.
Jae Hyun sambil menatap Nesya sekilas, " Terserah kamu, kita akan menghabiskan waktu bersama hari ini."
"Berarti... meskipun kamu enggak pulang ke rumah, tidak apa-apa kan?"Hye Jin sambil melirik ke arah Nesya.
Jae Hyun mengangguk pelan.
Namun, Nesya tetap diam, tak menunjukkan reaksi apa pun. Jika Hye Jin mengharapkan dirinya akan cemburu atau sakit hati, maka wanita itu salah besar. Baginya, Jae Hyun bukanlah miliknya sejak awal.
Saat jam makan siang tiba, banyak karyawan pergi ke kantin atau restoran terdekat.
Namun, Nesya tetap di mejanya, membuka bekal sederhana yang ia bawa dari rumah.
Ketika sedang makan, tiba-tiba Hye Jin datang menghampirinya dengan ekspresi sombong.
"Kau tidak makan di luar?" tanya Hye Jin, melirik bekal Nesya dengan tatapan meremehkan.
"Aku lebih suka membawa bekal sendiri," jawab Nesya singkat.
Hye Jin tertawa kecil. "Oh, benar juga. Mungkin karena kau berasal dari latar belakang yang berbeda, ya? Aku tidak bisa membayangkan makan makanan sederhana seperti itu setiap hari."
Beberapa karyawan yang berada di sekitar mereka mulai memperhatikan, tetapi Nesya tetap tenang.
"Aku tidak masalah makan makanan sederhana," ucapnya dengan suara datar. "Yang penting halal dan sehat."
Tatapan Hye Jin berubah sinis.
"Kau benar-benar gadis yang aneh," ucapnya. "Aku tidak tahu bagaimana kau bisa gadis aneh sepertimu bisa bekerja di perusahaan Jae Hyun."
Nesya tersenyum tipis. "Aku juga tidak tahu, sebaiknya tanya tuan Jae Hyun."
Jawaban itu membuat Hye Jin terdiam sesaat, seolah tidak menyangka Nesya akan berkata seperti itu.
Namun, sebelum Hye Jin bisa mengatakan sesuatu lagi, Jae Hyun datang dan merangkul bahu Hye Jin dengan mesra.
"Sayang, ayo kita makan di luar," ucap Jea hyun, tanpa sedikit pun melirik ke arah Nesya. Hye Jin tersenyum puas, lalu berjalan pergi bersama Jae Hyun.
Di sekeliling Nesya, beberapa karyawan mulai berbisik-bisik lagi, tetapi Nesya tetap melanjutkan makannya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Lihat... si Nesya gayanya angkuh sekali depan artis sekelas Hye Jin.
"Iya ...masih untung, dia diterima bekerja disini."
"Iya tuh." Bisikan itu terdengar oleh Nesya namun Nesya tetap berjalan lurus menuju toilet untuk berwudhu dan sholat.Ia sudah cukup lelah menghadapi semua ini.
"Nona Nesya, anda ada jadwal chek up hari ini, bahu anda masih perlu di periksa kembali." sebuah pesan singkat dari pihak Rumah sakit yang menangani kecelakaan Nesya.
Sementara di Penthouse Jae Hyun .
Setelah seharian bekerja, Nesya akhirnya kembali ke penthouse Jae Hyun.
Seperti biasa, ia langsung menuju kamarnya tanpa berbicara dengan siapa pun.
Namun, saat ia hendak menutup pintu, Jae Hyun tiba-tiba masuk dan menahan pintunya.
"Kenapa kau tidak terlihat marah?" tanyanya dengan nada dingin.
Nesya mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
Jae Hyun menatapnya tajam. "Aku membawa Hye Jin ke kantor, bermesraan dengannya di depan semua orang, dan kau hanya diam saja? Apa kau tidak merasa tersinggung?"
Nesya tertawa kecil, sesuatu yang jarang ia lakukan di depan Jae Hyun.
"Kenapa aku harus tersinggung? Kau bukan suamiku yang sebenarnya."
Jae Hyun terdiam. Ia tidak menyangka Nesya akan menjawab seperti itu.
"Aku hanya menjalani perjanjian ini," lanjut Nesya. "Jadi kau bebas melakukan apa pun yang kau mau. Itu bukan urusanku."
Setelah mengatakan itu, Nesya menutup pintunya dengan tenang, meninggalkan Jae Hyun yang berdiri diam di luar.
"Gadis angkuh. sombong, dia pikir dia siapa, sekelas artis dan model saja tergila-gila sama aku, dia ?" Jae Hyun mengangkat kedua bahunya.
Untuk pertama kalinya, Jae Hyun merasa tidak nyaman dengan sikap acuh Nesya.
Nesya berbaring sambil mengingat kata-kata dokter tadi saat di Rumah Sakit.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor, Nesya pergi ke rumah sakit sendirian. Ia tidak ingin ada yang tahu, terutama Jae Hyun.
Saat tiba di ruang pemeriksaan, seorang dokter muda memeriksa hasil rontgen bahunya. Wajah dokter itu sedikit serius, membuat Nesya merasa cemas.
"Kondisi bahu Anda cukup serius," ujar dokter itu sambil menunjuk hasil rontgen. "Ada tanda-tanda pergeseran tulang. Jika tidak segera menjalani fisioterapi, bisa menyebabkan radang dan pergeseran lebih lanjut."
Nesya menghela napas panjang. "Jadi, saya harus melakukan fisioterapi sekarang?"
Dokter itu mengangguk. "Ya, setidaknya dua kali seminggu selama beberapa bulan ke depan. Jika tidak, kondisi Anda bisa memburuk."
Nesya menggigit bibirnya. Ini bukan kabar baik.
Bagaimana jika Jae Hyun tahu? Bagaimana jika ia dianggap merepotkan lagi?
"Saya akan menjadwalkannya, tapi… saya ingin merahasiakannya dari orang lain," ucap Nesya pelan.
Dokter itu mengerutkan kening. "Kenapa? Anda butuh dukungan selama pemulihan."
Nesya tersenyum lemah. "Karena saya tidak ingin ada yang menganggap saya beban."
Dokter itu tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya menyerahkan jadwal fisioterapi dan mengingatkan Nesya untuk tidak terlalu banyak mengangkat beban .
----'
KESAL, TAPI TERKEJUT
Jae Hyun berjalan ke meja makan dengan ekspresi masam. Kosong.
Biasanya, setiap pulang kerja, selalu ada makanan di atas meja—meski sederhana.
Namun, kali ini tidak ada apa-apa.
"Apa dia lupa tugasnya?" gumamnya kesal.
Perutnya lapar, dan ia sudah terbiasa dengan masakan Nesya meskipun awalnya enggan mengakuinya.
Dengan langkah cepat, ia menuju kamar Nesya.
Tanpa berpikir panjang, ia mengetuk pintu kamar itu berkali-kali.
"Nesya! Kenapa kau tidak masak? Aku lapar!"
Tidak ada jawaban.
Jae Hyun mulai kehilangan kesabaran. Pintu kamar itu tidak terkunci, jadi ia mendorongnya perlahan.
Namun, pemandangan di dalam kamar membuatnya terkejut.
"Ceklek."
Di tengah ruangan, Nesya sedang sholat.
Tubuhnya terbungkus mukena putih, gerakan tangannya lembut, dan suaranya pelan saat membaca doa.
Jae Hyun terdiam. Ia belum pernah benar-benar memperhatikan Nesya saat beribadah.
Biasanya, ia mengabaikan gadis itu, menganggapnya hanya seorang gadis aneh yang dipaksa masuk dalam hidupnya karena cincin sialan itu.
Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.
Saat Nesya sujud, Jae Hyun tanpa sadar menelan ludah.
"Ternyata dia sedang... apa ya namanya, entahlah, " gumam pelan Jae Hyun.
Ada ketenangan aneh dalam gerakan gadis itu, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia tidak tahu kenapa, tetapi ia tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Untuk pertama kalinya, ia melihat Nesya bukan sebagai seorang pelayan, bukan sebagai gadis ceroboh yang merepotkan, tetapi sebagai seseorang yang memiliki dunianya sendiri—sesuatu yang Jae Hyun tidak mengerti. Sebuah keyakinan yang membuatnya berdiri di sana, terpaku.
ceritanya bikin deg-degan
semagat terus yaa kak